Mohon tunggu...
Anis YuniAstuti
Anis YuniAstuti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Masih menjadi seorang Mahasiswa Di STKIP PGRI TRENGGALEK

Gemini

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tugasku adalah Melawan

10 November 2023   08:48 Diperbarui: 10 November 2023   08:51 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kusingkap selimut yang menutup kakiku. Dan kulihat kaki kananku telah buntung sebatas lutut. Air mataku tak terbendung. Aku meraung. Tak percaya atas apa yang kulihat. Aku mulai membayangkan, aku akan memakai tongkat penyangga seumur hidupku.

"Maafkan saya mas, kami terpaksa mengamputasi kaki kanan anda. Sebab, infeksi itu akan menjalar jika tak dilakukan amputasi. Sekali lagi maafkan saya," kata dokter di pos medis.

Aku diam saja. Tak menjawab sepatah katapun. Pikiranku menerawang hari-hari yang akan kujalani dengan kaki buntung ini. Di dalam hati aku masih belum bisa menerima, meski akalku mencoba untuk menghibur dengan kata-kata mutiara. Bahkan ingatan tentang semua ajaran Guruku masih belum bisa menenteramkan hatiku.

**

Berita tewasnya Sang Jenderal menggemparkan pihak Sekutu. Baru kali ini dalam perang, Jenderal mereka terbunuh. Mereka pun menuduh pihak Indonesia telah melanggar gencatan senjata dan secara licik membunuh sang Jenderal. Dengan tuduhan tersebut, Sekutu memperoleh alasan untuk membersihkan kekuatan bersenjata Indonesia, khususnya rakyat Surabaya.

Keesokan harinya, Sekutu memperingatkan rakyat Surabaya agar menyerah, jika tidak, Surabaya akan dibumihanguskan. Tetapi rakyat Surabaya menolak. Setelah mendapat penolakan, Divisi 5 Inggris yang berkekuatan 24.000 tentara mendarat diam-diam di Surabaya. Selain diperkuat oleh sisa Brigade 49, masih ditambah 1500 Marinir dan dilengkapi dengan pesawat tempur Thunderbolt, Mosquito, dan tank kelas Sherman yang merupakan senjata tercanggih.

Sekutu kemudian memberikan ultimatum sampai batas waktu tanggal 10 November pukul enam pagi. Ultimatum yang isinya adalah bahwa kami harus menyerahkan senjata dengan tangan di atas kepala layaknya seorang tawanan. Jika tak menghiraukan peringatan keras ini maka, kota Surabaya akan diratakan dengan tanah.

Aku yang mendengar tentang ultimatum ini tak kuasa menahan emosi. Kami begitu direndahkan, seakan-akan kami adalah pembantu yang harus menurut pada majikan. Sebelum waktu ultimatum habis, kami telah membuat persiapan dengan membuat pertahanan di tiga sektor.

Pagi ini suasana begitu mencekam. Surabaya membara. Suara dentuman tak henti-hentinya terdengar. Bom meledak di mana-mana. Dari arah pelabuhan, kapal perang terus menembak. Dari atas, pesawat Thunderbolt dan Mosquito menjatuhkan telur-telur yang menghancurkan bangunan dan rumah-rumah.

Di darat, tank Sherman pun mengamuk. Inggris menggempur Surabaya secara brutal dengan seluruh armada darat, laut, dan udara. Pemboman secara membabi-buta ini telah menimbulkan korban yang sangat besar. Ratusan orang tewas dan luka-luka. Inggris juga berhasil menguasai garis pertama pertahanan rakyat Surabaya.

Kami tidak tinggal diam. Kami melakukan perlawanan atas serangan tersebut. Berbekal keyakinan dan keberanian, kami pun balas menyerang. Orasi Bung Tomo yang kami dengar di radio, kian membakar semangat kami untuk mengusir penjajah. Pertempuran terus berlanjut hingga tiga minggu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun