Mohon tunggu...
Ety Supriyatin
Ety Supriyatin Mohon Tunggu... Lainnya - Pembaca

Menulis apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan. ■JUST BE MYSELF■

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Cinta Membawa Derita

15 Februari 2023   10:52 Diperbarui: 15 Februari 2023   11:04 610
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mestinya pada hari kasih sayang, merayakannya bersama orang-orang tersayang. Tapi nasi sudah menjadi bubur. Bubur ayam rasa gado-gado. Nggak enak kali ya? Minumnya kopi pahit. Berbagai merk kopi tanpa gula, campur jadi satu. Mantap pahitnya. Yang menyeduh nurut saja. Karena pahit, kena deh cipratan dari muntahan kopi yang pahit. Salah siapa coba. Salah semua! Lantaran berawal ada yang ingin menjadi kopi pahit. Terus, setelah menjadi kopi pahit, ya sudah tak bisa berubah jadi manis.

Tentang cinta, manisnya hanya di awal saja. Survey membuktikan. Ibarat Hukum Gossen pertama, yang saya sebut "kenikmatan ekonomi" dan saya menjabarkan begini: Jika pemuasan terhadap suatu benda berlangsung atau dilakukan   terus-menerus, kenikmatan awal mencapai kepuasan tertinggi. Makin lama makin turun dan berkurang, sampai akhirnya mencapai suatu kejenuhan atau titik nol.

Analoginya begini:

Ketika merasakan haus, minum air putih seteguk pertama akan terasa nikmat sekali. Lebih tepatnya segar di mulut dan tenggorokan. Seteguk ke dua, sedikit turun rasa nikmatnya (baca segar). Ke tiga, ke empat dan seterusnya akan berkurang dan semakin hilang nikmatnya.

Begitu pun dengan cinta. Sekali lagi, cinta manisnya di awal saja.

Bisa kita buktikan! Juga dengan cinta Putri Candrawati. Meskipun sudah dibuat bahagia dengan bergelimang harta, cintanya pada Ferdy Sambo semakin luntur. Ini bukan hoax, walaupun saya tidak tahu langsung kebenaran perselingkuhan ibu Putri. Tapi isu santer dan viral mendunia, yang memicu terjadinya pembunuhan Brigadir J lantaran perselingkuhan ibu Putri.

Kasus itu sangat menyita perhatian publik. Dari awal terungkap kasus hingga proses persidangan sampai dijatuhkannya vonis mati hakim pada Ferdy Sambo, hampir semua orang menyambut dengan suka cinta. Ikut senang. Mengacungi jempol pada hakim. Hingga di Kompasiana ramai-ramai menulis artikel seputar kasus pembunuhan Brigadir J dan vonis mati Ferdy Sambo.

Entahlah akhir dari cerita peradilan Sambo nantinya. Banyak yang meragukan. Banyak yang masih mengira vonis itu hanya meredam gejolak publik sesaat. Kita sedang menyaksikan dagelan peradilan,  begitu kata sebagian orang. Padahal tentu mereka yang berkompeten sudah sangat berusaha maksimal menegakkan hukum seadil-adilnya. Merasa lelah.

Daripada saya ikut-ikutan menghujat, membenci dan murka sama Sambo,   saya lebih fokus ke cinta Sambo.
Hati saya tergerak untuk menulis seputar cintanya pada ibu Putri, menurut versi saya.

Bukan saya ingin disebut netizen yang baik (mungkin justru saya menulis ini ada yang mengecam), tapi saya ingin beropini dari sisi hati manusia yang semua orang memilikinya. Perasaan cinta. Ya, Ferdy Sambo laki-laki yang sudah mempertaruhkan karir, jabatan, jiwa dan raganya demi cinta. Mengorbankan seluruh hidupnya dan nyawanya, demi cinta.

Sembari mendengarkan lagu "Cinta Membawa Derita", dalam perjalanan menuju ke Brebes tempat bude, saya membuat tulisan ini. Melalu ponsel. Lagu yang saya dengarkan juga dari ponsel yang saya gunakan untuk mengetik.
Berikut saya tuliskan bagian lirik lagu milik Andra Respati yang  seolah menyuarakan isi hati Sambo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun