Mohon tunggu...
Heru Susetyo Nuswanto
Heru Susetyo Nuswanto Mohon Tunggu... Dosen - Heru Susetyo, SH. LL.M. M.Si.M.Ag. Ph.D - Associate Professor Faculty of Law Universitas Indonesia

Associate Professor at the Faculty of Law University of Indonesia and Human Rights Attorney at PAHAM Indonesia. Studying Human Rights toward a degree (LL.M) at Northwestern Law School, Chicago, and Mahidol University, Bangkok (Ph.D. in Human Rights & Peace Studies). External Ph.D. researcher in Victimology at Tilburg University, Netherlands. Once a mountaineer, forever a traveler...and eager to be a voice for the voiceless people. Twitter : @herususetyo FB : heru.susetyo@gmail.com; e-mail : heru@herususetyo.com; IG : herususetyo2611

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Poznan 1956 : "For God, Freedom, Justice, and Bread"

2 Agustus 2016   11:27 Diperbarui: 9 Agustus 2016   18:05 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

a2-57a9a437b17a61850a86ca94.jpg
a2-57a9a437b17a61850a86ca94.jpg
Mandat untuk Jendral Poplavsky jelas, Demonstrasi buruh harus ditindak tegas. Demo damai para buruh tersebut akhirnya dihadapi dengan represif. Ujung-ujungnya, 57 buruh tewas terbantai dan ratusan lainnya mengalami luka-luka serius. Termasuk di antara yang tewas adalah Romek Strzalkowski, bocah berusia 13 tahun, yang kemudin menjadi icon pejuang anti komunisme di Poland.

Selanjutnya, dalam beberapa hari pertama, 25 orang ditangkap. Termasuk di antaranya196 pekerja dan ratusan lainnya menyusul dalam pekan-pekan selanjutnya. Harga yang harus dibayar memang mahal. Namun hasilnya juga maksimal. Demo massif buruh Poznan ditandai oleh para sejarahwan sebagai satu peristiwa penting untuk mengurangi pengaruh komunisme hingga jatuhnya komunisme di Polandia. Walau sejatinya, yang mendorong lahirnya aksi buruh tersebut bukanlah semata karena mereka anti komunisme, namun karena persoalan ekonomi yang memburuk dan sulitnya akses tehadap bahan pangan. For God, Justice, Freedom and Bread !

a3-57a9a443749373700ed316c0.jpg
a3-57a9a443749373700ed316c0.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun