"Anak saya kena Penyakit Kawasaki", "Apa? Kawasaki? Penyakit apaan tuh? Bukannya merek motor? Penyakit dari Jepang ya? Apa dari Korea? Sekarang banyak penyakit yg aneh-aneh ya". Begitu kira-kira respons orang-orang ketika saya menceritakan tentang penyakit ini. Belum banyak yg tahu soal penyakit berbahaya ini. Penyebabnya juga tidak jelas, gejalanya mirip-mirip dengan penyakit lain. Bahkan banyak dokter yang kebingungan dan tak jarang malah salah dalam mendiagnosa. Yang membahayakan adalah komplikasi dari penyakit ini yg dapat menyerang jantung. Ngeri kan …!!!
Demam yang Tak Kunjung Mereda
Cerita anak kami dimulai hari sabtu tanggal 2 Juni 2018. Anak kami, Diarka, hidungnya meler dan badannya sedikit hangat. Sorenya, kami ada acara buka bersama keluarga di Mall GM. Saat itu Arka masih kelihatan sehat, masih riang, dan masih main kesana kemari sama kakak-kakak sepupunya. Malamnya, ketika mau tidur, suhu badan Arka meningkat hingga 39°C. Kami pikir ini karena efek pileknya karena biasanya Arka kalau pilek memang sering demam.
Sayangnya hingga hari selasa 5 Juni 2018, sampai obatnya habis, demamnya tak kunjung hilang. Dari situ saya menduga ada sesuatu, saya pikir mungkin tifus, DBD, atau mungkin campak karena ada semacam ruam di pangkal lengannya.
Besoknya, Rabu 6 Juni 2018, saya tidak masuk kerja. Sedari pagi Arka sudah kami bawa berobat ke RS Harapan Kita (Harkit). Oleh dokternya, Arka di diagnosa kena infeksi bakteri, terindikasi dari bibirnya yang memerah. Dokter memberikan resep antibiotik dan parasetamol, serta memberikan rujukan untuk cek darah jika sampai besok demam Arka masih belum mereda.
Kami penasaran sebenarnya bakteri apa atau penyakit apa yg menyerang Arka, tetapi dokter jaga bilang nanti akan dicek lagi oleh dokter spesialis anak yang akan merawat Arka. Yang jelas berdasarkan hasil cek darahnya, Arka harus diopname.
Singkat cerita akhirnya Arka dirawat di Harkit. Setelah dua hari di rumah sakit, kondisi Arka dapat dikatakan membaik. Sabtu 9 Juni 2018, demamnya sudah hilang. Secara fisik Arka juga sudah kelihatan lebih sehat. Makannya pun sudah mulai lumayan banyak. Hanya saja Arka sekarang batuk dan pilek, sebelumnya hanya pilek saja.
Malamnya Arka kembali diambil darahnya untuk dicek dan hasilnya CRP sudah turun, tetapi masih di atas ambang. Sayangnya dokter masih belum bisa menyimpulkan penyakit yang ada di tubuh Arka. Dokter hanya bisa bilang bacterial infection tanpa tahu bakteri dan penyakit apa yang sedang dialami Arka. Sejauh ini pun Arka hanya diinfus diselingi dengan pemberian antibiotik melalui infusnya serta diberikan obat pilek.
Esoknya, Minggu 10 Juni 2018, ada pengelupasan kulit di jari tangan Arka. Awalnya hanya di satu jari, namun hari-hari berikutnya pengelupasan kulit menyebar bertahap ke hampir semua jari tangan dan kaki. Di awal, ketika pengelupasan kulit masih di satu jari, kami langsung menanyakan gejala tersebut kepada dokter yang merawat anak kami. Dokter pun sempat curiga bahwa jangan-jangan Arka terkena Kawasaki. Namun setelah mengecek mulut anak kami, dokter bilang sepertinya bukan, karena kalau Kawasaki mulut dan tenggorokannya merah, juga ada bercak seperti strawberry di lidah (strawberry tongue). Sedangkan pada mulut Arka tidak ada tanda-tanda tersebut, hanya bibirnya saja yang terlihat merah.
Sebenarnya saya juga sudah googling cari tahu penyakit dengan tanda-tanda seperti yang dialami Arka. Dari yang saya baca, beberapa yang mirip di antaranya tifus, DBD, campak, rubella, flu singapur, sepsis, dan kawasaki. Namun setelah mendengar penjelasan bahwa dokter menaruh curiga pada Kawasaki, saya langsung googling cari tahu A sampai Z tentang Penyakit Kawasaki.
Semalaman saya tak tidur mencari tau apa itu Kawasaki. Informasi-informasi yang saya dapat benar-benar membuat saya bergidik ngeri. Namun saya tetap ragu kalo Arka kena Kawasaki, sebab hanya sedikit gejala Kawasaki yang dialami Arka. Dari gejala-gejala Kawasaki seperti demam, mata merah, ruam, bibir merah, lidah strawberry, pembengkakan kelenjar leher, pembengkakan tangan kaki, dan pengelupasan kulit, praktis hanya demam dan bibir merah yang dialami anak kami. Itu pun sebenarnya kan gejala umum yang juga ada pada penyakit lain.
Soal pengelupasan kulit, saat itu saya belum yakin karena baru satu jari yang mengelupas, itupun hanya sedikit di dekat kuku. Saya pikir itu karena digigitin oleh Arka. Namun yang membuat saya mulai yakin kalau Arka kena kawasaki adalah ketika saya menemukan informasi bahwa perubahan kulit pada bekas suntikan BCG ternyata juga merupakan gejala dari Penyakit Kawasaki. Justru itu adalah pertanyaan saya yang sampai saat itu belum terjawab.
Memang sekitar hari ketiga atau keempat demam ada semacam bercak di pangkal lengan tepatnya di sekitar bekas suntikan BCG, dan itu sebenarnya sudah saya tanyakan ke dokter yang memeriksa Arka saat periksa di Harkit. Namun dokter bilang kalau itu bukan apa-apa, hanya alergi atau semacamnya. Tentu sebagai orang awam ya saya percaya saja, namanya dokter kan ahli, tetapi dalam hati kecil saya masih kurang puas. Dalam hati saya "ah masa iya cuma alergi, pasti ada penjelasan yg lebih menjawab soal itu". Dan itu terjawab sudah ketika saya terus googling cari tahu tentang Kawasaki.
Mencari Second Opinion
Paginya saya masuk kerja. Saya baru masuk lagi setelah beberapa hari sebelumnya saya izin tidak masuk. Tidak enak juga kalau kelamaan tidak masuk, lagipula hari itu hari terakhir masuk sebelum libur lebaran, biasanya ada maaf-maafan sebelum lebaran. Pagi itu, Arka juga kembali dicek darah. Kata dokter kalau hasilnya sudah bagus Arka boleh pulang.
Siangnya, istri saya telpon mengabarkan kalau CRP dan Leukosit Arka sudah normal, tapi trombositnya malah naik jadi 764 ribu/µl. Oleh dokter Arka akan dikonsultasikan ke dokter jantung karena khawatir terkena Kawasaki. Deg, kabar itu bagi saya bagaikan petir di siang bolong. Dari yang saya baca, trombosit naik (trombositosis) juga merupakan ciri Penyakit Kawasaki. Saya semakin yakin kalau Arka memang terkena Kawasaki. Saya langsung terpikir untuk mencari second opinion untuk memastikan kondisi Diarka. Dari yg saya baca, hampir semua menunjuk ke satu nama, Dr. dr. Najib Advani SpA(K). MMed (Paed).
