Mohon tunggu...
Heru Susetyo Nuswanto
Heru Susetyo Nuswanto Mohon Tunggu... Dosen - Heru Susetyo, SH. LL.M. M.Si.M.Ag. Ph.D - Associate Professor Faculty of Law Universitas Indonesia

Associate Professor at the Faculty of Law University of Indonesia and Human Rights Attorney at PAHAM Indonesia. Studying Human Rights toward a degree (LL.M) at Northwestern Law School, Chicago, and Mahidol University, Bangkok (Ph.D. in Human Rights & Peace Studies). External Ph.D. researcher in Victimology at Tilburg University, Netherlands. Once a mountaineer, forever a traveler...and eager to be a voice for the voiceless people. Twitter : @herususetyo FB : heru.susetyo@gmail.com; e-mail : heru@herususetyo.com; IG : herususetyo2611

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Jihad Professor Thailand Keturunan Jawa

22 Agustus 2016   09:10 Diperbarui: 24 Agustus 2016   10:47 1330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


                                                                                      Winai Dahlan dan Pengembangan Riset Halal di Thailand

"Apakah anda bisa berbahasa Indonesia, Ajarn?" tanya rekan saya kepada Assoc. Prof Winai Dahlan, cucu langsung K.H. Ahmad Dahlan yang menjadi pendiri sekaligus direktur dari Halal Science Center, Chulalongkorn University, Bangkok. Sang 'Ajarn' (Professor dalam bahasa Thai) tak menjawab, ia menyanyi saja: "Indonesia tanah airku tanah tumpah darahku. Disanalah aku berdiri jadi pandu ibuku"

"Ajarn tahu arti dari lagu Indonesia Raya itu," tanya saja takjub. Dia menjawab : "I know, I understand. I learned Bahasa Indonesia when I was still a child," ujar Ajarn Winai kalem.  

Figur Winai Dahlan memang tidak terlalu asing bagi sebagian publik Indonesia. Profil-nya mudah ditemukan via search engine di internet. Cukup sering pula ia muncul di media-media Indonesia, apakah di layar kaca, cetak maupun online.

Saya-pun tidak sekali ini bertemu dengan dia. Mungkin ini kali keempat berjumpa Ajarn Winai sejak tahun 2009. Namun perjumpaan kali ini lebih personal, spesial dan lebih lama. Lebih kurang tiga setengah jam saya dan teman-teman bercengkerama dengan beliau. Sejak makan malam bersama di restoran halal MBK Mall hingga ke kantor-nya di Halal Science Center Chulalongkorn University. 

Sisi menarik Ajarn Winai bukan sekedar karena ia warganegara Thailand yang merupakan cucu KH Ahmad Dahlan dan ayah ibu-nya asli Jawa (ayah asal Yogyakarta dan ibu dari Kendal bercampur darah Tiongkok). Juga bukan karena ia sangat cinta Indonesia dan besar di Kampung Jawa, Sathorn-Bangkok. Namun lebih kepada perjuangannya yang luar biasa untuk mengembangkan halal research dan halal industry di Thailand. 

"Saya bekerja setiap hari dari jam enam pagi sampai jam sebelas malam, Saya meninggalkan rumah sejak habis subuh. Dua puluh tahun lalu, persisnya sejak tahun 1994,  saya memulai pekerjaan besar ini seorang diri, dengan bermodalkan satu alat sederhana, tak punya laboratorium khusus, dan tak ada dukungan dana dari negara. Namun kini kami menempati tiga lantai di gedung Petroleum Building Chulalongkorn University (lantai 10, 11, 12) dan mendapat dukungan dana yang luar biasa dari universitas maupun kerajaan Thailand." Saat ini saya mempunyai staf sekitar 90 orang, semuanya Muslim dan 85% -nya perempuan. Saya juga tak paham mengapa kebanyakan staf disini perempuan," lanjut Ajarn Winai.

"Mengapa Ajarn bersemangat mengembangkan halal research di negeri minoritas Muslim ini, kami saja yang tinggal di Indonesia, negeri Muslim terbesar di dunia, tak cukup serius mengembangkan halal industri," tanya saya agak provokatif.   Muslim di Indonesia, mungkin karena merasa sebagai mayoritas dan dimana-mana Muslim, maka kesadaran halal-nya cenderung rendah," lanjut saya lagi.

"Itu berbahaya. Ketika kalian sebagai mayoritas merasa aman-aman saja dengan apa yang kalian konsumsi, that's dangerous," ujar Ajarn Winai serius.  "Kami disini minoritas. Muslim Thailand sangat ekstra hati-hati dalam mengkonsumsi makanan. Mungkin di Thailand Selatan lebih mudah mendapatkan akses ke makanan halal, namun di bagian selebihnya tidak. Oleh karena itu, kami sangat serius terhadap produk halal," lanjut Ajarn Winai.

"Proses halal itu mungkin dipandang oleh sebagian orang sebagai lama, mahal, kompleks, dan bahkan ada yang memandangnya sebagai bagian dari 'Islamisasi.' Silakan saja orang berpendapat apapun, Semua bebas bersuara. Namun yang perlu mereka ketahui bahwa halal itu mengajarkan kita disiplin dan tertib. Ketika semua orang sudah berdisiplin dan tertib maka gampang diatur dan dikelola, sehingga pengelolaannya malah lebih mudah dan murah. Coba lihat militer, mudah kan mengelola-nya, karena mereka kuat disiplin-nya. Kita menganggap halal itu sebagai mahal karena kita belum terbiasa saja untuk berdisiplin," papar Ajarn Winai.

"Halal itu beyond shariah. Karena halal juga terkait persepsi, keyakinan, kenyamanan, gaya hidup, hingga nilai-nilai sosial, politik, ekonomi dan budaya masyarakat.  Memang agak kompleks. Untuk itulah kami hadir sebagai lembaga riset halal. Supaya halal logo yang tercantum dalam banyak produk di Thailand adalah benar-benar teruji content-nya. Halal logo tak berarti apa-apa apabila tanpa didukung riset terhadap konten ke-halal-annya. Nah perihal 'content' ini, halal logo di Thailand telah diakui oleh banyak pihak bahwa ia selaras antara logo dan content halalnya. Hal mana diakui pula oleh seorang professor terkenal dari Inggris," tukas Ajarn Winai. 

hsc2-57bd13968ffdfdf40e3e0a89.jpg
hsc2-57bd13968ffdfdf40e3e0a89.jpg
Sungguh menyenangkan berdiskusi dengan Professor Thai berdarah Jawa ini. Keilmuan teknologi makanannya tidak diragukan. Apalagi ia beroleh Ph.D di bidang BioMed dari Brussels, Belgia setelah sebelumnya menamatkan Bachelor dan Master di Chulalongkorn dan Mahidol, dua kampus nomor wahid di Thailand. Di luar itu, pemahaman agama-nya juga sangat baik. Laboratorium-nya membuat larutan pembersih najis berwarna putih yang berasal dari tanah liat (clay) vulkanik di Mongolia.  

"Larutan buatan kami ini lebih baik dari sabun ataupun cairan lain dalam membersihkan najis. Ini mengikuti hadits Nabi bahwa membersihkan najis adalah dengan tanah (liat)." ujar Ajarn Winai. Pernah scientists bertanya kepada saya mengapa tanah liat (clay) buatan Halal Research Chulalongkorn ini lebih efektif dalam membersihkan najis daripada sabun?" Saya jawab, "Please ask the Prophet.   Prophet Muhammad knew better than me.  He is the one who told about it at his hadits," papar Ajarn Winai lugas.

"Halal itu bukan tuntutan syariah semata.  Halal itu telah terbukti sehat, hygiene, dan aman.  Pernah suatu ketika ketika wabah sapi gila (mad cow) menyerang dunia,  para importir di Amerika Selatan (South America) malah mensyaratkan daging sapi yang masuk ke South America adalah yang telah bersertifikat halal.  Padahal mereka bukan Muslim.  Mereka hanya yakin bahwa daging sapi bersertifikat halal adalah sehat, hygiene dan aman," tutur Ajarn Winai. 

Sambil menumpang Mercedes E200 -nya menuju hotel kami di Petchburi, Ajarn Winai berujar lagi: "Halal product itu ibadah sekaligus juga bisnis. Saya juga memiliki empat outlet berjajar di dekat kampus Chulalongkorn sebagai halal start-up." Dan peluang pengembangan halal product ke arah bisnis amat potensial sekali.  

"Sains dan shariah itu tak perlu dipertentangkan. Keduanya saling mendukung. Ibaratnya majma'ul bahrain (pertemuan dua buah laut) dalam Al Qur'an surat Al Kahfi. Sebagian orang meyakini bahwa majma'al bahrain adalah pertemuan dua laut di satu tempat di dunia. Lalu orang Sudan meyakini bahwa majma'ul bahrain adalah pertemuan antara sungai Nile Biru dengan Nile Putih di Khartoum, Sudan. Saya sendiri berpendapat bahwa majma'ul bahrain adalah pertemuan antara Shariah dan Sains. Yang antara lain dapat diwujudkan pada riset produk halal...

Khob khun mak mak khrub, Ajarn!  Kakeknya memang "Sang Pencerah" untuk Nusantara, alhamdulillah ternyata cucu-nya juga "Sang Pencerah" untuk Thailand dan dunia riset halal pada umumnya,  buah memang tak akan jatuh jauh dari pohon-nya...

Petchburi, Bangkok 22 August 2016

hsc1-57bd13df187b61a337c718ee.jpg
hsc1-57bd13df187b61a337c718ee.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun