“Terima kasih pak. Selama datang di kampung Yenbuba kami. Kampung ini memang mampu membuat tiap orang merasa jatuh hati.”
Saya bertanya dengan kehadiran gereja di tengah kampung, apakah tidak menganggu dengan warga lain yang memeluk agama lain? Jawab bapak tersebut tidak, walaupun mayoritas kepala keluarga di kampung ini adalah nasrani tapi mereka tetap harmoni bersama pemeluk agama lainnya. Hati saya langsung bahagia mendengar jawabannya. Cinta damai akan membuat hidup lebih rukun dan nyaman. Makanya saya merasa damai sewaktu berada di kampung ini. Ditambahkan dengan cantiknya pemandangan bawah laut yang ada di Yenbuba.
Wajar sekali kenapa beberapa traveller mengatakan Raja Ampat merupakan destinasi terakhir mereka setelah puas menyambangi pulau-pulau yang ada di Indonesia Timur. Mereka takut sekali nantinya akan ternodai sewaktu menikmati alam Indonesia Timur seutuhnya. Sebab memang Raja Ampat merupakan surga tersembunyi di Timur. Potensi bahari yang masih alami dengan penduduk lokal yang sangat ramah tentunya membuat tiap orang yang pernah datang ke Raja Ampat akan balik kembali.
Datang ke Papua Barat dengan stigma penduduk lokal dengan baju rumbai-rumbai, bagi yang laki menggunakan koteka, ada perang antar suku dan sebagainya membuat pandangan saya berubah. Mereka tidak demikian, khususnya Raja Ampat. “Buktinya saya pakai handphone yang bisa terhubung internetnya, bang.” Ujar Bang Icad yang merupakan bagian dari tur lokal kami.
Ayolah kita menabung receh kembali untuk bisa mendaki puncak Wayag!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H