Mohon tunggu...
Deddy Huang
Deddy Huang Mohon Tunggu... Freelancer - Digital Marketing Enthusiast | Blogger | Food and Product Photographer

Memiliki minat di bidang digital marketing, traveling, dan kuliner. Selain itu dia juga menekuni bidang fotografi sebagai fotografer produk dan makanan. Saya juga menulis di https://www.deddyhuang.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Mengurai Jejak Karbon Industri Fashion Lewat Ekonomi Sirkular

25 Oktober 2021   00:02 Diperbarui: 25 Oktober 2021   00:34 30632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Industri fashion (sumber : kompas.com)

Sinar dua lampu LED terangnya menghampiri rumah saya. Terlihat sepasang perempuan bergaya memeragakan baju di depan kamera. Mereka mulai menawarkan produk baju mereka.

"Bunda, ini ada baju tidur import anak. Murah loh bunda. Gercep ya. Harganya 30 ribu saja," ucap salah satu model sembari menunjukan baju anak yang dimaksud.

Sejenak saya berpikir tentang pandemi ini mulai bermunculan bisnis-bisnis baru. Salah satunya trend berjualan pakaian bekas. Bagaikan mutiara tersembunyi di dalam limbah. Bisnis ini mampu meraup untung berkali lipat.

Tetapi dibalik ini semua ada usaha memperpanjang usia pakai dari fast fashion atau trend mode instan siap pakai dari emisi jejak karbon yang mengancam lingkungan.

***

Fast Fashion, Penyumbang Emisi Karbon Terbesar

Industri fashion menjadi perhatian misi reduksi karbon belakangan ini.

Tentu saja hal ini berasal dari fast fashion atau trend mode instan siap pakai yang bergerak cepat. Dimana umumnya mode cepat siap pakai ini menggunakan bahan murah, tak ramah lingkungan serta upah pekerja yang rendah.

Industri tekstil dan pakaian global bertanggung jawab atas konsumsi 79 miliar meter kubik air, produksi 1,7 ton emisi CO2 serta 92 juta ton limbah per tahun.

Konsumsi produk yang tidak ramah lingkungan dapat menyebabkan permasalahan pada pelestarian ekosistem, serta kesehatan konsumen dalam jangka panjang.

Apalagi aktivitas manusia masih membutuhkan sumber energi yang
masih berasal dari bahan bakar fosil seperti minyak bumi, gas alam, batubara, dan ekstraksi sumber daya alam lainnya.

Jika digunakan terus menerus, bukan saja akan habis melainkan memberikan dampak kerusakan lingkungan jangka panjang. Sama halnya seperti busana yang kita gunakan jika berasal dari trend mode instant siap pakai.

Ancaman Emisi Karbon

Permasalahan saat ini adalah krisis iklim dan pemanasan global. Kedua, krisis pembuangan hasil industri dan lahan untuk pembuangan.

Saat ini, industri fashion menjadi penyumbang sekitar 10% dari emisi karbon, jumlah tersebut melebihi gabungan dari industri pelayaran serta penerbangan.

Industri fashion (sumber : dok pri)
Industri fashion (sumber : dok pri)

Ditambah limbah tekstil yang sulit terurai berkontribusi dalam pemanasan global. Sedangkan pewarna dan bahan kimia lain yang ikut menjadi bagian dari proses produksi tekstil ini larut ke dalam tanah dan bisa mencemari sungai dan sumber air lainnya.

Tanpa adanya perubahan, industri fashion akan membakar minimal seperempat anggaran karbon dunia pada tahun 2050.

Menerapkan Konsep Circular Economy

Salah satu upaya untuk mengatasi masalah ini adalah penerapan konsep circular economy dinilai berpotensi dalam mendorong substitusi impor di sektor industri.


Ekonomi sirkular (sumber : indonesiacef.id)
Ekonomi sirkular (sumber : indonesiacef.id)
Konsep circular economy adalah sebuah konsep ekonomi dalam alur lingkaran tertutup.  Sebuah ekonomi dimana kita berusaha untuk menggunakan sumber daya, bahan baku maupun produk jadi
yang bisa dipakai ulang untuk selama mungkin, dan menghasilkan sampah atau limbah seminimal mungkin.

Ada beberapa konsep yang telah dikembangkan untuk membuat fashion sirkular yakni fashion lambat, fashion sebagai layanan, meningkatkan pengumpulan untuk digunakan kembali, perbaikan baju rusak hingga pengalihgunaan.

Konsep circular economy erat kaitannya dengan salah satu kebijakan yang digulirkan oleh pemerintah, yaitu industri hijau. Implementasi industri hijau adalah mengupayakan efisiensi dan efektivitas terhadap penggunaan sumber daya secara berkelanjutan.

Menciptakan Produk Pakaian dari Limbah

Di industri fashion, potongan kain dapat didaur ulang menjadi barang baru seperti atasan, outer, celana, totebag, dan lainnya.

Saya sempat beebincang dengan Nova, seorang kawan yang memiliki jenama busana Suit Up ini bercerita tentang karya-karyanya yang  mengaplikasikan sustainable fashion. Nova menjelaskan kontribusi industri fashion kepada bumi. Setidaknya seimbang antara pilihan produk fashion yang akan dibeli.

Nova, desainer pakaian yang menerapkan sustainable fashion (sumber : dok pri)
Nova, desainer pakaian yang menerapkan sustainable fashion (sumber : dok pri)
Fashion itu tidak melulu yang di produksi terus. Fashion juga bukan yang orang beli hanya karena suka. Fashion dibeli karena ada makna di dalamnya.

Sehingga pasar dan konsumen tidak hanya membeli saja tapi juga mencintai isi produknya.

Berawal dari Kegelisahan

Kegelisahan Nova muncul dari keprihatinan dunia akan tingginya limbah yang di hasilkan dari sebuah pakaian yang pada akhirnya membuat beban bumi semakin berat.

"Bayangkan, seandainya barang yang bukan dari bahan ramah lingkungan tahan lama, pasti akan berakhir di tempat sampah," ungkap Nova.

Pemikiran lama semua pakaian itu sama, selama harga masih murah, kalau robek tinggal buang dan beli lagi. Ternyata ini salah besar.

Produk pakaian yang telah dirancang (sumber : dok pri)
Produk pakaian yang telah dirancang (sumber : dok pri)
Inisiatif Nova memanfaatkan dan mendaur ulang pakaian yang ada di lemari kita serta memadupadankan dengan pakaian yang lain tetap bisa membuat kita terlihat trendy dan modern di tengah pandemi yang melanda dunia saat ini.

Ide sustainable fashion ini tidak sepenuhnya baru. Sudah ada sejak akhir 1980, jauh sebelum isu ini menjadi trend. Umumnya, sustainable fashion ini melalui beberapa tahapan produksi, tetapi memiliki daya tahan yang lebih baik, dan kualitas lebih tinggi.

Kain sisa produksi diolah kembali (sumber : dok pri)
Kain sisa produksi diolah kembali (sumber : dok pri)
Pakaian yang dirancang oleh Nova merupakan gabungan bahan kain denim dan kain batik sisa. Produk Nova tidak menggunakan bahan polyester walau harganya terjangkau, tapi ujung-ujungnya jadi sampah abadi dan itu menyakiti kita semua.

Seluruh proses produksi dilakukan secara bertanggung jawab serta ramah lingkungan. Tidak hanya ramah lingkungan, sustainable fashion juga berkomitmen menciptakan praktik kerja yang sehat terhadap pekerjanya.

"Tantangan terbesar membuat sustainable product itu adalah materialnya nggak bisa selalu sama," ujar Nova sambil mengirimkan saya gambar baju kreasinya yang menggunakan limbah kain batik.

Alasan ini masuk akal karena kita harus mengolah limbah. Apalagi industri fashion itu penyumbang limbah terbesar kedua setelah migas.

Faktor Pendukung Ekonomi Sirkular

Masa pakai busana yang lebih panjang tentunya akan berkontribusi mengurangi limbah tekstil. Satu pakaian yang digunakan setidaknya 10 bulan, kita sudah kurangi jejak karbon gas 10 persen, bukannya itu menarik?

Diantara sekian banyak konsep ekonomi, tentu menjadi alasan mengapa circular economy bisa memberikan harapan yang lebih baik. Beberapa faktor pendukungnya antara lain :

1. Bermanfaat di Bidang Ekonomi

Dalam ekonomi linier, berusaha untuk membuat pertumbuhan ekonomi dengan menjual sebanyak mungkin produk. Hal akhirnya mendorong kita untuk semakin banyak mengeksploitasi sumber daya alam, sifat konsumtif dan penumpukan lebih banyak sampah.

Perbedaan ekonomi linear dan sirkular (sumber : https://hijauku.com/)
Perbedaan ekonomi linear dan sirkular (sumber : https://hijauku.com/)

Berbeda dengan ekonomi sirkular yang lebih fokus pada efisiensi penggunaan produk dan tahan lama. Limbah yang terbuang dijadikan bernilai kembali dengan sistem daur ulang.

2. Bermanfaat Bagi Lingkungan

Salah satu yang menarik saat menerapkan ekonomi sirkular adalah kita tidak harus merasa bersalah seperti sekarang.

Kerusakan lingkungan dan tumpukan limbah yang tidak diperlukan, untuk mendapatkan kenyamanan semu.

Menerapkan Konsep 5R

Faktanya di lapangan, saya melihat fesyen banyak digandrungi generasi muda pun perlahan menunjukkan perubahan. Dengan keterlibatan banyak generasi muda di industri ini, tak jarang mereka mulai menggerakkan produksi suatu barang yang sustainable.

Dalam konsep circular economy ini ternyata ada prinsip 5R yaitu Reduce, Reuse, Recycle, Recovery dan Repair.

Atasi limbah dari rumah (sumber : dok pri)
Atasi limbah dari rumah (sumber : dok pri)
Untuk lebih mudah memahami, berikut ini penjelasan tentang 5R tersebut :
  1. Reduce: Proses pemotongan kain dilakukan dengan pola yang memungkinkan kain lebih sedikit terbuang. Dengan begitu pemakaian bahan baku benang atau kapas bisa jauh lebih hemat untuk hasil yang sama.
  2. Repair: Saat pakaian itu sudah dipakai dan rusak, dijahit kembali menjadi produk yang sama. Lalu dipakai atau dijual sebagai pakaian bekas layak pakai, sehingga tidak berakhir menjadi sampah.
  3. Reuse: Ketika pakaian sudah sulit untuk diperbaiki, kainnya dipakai lagi untuk fungsi lain. Misal dipakai sebagai lap, lalu jika sudah tidak cukup bersih, bisa dipakai sebagai alat pel.
  4. Recovery: Seandainya pun kain kurang cocok untuk dijadikan sebagai lap, masih bisa dilakukan proses pengolahan kembali. Misalnya dipotong menjadi kain perca untuk kemudian digunakan dalam pembuatan tas, bantal atau kerajinan tangan.
  5. Recycle: Seandainya pun kondisinya sudah tak bisa lagi dipakai sebagai kain, potongan kainnya didaur ulang untuk menjadi pupuk kompos atau dikirimkan ke tempat pengolahan. Khususnya untuk pakaian yang berbahan organik seperti katun, tencel, dan lain sebagainya.

Konsep ramah lingkungan mempengaruhi hampir semua aspek kehidupan. Bahkan saat saya menjadi narasumber berbicara mengenai Branding, ada satu penanya bertanya tentang konsep tersebut.

Saya menjawab bahwa, berbicara sustainable product itu seperti sepaket kado Natal. Label eco-friendly seolah menjadi pertimbangan wajib generasi masa kini untuk membeli.

Walaupun ada sebagian konsumen lebih menyukai produk yang tidak ramah lingkungan. Hal ini bisa dikarenakan kehendak konsumen untuk membeli (willingness to pay). Mereka bersedia membeli tapi tidak mau membayar lebih mahal untuk produk ramah lingkungan.

Langkah yang Dapat Dilakukan

Memperhatikan dampak dari konsumsi pribadi merupakan bagian dari perilaku berkelanjutan, mungkin sudah waktunya untuk saya dan kamu untuk beralih ke konsep ekonomi sirkular.

Bayangkan kalau kita mengambil peran dan aksi yang besar untuk melakukan semua ini lewat cara-cara kecil saja seperti :

1. Konsumsi Lebih Efisien

Saya menyukai prinsip circular economy yakni dengan melakukan konsumsi lebih bijak terhadap produk apapun. Membeli makanan secukupnya, membeli barang hanya jika memang benar-benar diperlukan. Mengurangi berbelanja hanya karena godaan diskon seperti produk pakaian, aksesoris, sepatu, dan lainnya.

2. Konsumsi lebih Bijak

Mengurangi jejak karbon bukan hanya soal membeli atau menggunakan lebih sedikit barang saja. Namun, paling penting adalah bijak dalam memilih produk. Misalkan saja memilih untuk membeli produk lokal dan bangga menggunakannya. Ini saja bisa membantu mengurangi emisi karbon dari produk dengan kita membeli kain dengan bahan yang ramah lingkungan agar dapat dikomposkan kembali.

Selain itu, kita juga bisa memilih untuk menggunakan produk yang pakai ulang dibandingkan produk sekali pakai. Misalnya saat berbelanja kita menggunakan tas belanja kain pakai ulang dibandingkan menggunakan plastik.

Penutup

Saya ingat sebuah ajaran dalam masyarakat Hindu Bali mengenal falsafah Tri Hita Karana, yang berarti tiga penyebab terciptanya kebahagiaan, ketiga hal tersebut berupa hubungan manusia dalam kehidupan ini, yaitu menyatu dengan alam semesta, menyatu dengan sesama (manusia), dan menyatu dengan Sang Pencipta.


Support local produt (sumber : dok pri)
Support local produt (sumber : dok pri)
Pada masa kini, kecenderungan manusia untuk memperoleh hidup yang nyaman mendorong lahirnya kebiasaan hidup (lifestyle) yang berdampak langsung maupun tidak langsung terhadap manusia lain.


Hal ini lebih banyak disebabkan oleh nafsu manusia untuk dapat menguasai alam. Salah satu dampak terbesar aktivitas manusia adalah munculnya gas rumah kaca yang menjadi unsur polutan utama penyebab fenomena pemanasan global. Kita mengenal emisi gas ini sebagai jejak karbon.

Singkat kata, jangan sampai konsumsi manusia akan gaya dan busana "merusak" upaya merawat Bumi yang makin tua. Dan, untuk brand semoga terbangun kesadarannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun