Bayangan Harapan di Atas Tanah yang Terlupakan
Palembang, kota penuh sejarah dan kemegahan, menyimpan paradoks di balik gemerlap Jembatan Ampera. Di bawah bayangannya, terhampar lahan-lahan kosong yang tak terurus menjadi saksi bisu ketimpangan sosial yang terus menganga. Sementara itu, ribuan keluarga kecil berjuang untuk bertahan hidup. Tanah-tanah ini seolah menjadi potret nyata dari harapan yang terkubur. Adakah secercah cahaya yang bisa menghidupkan potensi terpendam ini?
Indonesia menyimpan ironi serupa di seluruh pelosok negeri. Sebanyak 20 juta hektar lahan tidur, setara dengan 28 juta lapangan sepak bola tersebar dari Sabang hingga Merauke. Namun, lahan-lahan ini lebih banyak menjadi beban ketimbang berkah. Tanah-tanah yang seharusnya menghidupi bangsa malah terkungkung dalam penguasaan segelintir pihak.
Ketimpangan Sosial yang Terlihat di Balik Lahan Kosong
Lahan tidur di Indonesia sering kali berada di lokasi strategis tetapi tidak produktif. Di Palembang, tanah kosong itu seperti panggung sunyi tanpa penonton, dikelilingi pagar berkarat yang menyembunyikan potensinya. Sementara itu, masyarakat kecil berjuang keras untuk menyewa sebidang kecil tanah demi menyambung hidup.
Menurut data resmi ATR/BPN tahun 2023, Indonesia memiliki sekitar 20 juta hektar lahan tidur, hampir setara dengan 28 juta lapangan sepak bola. Sebagian besar lahan ini dimiliki oleh segelintir pihak yang tidak memanfaatkannya. Di Jawa Barat saja, tercatat ada 2,1 juta hektar lahan tidur yang belum dioptimalkan, padahal ini cukup untuk menghidupi ribuan keluarga. Sementara Sumatera Selatan mencatatkan 1,5 juta hektar. Ketimpangan ini menciptakan jurang ekonomi yang semakin lebar, menutup peluang bagi komunitas kecil untuk berkembang.
Kondisi serupa juga terjadi di kota-kota besar lainnya, seperti Jakarta. Di kawasan bisnis elit, lahan kosong sering ditemukan, dikelilingi gedung-gedung megah. Sementara itu, masyarakat di pinggiran kota berjuang mendapatkan hunian layak. Tanah-tanah strategis ini seharusnya bisa menjadi jawaban atas ketimpangan, bukan menjadi bukti nyata ketidakadilan. Di balik ketimpangan ini, tersimpan peluang besar yang bisa dioptimalkan untuk menciptakan keseimbangan ekonomi.
Lahan Tidur, Potensi yang Tak Pernah Diuangkan
Bayangkan tanah kosong seperti dompet berisi cek yang tak pernah diuangkan, potensi besar yang dibiarkan begitu saja. Menurut Kementerian Pertanian, lahan tidur seluas 1 hektar hanya memakan biaya Rp1 juta per tahun tanpa menghasilkan apa pun. Namun, jika dikelola, tanah itu bisa menghasilkan Rp50 juta per tahun, menciptakan peluang kerja bagi lima hingga sepuluh petani, sekaligus membangkitkan ekonomi lokal.
Jika hanya 10% dari 20 juta hektar lahan tidur dimanfaatkan, ribuan lapangan kerja baru akan tercipta, ketahanan pangan nasional akan diperkuat, dan jurang ketimpangan ekonomi dapat dipersempit. Ini adalah cek yang menunggu untuk diuangkan. Seperti kata Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, "Optimalisasi lahan tidur dapat memberikan kontribusi signifikan bagi ketahanan pangan nasional."
Lahan tidur bukan sekadar hamparan kosong, menunggu kita untuk bertindak. Dengan kerja sama yang terarah dan visi yang jelas, tanah ini bisa menjadi mesin penggerak masa depan Indonesia.
Cerita dari Pinggiran Kota
Di pinggiran Palembang, seorang ibu memungut harapan dari tanah kecil yang disewanya dengan susah payah. Tepat di sampingnya, lahan kosong terbengkalai bertahun-tahun, hanya menyisakan semak belukar. "Andai tanah itu bisa kami kelola," ucapnya. Harapan yang semula terdengar mustahil kini perlahan berubah berkat hadirnya Badan Bank Tanah.
Redistribusi lahan memberikan akses kepada masyarakat kecil untuk mengelola tanah dengan bimbingan teknis yang memadai.
Dari Ketimpangan Menuju Kesejahteraan
Badan Bank Tanah memiliki visi besar untuk menjadikan setiap jengkal tanah di Indonesia sebagai aset produktif. Dengan kebijakan redistribusi yang adil, pengendalian spekulasi, dan pemanfaatan teknologi modern, lembaga ini membuka jalan bagi masa depan yang lebih inklusif.
Program redistribusi lahan dan pelatihan teknologi telah menciptakan dampak nyata. Di Banyuasin, transformasi lahan tidur menghasilkan ratusan lapangan kerja baru, mengurangi ketimpangan akses terhadap sumber daya, dan memperkuat ekonomi lokal. Dampak jangka panjangnya adalah peningkatan ketahanan pangan nasional melalui optimalisasi lahan yang sebelumnya terlantar, mendukung kebutuhan pangan lokal, dan mengurangi ketergantungan impor.
Meski demikian, tantangan seperti resistensi masyarakat akibat ketidakpastian hukum tetap ada. Ketimpangan sosial di balik lahan tidur adalah kenyataan pahit. Di Banyuasin, lahan tidur yang sebelumnya tidak produktif kini dioptimalkan, menciptakan ratusan lapangan kerja baru. Namun, kisah seperti ini harus meluas ke seluruh pelosok negeri. Apakah Palembang, Jakarta, dan kota besar lainnya bisa menyusul? Solusinya ada di tangan Badan Bank Tanah.
Menghidupkan Harapan dari Tanah yang Terlupakan
Ketika lahan tidur menjadi ironi di tengah perjuangan rakyat, Badan Bank Tanah hadir membawa harapan baru. Dengan fokus pada pemanfaatan lahan secara produktif dan inklusif, lembaga ini menjalankan tiga langkah strategis yang menjadi pilar utama dalam misinya:
Redistribusi Lahan
Lahan-lahan yang selama ini terbengkalai kini menjadi peluang hidup bagi masyarakat kecil, koperasi petani, dan komunitas lokal. Badan Bank Tanah memastikan redistribusi dilakukan secara adil, membuka akses kepada mereka yang paling membutuhkan. Lebih dari sekadar menyerahkan tanah, lembaga ini mendampingi penerima manfaat dengan pelatihan teknis dan pendampingan agar lahan dapat dikelola secara optimal.Pengendalian Spekulasi Tanah
Selama bertahun-tahun, spekulasi tanah menjadi salah satu penghambat terbesar dalam optimalisasi lahan di Indonesia. Badan Bank Tanah mengatasi ini dengan kebijakan tegas, memastikan bahwa tanah strategis tidak lagi dibiarkan kosong sebagai aset pasif. Tanah tersebut diubah menjadi aset produktif yang benar-benar memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.Pemanfaatan Teknologi Modern
Melalui teknologi Geographic Information System (GIS), Badan Bank Tanah mampu memetakan lahan secara presisi hingga tingkat desa. Teknologi ini memungkinkan redistribusi dilakukan tepat sasaran, memprioritaskan masyarakat kecil yang benar-benar membutuhkan akses lahan.
Bukti Nyata dari Banyuasin
Program redistribusi lahan yang dijalankan Badan Bank Tanah sejalan dengan visi reforma agraria dalam UU Cipta Kerja, bertujuan untuk memastikan keadilan distribusi sumber daya dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Di wilayah Banyuasin, 120,24 hektar lahan tidur yang sebelumnya hanya semak belukar berhasil diubah menjadi kebun hortikultura produktif. Proyek ini bukan hanya mengubah wajah lahan tersebut, tetapi juga kehidupan masyarakat di sekitarnya:
Lapangan Kerja Baru: Ratusan masyarakat lokal kini memiliki pekerjaan tetap, menghidupkan ekonomi keluarga mereka.
Peningkatan Pendapatan: Petani yang dulu kesulitan mencari penghidupan kini menikmati pendapatan yang stabil.
Ketahanan Pangan Lokal: Ekosistem agrikultur yang diciptakan tidak hanya produktif tetapi juga berkelanjutan, mendukung ketahanan pangan di wilayah tersebut.
Selain itu, petani yang terlibat mendapatkan pelatihan khusus tentang pengelolaan tanah berbasis teknologi modern. Mereka kini mampu memanfaatkan metode agrikultur canggih untuk meningkatkan hasil panen, memastikan lahan yang sebelumnya tidur kini menjadi sumber kehidupan yang terus tumbuh.
Lebih dari Sekadar Redistribusi
Langkah Badan Bank Tanah melampaui sekadar pemetaan atau distribusi lahan. Lembaga ini memberikan harapan baru bagi masyarakat kecil yang selama ini terpinggirkan. Belajar dari kisah di Banyuasin, kita tahu bahwa Indonesia mampu mengelola lahannya sendiri tanpa harus mencontoh sepenuhnya dari luar negeri. Dengan pendekatan berbasis teknologi dan kolaborasi lintas sektor, solusi lokal ini bisa diterapkan di berbagai daerah lain.
Generasi Muda dan Masa Depan Lahan Produktif
Transformasi lahan tidur bukan hanya tentang kebijakan, tetapi juga tentang membangun masa depan yang inklusif dengan melibatkan generasi muda. Dengan kreativitas dan adaptasi terhadap teknologi, mereka dapat menjadi motor penggerak perubahan dalam pengelolaan lahan tidur.
Salah satu program nyata adalah inisiatif magang di Badan Bank Tanah, di mana generasi muda dilibatkan untuk mempelajari teknik pemetaan berbasis GIS dan mengembangkan solusi berbasis data untuk optimalisasi lahan. Selain itu, startup agritech juga berperan penting dalam menyediakan teknologi pertanian modern yang dapat diterapkan di lahan-lahan tidur. Keterlibatan generasi muda tidak hanya memastikan keberlanjutan proyek tetapi juga memberikan mereka keterampilan yang relevan dengan kebutuhan masa depan.
Langkah Kecil, Dampak Besar
Transformasi lahan tidur menjadi aset produktif membutuhkan kerja sama lintas sektor. Sebagaimana ditunjukkan di Banyuasin, transformasi lahan tidur menjadi kebun produktif dapat menciptakan ratusan lapangan kerja baru dan memperkuat ekonomi lokal.
Langkah kecil seperti redistribusi lahan dan pelatihan teknologi dapat menciptakan dampak yang berkelanjutan. Model ini menjadi contoh nyata bagaimana kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat dapat menghidupkan kembali lahan yang terlupakan untuk masa depan Indonesia yang lebih baik.
Indonesia Baru Tanpa Lahan Tidur
Sebagai masyarakat yang sering melihat tanah kosong di tengah kota, saya bertanya-tanya, "Mengapa lahan ini dibiarkan kosong ketika begitu banyak orang hidup tanpa hunian layak?". Setiap lahan tidur adalah kanvas kosong yang menunggu sapuan kuas perubahan. Dengan pendekatan sistematis dan kolaborasi lintas sektor, potensi besar ini dapat dihidupkan kembali.
Bayangkan desa-desa yang dulunya tandus kini dipenuhi ladang hijau yang subur. Kota-kota besar memiliki taman kota yang sejuk, harmonis dengan pusat agrikultur modern. Dengan langkah kecil yang konsisten dan kolaborasi yang kuat, Indonesia baru tanpa lahan tidur bukan lagi sekadar mimpi.
Badan Bank Tanah membuktikan bahwa melalui redistribusi, transformasi, dan pemberdayaan masyarakat, kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan. Jika negara-negara lain telah berhasil, mengapa Indonesia tidak bisa? Akankah kita membiarkan harta ini terus tertidur, atau justru menjadikannya sumber harapan bagi masa depan Indonesia?
***
Sumber & Referensi:
- Kementerian ATR/BPN, 2023.
- Badan Bank Tanah (https://banktanah.id/).
- https://www.atrbpn.go.id/
- Statistik Hortikultura 2023, Badan Pusat Statistik Indonesia. https://www.bps.go.id/
- Aplikasi BHUMI Kementerian ATR/BPN
- https://www.antaranews.com/berita/4100964/optimalisasi-lahan-tidur-jadi-andalan-untuk-penuhi-kebutuhan-pangan
- https://www.antaranews.com/berita/4142784/mendagri-manfaatkan-lahan-tidur-jadi-pertanian-produktif
- https://www.wapresri.go.id/kuatkan-ketahanan-pangan-nasional-wapres-minta-optimalisasi-pemanfaatan-lahan-tidur-untuk-pertanian/
- https://lestari.kompas.com/read/2024/05/13/190000586/hadapi-krisis-pangan-pemanfaatan-lahan-tidur-jadi-solusi
- https://www.kompas.com/properti/read/2021/07/06/110746921/magang-merdeka-belajar-kampus-merdeka-kementerian-atr-bpn-diikuti-1621
- PP Nomor 64 Tahun 2021 https://peraturan.bpk.go.id
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI