Mohon tunggu...
Heru Susetyo Nuswanto
Heru Susetyo Nuswanto Mohon Tunggu... Dosen - Heru Susetyo, SH. LL.M. M.Si.M.Ag. Ph.D - Associate Professor Faculty of Law Universitas Indonesia

Associate Professor at the Faculty of Law University of Indonesia and Human Rights Attorney at PAHAM Indonesia. Studying Human Rights toward a degree (LL.M) at Northwestern Law School, Chicago, and Mahidol University, Bangkok (Ph.D. in Human Rights & Peace Studies). External Ph.D. researcher in Victimology at Tilburg University, Netherlands. Once a mountaineer, forever a traveler...and eager to be a voice for the voiceless people. Twitter : @herususetyo FB : heru.susetyo@gmail.com; e-mail : heru@herususetyo.com; IG : herususetyo2611

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Poznan 1956 : "For God, Freedom, Justice, and Bread"

2 Agustus 2016   11:27 Diperbarui: 9 Agustus 2016   18:05 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Walesa, Poznan dan Gerakan Buruh Polandia

Lech Walesa adalah icon gerakan buruh sekaligus icon demokrasi di Polandia. Melalui gerakan buruh 'solidarnosc' (solidaritas), Walesa dan para sekondannya menggebrak Polandia di awal tahun 1980-an, persis ketika negeri itu masih di bawah cengkraman komunis, tepatnya menjadi negara boneka Uni Soviet.

Dale Carnegie (2016: 130-133) menyebutkan bahwa Walesa adalah teknisi listrik di galangan kapal Lenin di Gdansk yang pertama kali menyatakan ketidaksetujuan terhadap pemerintahan komunis Polandia. Juga pengekangan komunis terhadap gereja.

Sungguh memerlukan nyali ekstra untuk berani melawan komunisme pada saat tersebut. Mengapa ia bersedia memiliku tanggungjawab yang besar itu? Padahal ia tahu bahwa resikonya adalah tertangkap, ditahan dan mungkin disiksa oleh polisi, atau bahkan kematian. Ia pun tahu bahwa keluarganya dalam bahaya.

Bertahun-tahun kemudian ketika ditanya apakah pada saat itu ia takut, Walesa mengakui bahwa ia sangat takut, tetapi ia berpikir bahwa harus ada seseorang yang tampil untuk memimpin. Ia teringat kata-kata dari seseorang yang sangat dikaguminya yaitu Pope John Paul II. “Belajarlah untuk menaklukkan rasa takut.”, demikian Paus mengingatkan. Walesa menuruti nasihat Paus yang sangat berharga itu (Carnegie, 2016 : 130-133).

Pada tahun 1981 Lech Walesa ditangkap dan diasingkan selama sebelas bulan di suatu pondok pemburu di daerah terpencil Polandia. Ketika rezim komunis Polandia runtuh pada 1989, menyusul kejatuhan Uni Soviet, Walesa, seorang teknisi listrik dari pelabuhan Gdansk, terpilih menjadi Presiden Polandia.

Walesa boleh jadi adalah icon Polandia. Sebagaimana John Paul II, mantan Paus (1978 – 2005) yang berasal dari Krakow – Poland, namun gerakan buruh Poland yang turut membesarkan nama Walesa dan mengakhiri rezim komunisme di Poland, tak dapat dipandang sebelah mata.

Dan, jauh sebelum era Gerakan Buruh Solidaritas (Solidarnosc), peristiwa penting yang patut dicatat adalah pembangkangan buruh di Poznan, voivodeship (Propinsi) Greater Poland, pada tahun 1956.

Pembangkangan buruh di Poznan dalam wujud demonstrasi massal pada tahun 1956 adalah protes massal pertama kalangan buruh terhadap pemerintah berkuasa (rezim komunis Poland). Dan itu adalah barang haram bagi pemerintah komunisme.

Ketika itu kaum buruh di Poznan, utamanya di pabrik-pabrik Cegielski, menuntut pemerintah untuk menciptakan kondisi kehidupan yang lebih nyaman bagi kaum buruh. Tak pelak, muncul yel yel : “For God, Justice, Freedom and Bread’. Juga, ‘We demand bread!’. Ya, disamping keadilan dn kebebasan, isu kelaparan dan bahan pangan yang terjangkau adalah muatan utama dari aksi buruh. Kerana, harga-harga barang pangan melonjak tinggi, pendapatan tak beranjak, sementara diri dan keluarga harus tetap bertahan hidup. Maka, pecahlah aksi buruh berskala massif pertama ini.

Pada 28 Juni 1956, sekitar 100.000 buruh berhimpun di pusat kota di dekat kantor Kementerian Public Security. Menuntut perbaikan taraf hidup dan akses yang lebih mudah terhadap bahan-bahan pangan. Sayangnya, alih-alih direspon positif, penguasa malah menerjunkan 400 tank dan 10.000 tentara dari People’s Army of Poland dan juga Internal Security Corps yang dipimpin Jenderal boneka Uni Soviet Stanislav Poplavsky.

a2-57a9a437b17a61850a86ca94.jpg
a2-57a9a437b17a61850a86ca94.jpg
Mandat untuk Jendral Poplavsky jelas, Demonstrasi buruh harus ditindak tegas. Demo damai para buruh tersebut akhirnya dihadapi dengan represif. Ujung-ujungnya, 57 buruh tewas terbantai dan ratusan lainnya mengalami luka-luka serius. Termasuk di antara yang tewas adalah Romek Strzalkowski, bocah berusia 13 tahun, yang kemudin menjadi icon pejuang anti komunisme di Poland.

Selanjutnya, dalam beberapa hari pertama, 25 orang ditangkap. Termasuk di antaranya196 pekerja dan ratusan lainnya menyusul dalam pekan-pekan selanjutnya. Harga yang harus dibayar memang mahal. Namun hasilnya juga maksimal. Demo massif buruh Poznan ditandai oleh para sejarahwan sebagai satu peristiwa penting untuk mengurangi pengaruh komunisme hingga jatuhnya komunisme di Polandia. Walau sejatinya, yang mendorong lahirnya aksi buruh tersebut bukanlah semata karena mereka anti komunisme, namun karena persoalan ekonomi yang memburuk dan sulitnya akses tehadap bahan pangan. For God, Justice, Freedom and Bread !

a3-57a9a443749373700ed316c0.jpg
a3-57a9a443749373700ed316c0.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun