Setelah melaksanakan salat Isa ayah, aku, dan adik-adikku duduk di ruang keluarga. Saat itu ayah menceritakan perjalanan hidupnya sejak masih kecil hingga berumahtangga dan memiliki banyak cucu.
Banyak sekali yang disampaikan ayah pada malam itu. Ayah mengungkapkan harapannya pada anak-anak supaya menjaga kerukunan rumah tangga masing-masing dan jangan sampai bercerai. "Apapun permasalahannya, jangan sampai berpisah." ungkapnya. Ayah mencontohkan rumah tangga ayah sendiri yang sudah mengalami kisah pahit getir selama 50 tahun. "Pokoknya hanya kematian yang bisa memisahkan," lanjut ayah dengan menyebutkan nama-nama anaknya semua untuk menegaskan jangan sampai bercerai
Ayah juga mengharapkan jika ajal menjemputnya, Â ayah tidak ingin merepotkan anak-anak. "Maksudnya merepotkan itu misal bapak diberi sakit parah yang buang kotoran di tempat tidur, anak-anak repot merawat khawatirnya jadi menambah dosa kalau nggak ikhlas," begitu kata ayah. Saat itu dalam pikiranku dan adik-adik, hal seperti itu sudah wajar dilakukan seorang anak bahkan menjadi kewajiban anak-anak merawat orang tua sendiri.
Tetapi doa dan harapan ayah yang sering diungkapkan, bukan hanya pada malam itu, dikabulkan Allah. Ayah meninggal dunia lantaran sakit ringan. Dan tidak sampai merepotkan anak-anak untuk merawatnya.
Luka kecil di kaki akibat kecelakaan ringan saat mau menengok adik perempuanku yang sedang dirawat di rumah sakit menjadi penyebab kematian ayah. Luka yang hanya sekitar tiga centimeter ternyata menyebabkan infeksi hingga ke jantung dan paru-paru.
Aku yang menunggu ayah sendiri di ruang IGD menyaksikan menit-menit terakhir ayah hidup di dunia. Saat itu ayah sempat mengungkapkan harapannya anak-anak semua ngumpul. "Sebenarnya bapak ingin anak-anak ngumpul semua di sini," begitu ucap ayah sambil merasakan sesak nafas. Aku jawab supaya ayah menunggu karena adik-adikku yang di NTB dan Tulung Agung sedang dalam perjalan.
Aku memintakan maaf semua kesalahan keluarga, terutama adik-adikku. Ayah menjawab lemah, "Iya..., bapak memaafkan banget pada semua, bapak juga minta maaf pada anak-anak semua."
Kupeluk tubuh ayah dan kuciumi pipinya.
Ayah masih sempat  berpesan supaya anak-anak pada guyub rukun dan akur. Persis yang disampaikan pada malam itu beberapa bulan sebelum ayah meninggal saat anak-anak diminta kumpul.
Sebelum adik-adikku sampai di rumah sakit dan melepas kepergian ayah, ternyata Allah berkehendak lain. Ayah meninggal setelah berkali-kali memohon ampunan atas semua kesalahan dan dosa-dosa selama hidupnya. Puluhan kali ayah mengucapkan syahadat dan kalimat Laailaahaillallah. Semua aku saksikan sendiri. Aku dengar sendiri.
Ayahku, sosok laki-laki hebat pejuang keluarga telah meninggalkan kami untuk selama-lamanya. Ayah meninggal dengan tidak merepotkan anak-anaknya sesuai keinginan pada masa hidupnya.
Pesan-pesan terakhir ayah yang sangat mulia aku pegang hingga sekarang. Dan selalu berusaha menjaga kerukunan dengan adik-adikku.