Mohon tunggu...
Syaiful Rohman R
Syaiful Rohman R Mohon Tunggu... Guru - SMA Negeri 1 Sampang, Madura

Praktisi Pendidikan, Penulis, Penggiat Literasi, Pemerhati Lingkungan Hidup, Sosial Budaya, dan Kemasyarakatan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Keterkaitan Coaching, Pembelajaran Berdiferensiasi, dan Pembelajaran Sosial dan Emosional di Sekolah

11 Desember 2022   05:49 Diperbarui: 11 Desember 2022   06:58 3341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pembelajaran Sosial dan Emosional mempunyai keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan murid untuk bertahan dalam masalah sekaligus memiliki kemampuan untuk memecahkannya, mengajarkan murid menjadi orang baik dan mencoba memberi keseimbangan pada individu serta mengembangkan kompetensi individu yang dibutuhkan agar lebih baik lagi. Untuk itu, guru harus dapat mengintegrasikannya dalam pembelajaran sehingga murid dapat belajar menempatkan diri secara efektif dan efisien dalam konteks sekolah dan lingkungannya.

Jika guru bertindak sebagai coach dalam pembelajaran sosial dan emosional, maka guru dapat menjadi relasi yang setara bagi murid, dan mampu memberdayakan kemampuan murid melalui pertanyaan-pertanyaan terbuka yang diajukan untuk menggali kekuatan diri yang dimiliki oleh murid untuk menemukan sendiri mengapa masalah itu terjadi dalam dirinya, serta bagaimana tindakan yang harus dilakukan agar masalah yang dihadapi dapat diselesaikan menurut cara yang ditemukannya sendiri.

Keterkaitan keterampilan coaching dengan pengembangan kompetensi guru sebagai pemimpin pembelajaran?

Beberapa keterampilan coaching, yaitu (1) Kompetensi inti coaching (kehadiran penuh, mendengarkan aktif, dan mengajukan pertanyaan berbobot), (2) Paradigma berpikir coaching (fokus pada coachee yang akan dikembangkan, bersikap terbuka dan ingin tahu lebih banyak, memiliki kesadaran diri yang kuat, dan mampu melihat peluang baru dan masa depan), (3) Prinsip coaching (kemitraan, proses berpikir kreatif, dan memaksimalkan potensi), dan (4) penerapan coaching dengan alur percakapan TIRTA (tujuan, identifikasi, rencana aksi, dan tanggung jawab) sangat berkaitan erat dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran.

Dalam pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran, para guru harus bisa mempelajari, memahami, dan menerapkan semua keterampilan coaching di sekolah secara lengkap, baik, dan benar.

Pemikiran reflektif terkait pengalaman belajar?

Setelah mempelajari modul 2 ini, saya lebih memahami lagi tentang pembelajaran yang berpihak pada murid (pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial dan emosional). Selain itu, saya memahami lebih baik (lagi) tentang (1) Kompetensi inti coaching (kehadiran penuh, mendengarkan aktif, dan mengajukan pertanyaan berbobot), (2) Paradigma berpikir coaching (fokus pada coachee yang akan dikembangkan, bersikap terbuka dan ingin tahu lebih banyak, memiliki kesadaran diri yang kuat, dan mampu melihat peluang baru dan masa depan), (3) Prinsip coaching (kemitraan, proses berpikir kreatif, dan memaksimalkan potensi), dan (4) penerapan coaching dengan alur percakapan TIRTA (tujuan, identifikasi, rencana aksi, dan tanggung jawab). Bahkan saya mampu membedakan antara konsep coaching, mentoring, konseling, fasilitasi, dan training, serta berusaha menerapkan konsep coaching untuk supervisi akademik secara lengkap, baik, dan benar.

Setelah mempelajari modul 2 ini, perasaan saya senang sekali dan bersyukur karena memperoleh ilmu dan wawasan baru, serta merasa lebih tertantang (lagi) untuk menerapkan pembelajaran yang berpihak pada murid (pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial dan emosional) dan konsep coaching untuk supervisi akademik.

Setelah mempelajari modul 2 ini, hal yang sudah baik berkaitan dengan keterlibatan diri dalam proses belajar adalah saya sudah mulai mampu menerapkan pembelajaran yang berpihak pada murid (pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial dan emosional), dan  menerapkan coaching dengan alur percakapan TIRTA (tujuan, identifikasi, rencana aksi, dan tanggung jawab) pada murid dan rekan sejawat.

Setelah mempelajari modul 2 ini, hal yang perlu diperbaiki berkaitan dengan keterlibatan diri dalam proses belajar adalah bagaimana menerapkan coaching dengan alur percakapan TIRTA (tujuan, identifikasi, rencana aksi, dan tanggung jawab) pada murid dan rekan sejawat sesuai dengan (1) Kompetensi inti coaching (kehadiran penuh, mendengarkan aktif, dan mengajukan pertanyaan berbobot), (2) Paradigma berpikir coaching (fokus pada coachee yang akan dikembangkan, bersikap terbuka dan ingin tahu lebih banyak, memiliki kesadaran diri yang kuat, dan mampu melihat peluang baru dan masa depan), dan (3) Prinsip coaching (kemitraan, proses berpikir kreatif, dan memaksimalkan potensi).

Setelah mempelajari modul 2 ini, yaitu konsep (1) pembelajaran berdiferensiasi, (2) pembelajaran sosial dan emosional, dan (3) coaching untuk supervisi akademik, maka kompetensi dan kematangan pribadi saya menjadi lebih baik (lagi).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun