DAMKAR SWASTA DI KALBAR : Â KEBAIKAN HATI YANG MENEMBUS SEKAT-SEKAT SARAÂ
*Heru Susetyo & Tim Riset Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Pekerjaan ini tak ada gajinya. Â Tak ada jam kerja pastinya, Â Kadang di tengah malam. Kadang di pagi buta. Â Kadang di siang bolong. Â Acapkali tinggalkan anak, istri, suami di waktu-waktu penting. Dan tidak selalu menuai pujian. Â Tak sedikit yang malah mendapat cacian. Â Itulah para pemadam kebakaran swasta di Kalimantan Barat.
Aneh memang. Â Di pulau Jawa yang namanya pemadam kebakaran, alias damkar, Â adalah satuan kerja bagian dari pemerintah kota atau kabupaten. Â Namun di Kalimantan, Â utamanya di Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan, masyarakat mendirikan dan mengelola sendiri pemadam kebakaran-nya.Â
Pemadam kebakaran swasta di Pontianak telah hadir sejak tahun 1982. Kini semua berhimpun di bawah Forum Komunikasi Pemadam Kebakaran Swasta Pontianak. Â Panggilan jiwa adalah salah satu motivasinya, Â tutur Pak Ateng. Â Pak Ateng Tanjaya, Â alias Alfa Tango, adalah Komandan Damkar Swasta se- Pontianak (bahkan berpengaruh hingga seluruh Kalbar). Ia adalah figur sentral bagi sekitar 100 an BPKS di Kota Bumi Khatulistiwa ini. Di usia 73 tahun ini beliau masih tetap semangat dan senang berbagi kisah tentang BPKS di Pontianak. "Menolong orang itu panggilan hati, kita tak minta dibayar siapapun. Ada kepuasan kalo bisa menolong orang," ujarnya lagi. Pagi, siang, malam, subuh, Â kapanpun apabila ada panggilan emergency, Â anggota-anggota saya langsung loncat dan bergegas menuju KTP. Dalam situasi apapun !", Â tambah Pak Ateng.Â
Selain itu adalah masalah pembuktian. Â Pembuktian bahwa warga keturunan Tionghoa dapat menjadi relawan seperti etnis lainnya di Indonesia. Apalagi, pada saat tersebut diskriminasi terhadap masyarakat dengan keturunan Tionghoa sangat melonjak tinggi.
Prinsip anggota damkar swasta di Pontianak maupun Singkawang adalah menolong sesama. Â Tanpa mengharapkan imbalan balik. Â dilakukan. Mereka percaya, bahwa setiap kebaikan yang diperbuat akan mendapatkan balasan baik dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Â "Ini mungkin susah dijelaskan Pak, Â tapi memang ini adalah bagian dari calling. Â Rata-rata teman-teman yang bergabung ke BPKS adalah karena panggilan kemanusiaan dan hati nurani," tukas Ibu Malika.
Ibu Malika a.k.a Tjhai Nyit Khim, adalahh srikandi komandan Asosiasi Badan Pemadam Kebakaran Swasta Kota Singkawang. Memimpin 8 (delapan) BPKS se Kota Singkawang yang rata-rata  pria adalah tidak mudah. Apalagi di Kota Singkawang tak ada Damkar pemerintah. Yang ada damkar yang dikelola swasta seperti ini. Ada keterbatasan alat, bahan bakar, fasilitas, SDM, dana, waktu. "Namun kami tetap bertahan dan relawan kami terus bertambah, tanpa dibayar. Ada kepuasan tersendiri apabila bisa menolong orang lain. Ini panggilan jiwa," ujar Ibu Malika penuh semangat.
Motivasi pendukung lainnya adalah faktor turun temurun di keluarga, dimana orang tua atau kakek neneknya yang juga menjadi pemadam di masa lalu.
Visi dan misi dari BPKS bersifat sosial, sukarela dan non-profit, sehingga para anggota tidak digaji dan tak dapat keuntungan materil apapun. Karena memang bukan keuntungan materiil yang mereka kejar. Â Tak ada peraturan terikat tentang ini. Â Namun, Â umumnya memang tak ada gaji atau honor bulanan. Â Jadi, ini memang urusan panggilan hati dan bukan semata-mata karena cuan.
Padahal pekerjaan mereka tidak sekedar memadamkan kebakaran.  Pada prakteknya  damkar swasta juga melakukan kegiatan emergency yang lain.  Evakuasi korban tenggelam di sungai/ laut,  upaya penyelamatan hewan peliharaan,  pembersihan sarang tawon,  memindahkan ular berbisa, membersihkan minyak solar yang acap kali tumpah di jalanan Pontianak.  Bahkan berkontribusi dalam menumpas kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).  Walau,  fasilitas, sarana, prasarana, dana dan teknologi yang mereka gunakan tidak memadai.
Di masa Covid-19, BPKS juga memberikan layanan tambahan. Â Membantu pelaksanaan kegiatan vaksinasi dosis 1, 2, dan 3 dengan menjadikan posko-nya sebagai tempat vaksinasi. Selain itu, tiap BPKS juga menyiapkan armada ambulans-nya untuk evakuasi, terutama pada pasien positif Covid-19 yang perlu segera dirujuk ke rumah sakit. Â Hebatnya, Â mereka tak memasang tarif apapun. Gratis saja.
Uniknya, damkar swasta ini adalah swadaya dan juga swadana.  Kegiatan mereka  adalah dari sumber mereka sendiri dan dari iuran warga sekitar. Iuran warga tersebut kemudian digunakan untuk membeli peralatan pemadam kebakaran yang dibutuhkan mulai dari selang air hingga untuk modifikasi mobil pemadam kebakaran.  Apalagi harga selang air memang mahal.  Berkisar empat juta rupiah.  Dan dalam setiap mobil tak cukup hanya satu selang air.
Kekurangan dari Damkar Swasta adalah ketiadaan SOP dalam kegiatan pemadaman. Â Mereka ikut pelatihan, Â ikut sertifikasi, Â tapi tidak semua memiliki SOP dalam berkegiatan. Â Dampaknya, seringkali personil dan armada yang dikerahkan ke tempat kejadian kebakaran adalah berlebihan dan tumpang tindih. Sehingga malah mengakibatkan kerusakan yang lebih pada rumah dan furnitur dari bangunan yang terbakar.
Terdapat 8 (delapan) BPKS yang beroperasi di Singkawang. Delapan BPKS tersebut adalah BPKS Bhakti Suci, Tua Pekong, Widia Bhakti, Dwi Tunggal, Pasar Turi, Siaga, Mandi, dan Pasar Kulor. Kedelapan BPKS ini dikoordinasikan dibawah forum komunikasi yang dinamakan Asosiasi BPKS Singkawang.
Damkar swasta Bhakti Suci mengawali kegiatannya pada tahun 1976 dengan melakukan penggalangan dana untuk membantu fasilitas pemadaman kebakaran bagi masyarakat Singkawang yang mengalami musibah kebakaran. Pada tahun 1981 Bhakti Suci mulai beroperasi sebagai Badan Pemadam Kebakaran Swasta (BPKS). Hal ini menjadikan BPKS Bhakti Suci sebagai damkar swasta tertua dan pelopor dari BPKS-BPKS lainnya. Pada 13 Juli 2004 lahir BPKS Toa Pekong lalu BPKS Widia Bhakti dan Dwi Tunggal pada tahun 2007. Â Pada tahun 2008 berdiri BPKS Pasar Turi. Â Dan, Â pada tahun 2018 baru berdiri kembali BPKS baru yang menamai diri mereka sebagai BPKS Siaga, Mandiri, dan Pasar Kulor. Setahun kemudian, pada tahun 2019 berdiri Asosiasi Pemadam Kebakaran Swasta Kota Singkawang (APKS).
BPKS di Singkawang masing-masing memiliki personil tidak kurang dari 40 orang termasuk pengurus. Personil BPKS Widya Bakti mencapai 80 anggota, yang berarti menjadi jumlah terbanyak dibanding BPKS lainnya. BPKS Siaga memiliki kurang lebih 60 personil, sedangkan Bhakti Suci yang paling tua hingga Pasar Kulor sebagai yang termuda, memiliki personil dengan rentang antara 40 hingga 50 orang. Personil dan pengurus di masing-masing BPKS didominasi oleh laki-laki rentang usia 18 hingga 50-an tahun dan berasal dari berbagai etnis. Para pemadam memiliki pekerjaan tetap masing-masing, sehingga bergabung di BPKS menjadi kegiatan sosial yang dilakukan di luar pekerjaan rutinnya. BPKS Siaga bahkan memiliki tenaga dokter, meskipun tidak selalu turun ke lapangan.
Relawan perempuan boleh bergabung sebagai anggota. Hampir seluruh BPKS memiliki anggota perempuan atau "srikandi. Jumlah srikandi masing-masing antara 2 hingga 6 orang srikandi. BPKS Pasar Kulor memiliki tenaga srikandi paling banyak yaitu 10 orang dari 45 total personil. Para srikandi yang tidak kuat untuk memadamkan api secara langsung dapat bertugas untuk melakukan evakuasi.
Sistem rekrutmen anggota dalam tiap BPKS relatif sama. Berdasarkan keterangan Bu Malika, BPKS selalu terbuka dengan warga yang datang ke posko untuk bergabung menjadi relawan. Selanjutnya, BPKS terkait akan menilai performa mereka untuk jangka waktu atau jumlah kegiatan tertentu. BPKS Dwi Tunggal misalnya, menetapkan agar orang yang hendak bergabung menjadi anggota tetap harus telah ikut serta minimal 30 kegiatan pemadaman maupun rescue. Setelah memenuhi jumlah minimal tersebut, tahap selanjutnya adalah wawancara untuk mengetahui komitmen yang bersangkutan. Peninjauan yang sama dilakukan oleh BPKS Siaga.
Bapak Wilibrodus dari BPKS Siaga menyampaikan bahwa tidak ada prosedur khusus menjadi anggota, melainkan cukup datang ke posko, lalu dinilai keaktifan-nya selama 3 (tiga) bulan bergabung. Syarat lainnya adalah sudah memiliki KTP, dan bagi yang masih bersekolah harus mendapatkan persetujuan dari orangtua. Apabila dinilai memenuhi syarat, maka yang bersangkutan dapat bergabung sebagai anggota tetap BPKS Siaga.
Kepuasan batin dan kesukarelaan menjadi nilai utama anggota BPKS. Posko BPKS selalu dijaga oleh petugas piket selama rentang waktu tertentu. Jadwal piket dilaksanakan berbeda-beda tergantung posko. BPKS Bhakti Suci dan Widya Bhakti mengatur agar anggota berjaga di posko selama 24 jam. BPKS Toa Pekong mengatur waktu jaga selama 12 jam, sedangkan BPKS Siaga mewajibkan piket jaga saat malam saja. Di sisi lain, BPKS Pasar Turi tidak melakukan pembagian waktu, sehingga piket jaga di posko tergantung kesediaan masing-masing anggota. Meskipun begitu, dengan komunikasi yang terpusat pada grup WhatsApp membuat laporan tetap masuk tepat waktu.
BPKS di Singkawang tidak hanya tampil sebagai "regu penyelamat", namun juga melakukan  kerjasama suka dan kerjasama duka. Apabila dalam kerjasama suka setiap BPKS mendayagunakan armada dan anggotanya untuk perayaan adat/budaya, maka dalam kerjasama duka biasanya berbentuk penghormatan terhadap anggota yang meninggal dunia, baik karena saat bertugas maupun tidak. BPKS akan mengadakan malam kembang ke rumah duka, pemasangan spanduk duka, dan iring-iringan hingga pemakaman. Hal ini ditujukan sebagai penghargaan terakhir sebab selama pengabdian mereka sukarela tanpa gaji atau insentif.
BPKS ini juga memiliki kearifan dan value sendiri. Â "Kami melarang para anggota selfie ketika sedang turun lapangan memadamkan kebakaran ataupun kegiatan emergency lainnya. Juga tidak boleh bercanda berlebihan dan membuat bahan tertawaan dari obyek yang sedang ditangani," Â ujar salah seorang petinggi BPKS.
Keren memang BPKS di Kalimantan Barat ini. Â Di zaman yang makin materialistis ini masih ada orang yang bekerja bukan karena cuan. Â Tapi karena panggilan hati, tanggungjawab sosial, Â dan kepuasan batin. Â Â Semua dilayani, tanpa kecuali. Â Semua dibantu, Â tanpa diskriminasi. Kebaikan hati yang menembus sekat-sekat SARA.
Kami semakin yakin, Â bahwa kebaikan ada pada semua orang. Â Dan bahwa kedermawanan ada pada semua etnis, ras, suku, bangsa dan agama yang ada di bumi pertiwi ini, Â seperti kami lihat dengan mata telanjang di Bumi Khatulistiwa...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H