Salah satu kebiasaan aneh kita sebagai orang Indonesia adalah kesenangan kita berfoto dengan turis. Terutama bule. Kalau turis lokal mah....LEWAT! Tidak harus turis sebenarnya. Pokoknya selama dia berkulit putih, tinggi, lebih-lebih lagi kalau pirang, kita akan senang bisa berfoto dekat-dekat dengan mereka. Saat ke tempat-tempat wisata, ngajak turis asing berfoto sama menariknya dengan tempat wisata tersebut. Semacam bonus lah....
Agaknya akan berbeda kalau yang diajak berfoto tersebut seorang selebritis. Tapi bagaimana kalau dia hanya turis? Atau mahasiswa pertukaran pelajar dari luar negeri yang kebetulan jalan-jalan ke Prambanan? Kemudian sekelompok remaja tiba-tiba mendatanginya. Biasanya satu dari kelompok tersebut malu-malu minta foto bareng sementara teman lainnya berkumpul tidak jauh dari situ, bergerombol menanti jawaban.
Kalau sang bule setuju—entah dia memang setuju atau mungkin bingung—mulailah ritual berfoto-foto itu. Awalnya berkelompok, dengan sang bule di tengah-tengah sebagai kekembang. Kemudian baru satu persatu. Begitu seterusnya sampai mereka semua dapat giliran.
Foto Profil Bareng Bule
Apalagi sekarang sudah ada facebook. Dalam hitungan kurang dari dua puluh empat jam, foto iu pasti sudah ter-upload di album. Tidak sedikit pula yang menjadikannya sebagai foto profil. Terserah bulenya cantik atau enggak. Terserah dia cowok atau cewek pokoknya bule!
Sekali dua kadang saya sendiri juga dibikin surprise saat di beranda saya muncul pemberitahuan: “si anu dan beberapa teman lainnya mengganti foto profil mereka.” kemudian dalam versi yang lebih mini itu saya lihat teman saya itu cukup dempet dengan si bule. Dalam versi foto yang lebih kecil kadang kebuleannya tidak terlihat. Mereka berbagi frame yang sempit dalam versi mini tersebut. Sekilas kesannya seperti gay couple gitulah... makanya saya surprise. “Haaa, dia telah berubah haluan?” batin saya. Tapi setelah meluncur ke profilnya, melihat versi foto yang lebih besar, jelaslah apa yang sesungguhnya terjadi.
Ngetes Bahasa Inggris dan Menguji Nyali?
Apa sih sebenarnya yang tengah kita tegaskan lewat foto bersama orang asing, terutama bule? Apakah lewat foto tersebut kita ingin mengumumkan bahwa kita bisa berbahasa Inggris dengan baik? Sehebat itu? Kalau hanya dengan kalimat, “May I take a picture with you?” saya rasa anak SD juga bisa. Apakah kita bisa menjamin dengan berfoto bersama seorang bule nilai TOEFL kita bakalan meroket ke angka 600?
Ataukah ini soal nyali? Teman saya bilang, ini adalah soal nyali. Menginterupsi sepasang turis asing di candi Prambanan butuh nyali, meski sekedar mengatakan: “May I take a picture with you?”. Karena bisa saja dia merasa terganggu. Karena bisa saja dengan tegas ia menolak. Dan kita butuh nyali untuk hal itu....
Tapi kenapa? Kenapa kita butuh nyali? Kenapa kita harus berfoto dengan mereka yang berkulit putih? Sementara yang berkulit lainnya kita biarkan berseliweran. Apakah sebenarnya yang istimewa dari mengambil gambar bersama orang kulit putih?
Kadang saya bertanya apa gerangan yang ada dalam benak sang wisman saat diajak berfoto. Apakah dari situ ia mendapat kesimpulan bahwa orang Indonesia sangat ramah?
Apakah mereka tahu bahwa ada benih inferioritas dalam diri kita, orang Indonesia, saat mengajak mereka berfoto. Ada semacam kebanggaan terselubung untuk bisa duduk atau berdiri di dekatnya. Untuk sekedar nyengir atau membuat tanda victory bersama mereka di depan kamera. Mungkinkah kesenangan kita mengajak orang asing berfoto adalah cara kita memandang diri kita sebagai orang Indonesia berkulit sawo matang dan mereka orang asing yang berkulit putih?
Apa sih yang sebenarnya istimewa saat kita berfoto dengan wisman, terutama yang berkulit putih?
by Huda Tula
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H