Mohon tunggu...
Duta 'co Henk' Angkasa'4927
Duta 'co Henk' Angkasa'4927 Mohon Tunggu... profesional -

"Quod Volimus Credimus Libinter "

Selanjutnya

Tutup

Politik

Macan Menggugat Politikus "Ini"

2 Oktober 2014   21:13 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:37 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

episode : anak begawan melawan alam

"Alam itu netral, tidak jahat, tidak baik. Manusialah yang memaknai alam itu sebagai jahat atau baik sesuai dengan kepentingan dan keinginannya".

"Dalam ekosistem, justru manusialah yang menjadi musuh dari alam dan binatang-binatang ini karena merusak keseimbangan ekosistem dengan membunuhi hewan-hewan yang dianggap sebagai predator. Di alam, para predator itu hanya menjalankan tugasnya sebagai predator dan makan hewan yang memang menjadi buruan mereka".

"Sementara manusia berburu hanya untuk bersenang-senang dan melindungi kepentingannya sendiri tanpa mempedulikan apakah hewan itu menjadi langka atau punah".

Bila kita mencermati prilaku poliTIKUS yang juga anak begawan (Liberalis) sekaligus BEKAS TENTARA yang akhirnya DIBERHENTIKAN ( dengan hormat) dari dinas ketentaraannya ini,  dengan AKROBAT nya dalam peta politik kotemporer Indonesia akhir - akhir ini, yang pantang surut langkah meski berhadapan dengan kegeraman publik terhadap tak terbendungnya syahwat kekuasaannya dengan menggulirkan PILKADA TIDAK LANGSUNG,yang mengecewakan pihak yang tak menghendaki upaya politik yang dianggap merampas hak konstitusi atau suara rakyat, MESTINYA sudah dapat diprediksi sejak awal selain dengan memahami REKAM JEJAK nya dan setiap episode iklannya yang mengidentifikasikan dirinya sebagai MACAN ASIA.

Julukan Macan Asia pernah disandang oleh Indonesia saat Rezim otoriter ORBA, Macan Asia Timur juga dikenal sebagai Empat Naga Kecil Asia merujuk pada perekonomian di Hong Kong, Singapura, Korea Selatan, dan Taiwan.

Negara-negara tersebut berhasil menjaga pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan industrialisasi yang cepat antara awal tahun 1960-an dan 1990-an.

Karakteristik umum dari Macan Asia Timur adalah:

1. Memusatkan ekspor ke negara industri yang lebih kaya.

2. Surplus perdagangan dengan negara-negara industri maju tersebut.

3. Mempertahankan pertumbuhan digit-ganda untuk beberapa dekade.

4. SISTEM POLITIK  yang cenderung TIDAK DEMORATIS dan OTORITER.

5. Bea tinggi untuk impor.

6. Mata uang di bawah harga.

7. Pemegangan "bond/obligasi" harta A.S. yang tinggi.

8. Suku bunga simpanan yang tinggi.

Memahami karakteristik umum negara - negara berjulukan Macan ini, tentunya menjadi hal yang dapat mempertajam lensa pandangan kita, bahwa poliTIKUS - BEKAS tentara ini hanya dapat SURVIVE dalam sistem politik yang cenderung TIDAK DEMOKRATIS dan OTORITARIAN.

Namun demikian, menurut "penulis" ; melekatkan julukan "MACAN" asia pada poliTIKUS pecatan TENTARA ini, adalah bentuk penghinaan terhadap MACAN, jika menapak tilasi jejak yang ditinggalkan poliTIKUS ini saat masih menjadi tentara, dengan dugaan keterlibatannya dalam tragedi kemanusian :


  • Pada tahun 1990-an, terkait dengan sejumlah kasus pelanggaran HAM di Timor Timur.
  • Pada tahun 1995, ia dituduh menggerakkan pasukan ilegal yang melancarkan AKSI TEROR ke warga sipil di Timor Timur. Peristiwa ini membuatnya nyaris baku hantam dengan Komandan Korem Timor Timur saat itu, Kolonel Inf Kiki Syahnakri, di kantor Pangdam IX Udayana, Mayjen TNI Adang Ruchiatna.
  • Ia juga diduga terlibat dalam peristiwa pembantaian Kraras yang terjadi pada tahun 1983 di Timor Timur. Ia sendiri membantah dan menyebutnya sebagai tuduhan tak berdasar. Sementara itu, seperti yang tertulis dalam sebuah dokumen yang dibawa dari Dili ke Lisbon pada Juni 1989 oleh seorang pengungsi, dua puluh orang ditembak mati oleh tentara-tentara yang berada di bawah komandonya di wilayah Bere-Coli, Baucau, antara 12 hingga 15 April 1989.
  • Pada tahun 1997, Ia diduga kuat mendalangi penculikan dan penghilangan paksa terhadap sejumlah aktivis pro-Reformasi. Setidaknya 14 orang, termasuk seniman 'Teater Rakyat' Widji Thukul, aktivis Herman Hendrawan, dan Petrus Bima masih hilang dan belum ditemukan hingga sekarang. Mereka diyakini sudah meninggal.
  • Ia sendiri MENGAKUI memerintahkan Tim Mawar untuk mengeksekusi operasi tersebut karena menurutnya hal tersebut merupakan hal yang benar menurut rezim saat itu.
  • Ia hanya MENGAKUI menculik 9 orang aktivis pada saat itu, yang semuanya telah ia kembalikan dalam keadaan hidup. Sementara 13 orang sisanya, ia tidak tahu-menahu. Pernyataan ini dikuatkan oleh Pius Lustrilanang, yang mengaku telah dimintai maaf olehnya.
  • Sementara saat mengumumkan pembebastugasannya , Jenderal TNI Wiranto menyatakan bahwa ia dapat diadili karena adanya bukti keterlibatannya dalam kasus penculikan aktivis ini.Namun, Ia  masih belum diadili atas kasus tersebut hingga sekarang walau anggota Tim Mawar sudah dijebloskan ke penjara.

Selain itu watak dan prilaku poliTIKUS pecatan tentara ini, yang seringkali  bicara keras, bombastis dan tampak geram di podium - podium politiknya, sangat berbeda dengan WATAK Macan yang pendiam.
" WATAK MACAN ITU PENDIAM, YANG SELALU MENGGONGGONG TENTUNYA BUKAN MACAN"

Dari semua rangkaian kontroversi dalam rekam jejak poliTikus ini, cukup menjelaskan bahwa melekatkan julukan MACAN Asia pada poliTIKUS ini adalah penghinaan terhadap MACAN karena MACAN tak berwatak dan sebuas poliTIKUS ini.
Menonton akrobat politik yang dimainkan oleh poliTIKUS ini di panggung parlemen dan kegaduhan politik yang ditimbulkan oleh koalisi yang dikomandoi oleh poliTIKUS "INI" serta  peran watak yang ditampilkannya, mengingatkan penulis pada;
"Kisah Lutung Kasarung di Jawa Barat, yang berakhir dengan kisah sang anak yang membunuh bapaknya yang merupakan salah satu contoh par excellence Oedipal dalam budaya Indonesia, yang menguatkan diktum Freud sedang terjadi dalam kegaduhan politik di Indonesia".
Samuel Leff, antropolog yang pernah menjadi aktivis pada dekade 1960an, juga mengungkapkan pentunjuk umum tabiat anak mami dalam politik Amerika Serikat.
Menurutnya, mereka terbiasa mengekspresikan gaya SUPERMACHO dalam segitiga persaingan Oedipal super kompetitif antara ibu, anak lelaki, dan ayahnya.
Sebagai anak mami, secara intuitif watak anak mami ini; KERAS KEPALA, AROGAN dan SENANG BERTARUNG TANPA KOMPROMI walau mengakibatkan kerugian besar bagi orang banyak.

Berbagai cara akan ditempuh oleh poliTIKUS "INI", untuk sampai di kursi kekuasaan, mereka akan menjadi sosok sado masokis ekstrem, yang senang dengan penderitaan orang-orang yang dianggap lawan politik mereka (termasuk publik yang tidak setuju terhadap kebijakan Pilkada tidak langsung) hanya untuk kesenangan pribadi atau kelompok mereka.
Tabiat itu sesungguhnya tetap lekat dalam politik Indonesia masa kini. Harapan publik sebagai ayah kandung yang menempatkan politisi anak mami dalam kursi kekuasaan, telah mati dibunuh dalam akrobat politik politisi di parlemen.
Benar bahwa; manusia dan politik merupakan dua jenis entitas yang tidak dapat dipisahkan. Politik adalah sebuah tindakan yang hanya bisa dilakukan oleh makhluk yang bernama manusia.
Dalam kerangka inilah kita seharusnya memahami secara tepat terhadap apa yang oleh filsuf Yunani, Aristoteles, didefinisikan sebagai zoon politikon?
"MANUSIA adalah BINATANG yang BERPOLITIK"
Dalam karya legendarisnya, Politics, Aristoteles menggariskan tentang posisi manusia terkait dengan penyelenggaraan kekuasaan (baca: berpolitik) demi mencapai kemaslahatan publik atau res publica.
Di koordinat inilah letak perbedaan mendasar antara manusia dan jenis makhluk lain (baca: BINATANG ) yang tidak memiliki kapasitas berpolitik.
Untuk meraih tujuan hidupnya, BINATANG mengandalkan cara-cara di luar kualitas manusia. Oleh karena itu, manusia secara etis dituntut untuk membuktikan bahwa dirinya berbeda dengan jenis makhluk lain. (baca: BINATANG ).
Berpolitik adalah salah satu tindakan yang merupakan GARIS DEMARKASI dari kedua jenis makhluk tersebut.

Atas dasar itu, kita dapat memahami sepenuhnya mengapa Aristoteles menempatkan kata politikon di belakang kata zoon.
Bertolak dari pengertian di atas, maka berpolitik adalah suatu ciri peradaban manusia.
Oleh karena itu, politik, pada dirinya, tertanam hakikat kemanusiaan universal. Ini berarti bahwa berpolitik ditujukan untuk mempertinggi kemuliaan manusia, BUKAN SEBALIKNYA.
Dengan demikian, dalam perspektif Aristotelian, tindakan politik bermakna sejauh ia menjadi sarana manusia untuk mewujudkan kemanusiaannya.
Politik akan kehilangan nilai profetiknya jika ia tidak berada dalam koridor nilai tersebut. Dalam kerangka inilah pengertian zoon politikon diletakkan.
Patut disayangkan jika perpolitikan di Tanah Air dewasa ini ini tidak berada di dalam makna etisnya. Hubungan komunikasi antar-para politisi, misalnya, tidak dibangun atas dasar kontestasi argumentasi yang dituntun oleh visi, melainkan diwarnai oleh saling cerca dan ancam.
Perdebatan bermutu menyangkut pencarian berbagai kemungkinan mencapai kemaslahatan publik, sebagaimana yang terjadi pada era Demokrasi Parlementer, tidak lagi dapat dijumpai saat ini.
Yang menjadi barang "dagangan" kalangan politisi untuk meraih dukungan adalah uang dan kekerasan, yang kadang kala diimbuhi dengan upaya PENCITRAAN di media massa. ini mengakibatkan politik menjadi korban stigma dan salah kaprah.

Jadi dapat dipahami jika masyarakat awam tidak lagi dapat membedakan antara tindakan tipu daya dan tindakan politik. Keduanya telanjur dianggap identik.

Terlebih menempatkan seorang "SETYA  NOVANTO" - terperiksa kasus korupsi di KPK sebagai pimpinan di parlemen, sehingga dapat dimaklumi jika politik teleh terstigma sebagai :

"Politik adalah tipu daya, tipu daya adalah politik".

Padahal, berbagai bentuk perilaku semacam itu jelas tak sama dengan makna dasar politik yang sesungguhnya.

Di tengah kondisi perpolitikan kita yang selalu dirundung kekisruhan tersebut, gagasan zoon politikon yang dilontarkan Aristoteles beberapa abad yang lalu itu agaknya relevan untuk dijadikan upaya berkaca-diri.

Perpolitikan di Tanah Air masih harus menempuh perjalanan panjang untuk sampai pada keadaban politik sebagai dasar terwujudnya RES PUBLICA.

Hari ini, kita juga memahami, jika akhirnya kisah "ANJING  BERKOKOK, TIKUS MENGGONGGONG adalah keniscayaan.

BINATANG yang menggonggong HANYA SATU, tapi kepribadiannya terpecah menjadi ENAM hingga TUJUH macam bahkan bisa lebih.



Hari ini, sudah tidak ada lagi Tikus yang bodoh, yang hanya bekerja sama dengan sesama tikus, untuk melawan kucing yang berkoalisi dengan sesama kucing. Bahkan hari ini tikus putih tidak lagi hanya menjadi hewan percobaan di laboratorium biologi manusia, tapi tikus putih pun sudah piawai mencuri sapi dengan mengibarkan bendera KEADILAN SEJAHTERA.

Hari ini, sepertinya MACAN TIDAK SELALU MENJADI MACAN,  kapan saja SANG MACAN HARUS SIAP MENJADI AYAM, semua tergantung kepentingannya.

Hari ini, ANJING TIDAK SELALU DAPAT KITA SEBUT ANJING, SETIAP SAAT ANJING HARUS BERSEDIA MENJADI BUNGLON, kalau kenyataannya partai bunglon yang lebih siap diajak maling atau jika perlu melakukan makar atau kudeta berdarah sekalipun, yang terpenting bagi mereka adalah tahta.

Visi dan misinya menggonggong bahkan ideologi nya pun menggonggong.

Namun, genderang perang "BUMI HANGUS" telah ditabuh poliTIKUS BEKAS TENTARA ini dan sejarah akan mencatat bahwa;

POLITIKUS "INI" LEBIH BUAS DARIPADA MACAN

Dan mengutip apa yang dikatakan Aristoteles bahwa; "manusia adalah binatang yang berpolitik", maka penulis akan menyatakan bahwa; hari ini koalisi binatang Merah Putih telah memasuki fase metamorfosis menjadi POHON BERINGIN.

Kawanan binatang dalam koalisi merah darah ini, telah berpikir bahwa; mereka memilih bermetamorfosis menjadi POHON BERINGIN; karena mereka meyakini dengan bermetomorfosisRaja hutan pun akan BERTEDUH dibawahnya.

Namun kawanan koalisi binatang ini lupa bahwa;

Metamorfosis sangatlah beragam dan TIDAK SEMUA makhluk bermetamorfosis secara sempurna.

Kecoak, salah satu serangga tertua, hanya mengalami metamorfosis tak sempurna,versi belum dewasa relatif mirip dengan versi dewasa mereka. Karena tidak ada faktor/tekanan untuk berubah, kecoak tetap mengalami proses seperti ini dan mewariskan hal tersebut pada generasi berikutnya.

Seperti karya SBY dalam buku setebal 824 halaman, yang berjudul "SELALU ADA PILIHAN" dengan sub judulnya : "untuk pecinta demokrasi dan para pemimpin Indonesia mendatang".

Maka, penulis juga perlu menyatakan bahwa rakyat SELALU "PUNYA" PILIHAN;

" TUMBANGKAN POHON BERINGIN ITU".

Salam pergerakan !!!

Duta ko henk Angkasa'4927

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun