Apa sih sebenarnya benci itu? Lantas apa ada hubungannya, antara benci dan cinta, seperti halnya di gambar dan di realitas sosial yang ada?Â
Pertanyaan selanjutnya, bagaimana pandangan agama tentang benci? Bagaimana kita harus mendekonstruksi dilematis kebencian dalam diri manusia? Sebab, satu sisi benci adalah sifat alami dari diri manusia, juga tidak berlebihan ketika mengatakan bahwa sangat mustahil perasaan benci tersebut hilang dari diri manusia itu sendiri, karena kelekatan dan serasa mendarah daging, atau teramat sulit untuk dihilangkan.Â
Sisi yang lain, ketika perasaan benci tidak dapat di "kontrol atau manajemen" dengan baik, maka akan berdampak pada perpecahan, ketidakstabilan sosial, konflik, dan lain sebagainya. Maka dari itu, kita harus mendudukkan persoalan benci pada diri manusia dengan se-bijak mungkin, agar kita semua kembali pada prinsip "memanusiakan manusia"--lebih jauh lagi adalah agar kita semua menjadi manusia yang saling mencintai atau menyayangi manusia yang lain, seperti halnya mencintai atau menyayangi diri sendiri. Artinya, kita sudah bergerak pada tataran yang tidak terlalu memperdulikan latar-belakang seseorang, profesinya, hobinya, dan lain sebagainya. Akhirnya, kita mutlak hanya mempraktikkan hubungan yang baik antara manusia dengan manusia yang lain. Inilah point pentingnya (important point).
Benci?
Benci menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah perasaan sangat tidak suka (https://kbbi.web.id/benci.html). Sedangkan menurut wikipedia, kebencian merupakan emosi yang sangat kuat dan melambangkan ketidaksukaan, permusuhan, atau antipati untuk seseorang, sebuah hal, barang, atau fenomena. Hal ini juga merupakan sebuah keinginan untuk, menghindari, menghancurkan atau menghilangkannya (https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kebencian).Â
Dari kedua pengertian di atas, secara umum "benci atau kebencian" adalah sebuah emosi atau perasaan yang orientasinya mengarah kepada hal-hal negatif. Mengapa dikatakan negatif? Sebab, dengan adanya rasa benci tersebut manusia akan terhindar dari keharmonisan.
Tentu, ketika ada sebuah kalimat yang menjelaskan tentang hubungan antara benci dan cinta, akan sangat diterima mentah-mentah jika tidak dipikirkan secara mendalam. Sebab, kedua perasaan atau emosi tersebut adalah emosi yang saling beririsan atau bersilangan. Artinya, tidak akan ada hubungannya, antara benci dan cinta. Lain halnya, jika kita mau menelisik dan memikirkan dengan mendalam, maka kita akan memunculkan beberapa pertanyaan yang seharusnya dipertanyakan.
Kenapa antara perasaan benci dan cinta, selalu dikaitkan, dan seakan-akan memiliki keterkaitan? Apa ada hubungannya di antara kedua emosi tersebut?
Setidaknya, ada dua alasan dibalik adanya hubungan antara benci dan cinta, yakni:
Pertama, keduanya merupakan perasaan yang dapat dikatakan "terlalu atau berlebihan". Antara benci atau cinta adalah wujud dari sebuah perasaan yang tidak bisa dikatakan biasa-biasa saja, keduanya akan menimbulkan tindakan sosial yang berkelanjutan entah disadari atau pun tidak. Tetapi, yang perlu diingat adalah sikap atau perilaku yang "terlalu" akan berorientasi pada hal-hal yang mengarah pada kenegatif-an, misalnya tersakiti, kecewa, tidak terpenuhinya harapan, dan lain sebagainya. Silahkan dicoba kalo tidak percaya. Wkwkwkw.
Kedua, kedua emosi tersebut entah disadari atau pun tidak, keduanya sama-sama menggambarkan perasaan yang terus-menerus terpikirkan atau dapat dirasakan dirasakan dampaknya. Dari emosi atau perasaan"terlalu" tersebut, maka akan berimplikasi pada tataran rasa untuk terus-menerus dipikirkan atau terpikirkan. Walaupun, terkadang emosi yang dinamakan "cinta" lebih dikategorikan ke dalam hal-hal positif, dan emosi yang lain yakni "benci" lebih dikategorikan ke dalam hal-hal negatif. Tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa keduanya mempunyai esensi yang sama, sama-sama dapat membekas di pikiran dan dapat juga dirasakan di dalam hati.
Benci: Perspektif Agama Islam
Tidak ada satu pun literatur yang menyebutkan adanya ajaran kebencian di dalam agama Islam. Justru agama Islam sangat mendukung dan mencegah dari perasaan yang disebut dengan benci. Hal itu, terlihat sangat jelas ketika melihat salah satu ayat dalam al-Qur'an yang menjelaskan tentang pentingnya berdamai, bersaudara, dan menciptakan nuansa kasih-sayang antar sesama.Â
Firman Allah, "Sesungguhnya orang-orang Mukmin adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu, dan bertaqwalah kepada Allah, supaya kamu mendapat rahmat." (QS.Al-Hujurat {49}:10).Â
Dari paparan tersebut, sudah cukup jelas bahwasanya rasa-perasaan benci memang tidak ada dalam kamus agama Islam. Bahkan, di agama mana pun, baik samawi atau pun agama ardhi. Penulis meyakini, bahwa rasa-perasaan benci  di setiap ajaran agama tentu dilarang. Sebab, semua agama mempunyai satu prinsip yang diyakini bersama, yakni perdamaian.
Dilematis Kebencian
Seperti halnya, paparan di atas bahwasanya terjadi dilematisasi dalam hal rasa benci-kebencian. Karena emosi atau perasaan tersebut dalam satu sisi sudah melekat dan mendarah daging, satu sisi yang lain kita harus atau sepatutnya menjauhi dan bahkan mencegah diri dari emosi benci itu sendiri. Sebab, tidak ada satu pengertian, penjelasan, atau pun ajaran yang mengajak atau mengatur untuk menumbuh-kembangkan perasaan benci. Maka ada satu ungkapan dari Gus Miftah dan Gus Agung Drajat. Satu ungkapan ini nantinya akan menjawab persoalan tersebut (solusi), atau bahkan dapat menjadi prinsip bagi kita semua. Tetapi, kembali lagi, semua tergantung persepsi atau perspektif kita masing-masing dalam melihat sesuatu. Ungkapannya adalah:
Janganlah sekali-kali kamu membenci orang, berupa "sosok", siapa pun orangnya dan apa pun alasannya. Tetapi, kamu boleh membenci sikap atau perilaku dari sosok tersebut, apabila dikira sikap atau perilakunya tergolong negatif. Maka dari itu, ungkapan ini secara eksplisit dapat digunakan sebagai bahan untuk introspeksi diri kita sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H