Akhirnya bicara lah saya dengan istrinya. Panjang lebar saya ceritakan kronologis anak saya. Saya juga cerita kalau dokter Harkit seperti ragu dan kebingungan dalam mendiagnosa anak saya. Beliau bilang untuk kasus Kasawaki memang tidak semua dokter bisa mendiagnosanya, dan kalau dari tanda-tanda yg diceritakan ada kemungkinan memang Kawasaki. Kalau memang ingin memastikan beliau menyarankan agar diperiksakan di RS Omni, di sana ada Kawasaki Center yang sudah terbiasa menangani pasien Kawasaki. dr. Najib sendiri baru akan pulang ke Indonesia dalam 2 hari.
Lumayan lega saya mendengar penjelasan tersebut. Tidak lama berselang istri saya juga mengabarkan bahwa dari pemeriksaan Echocardiography kondisi jantung Arka bagus. Dari situ dokter Harkit bilang kalau Arka bukan kena Kawasaki dan boleh pulang. Saya tidak langsung percaya begitu saja, saya instruksikan istri saya agar tidak pulang ke rumah, tetapi langsung bawa Arka ke RS Omni Alam Sutera. Saya sendiri langsung ke Omni karena tidak jauh dari tempat kerja.
Singkat cerita, Arka diperiksa di Omni. Dicek dari mulai tes darah, rontgen dada, EKG, hingga foto wajah tangan dan kaki untuk dikirimkan via WhatsApp ke dr. Najib. Sambil menunggu hasil diagnosa, Arka kembali diopname.
Vonis Kawasaki
Malamnya saya pulang ke rumah untuk mengambil pakaian dan perlengkapan lainnya. Sekitar pukul 23.00, istri saya telepon. Sesegukan ia menangis mengabarkan kalau Arka dinyatakan positif Kawasaki. Dokter yakin Arka positif Kawasaki karena selain dari tanda-tanda fisik, trombosit Arka juga kembali meningkat. Malam itu trombosit sudah mencapai 945 ribu/µl. Naik hampir 200 ribu/µl dalam waktu kurang dari sehari.
Sedih sekali rasanya, tak karuan suasana hati saya saat itu. Tapi di luar itu semua terus terang saya lega. Paling tidak terang sudah apa yang selama ini samar. Kebingungan dan ketidakjelasan selama seminggu ini akhirnya menemukan titik terang. Paling tidak kami sudah dalam trek yang benar dalam ikhtiar pengobatan Arka.
Setelah dinyatakan positif Kawasaki, Arka langsung diberikan obat Immune Globulin (IVIg) lewat infusnya. Jujur, bagi kami harga obat ini sangat mahal. Satu vial merek Gammaraas (2,5 gr) harganya 3,7 juta sedangkan anak kami dengan berat 9 kg membutuhkan 7 vial. Berarti total hampir 26 juta untuk obat itu saja, belum biaya-biaya lain yang berkaitan dengan rumah sakit. Kalau ditotal-total semuanya mencapai 50 juta. Memang kami menggunakan asuransi dari kantor, tetapi jumlah ini jauh dari limit yg ditanggung. Untuk BPJS pun ternyata tidak bisa menanggung penyakit ini. Tetapi tentu bagi orangtua, demi anak apapun akan dilakukan. Ibaratnya "kaki jadi kepala, kepala jadi kaki juga dilakonin demi anak".
Kamis, 14 Juni 2018 H-1 Lebaran, dr. Najib sudah kembali dari Jepang. Hari itu pertama kalinya anak kami diperiksa oleh dr. Najib. Selain memeriksa kondisi fisik, dr. Najib juga melakukan pemeriksaan Echocardiography. Hasilnya, ada pelebaran pada pembuluh darah jantung anak kami. Untuk kasus Arka tergolong tidak berat, RCA 3,4 mm LCA 3,2 mm dari normalnya 2 mm. Tapi tetap saja saya merasa khawatir, sebab yang namanya jantung kan organ vital. Saya khawatir Arka akan kenapa-kenapa. Alhamdulillah-nya dr. Najib bilang bisa disembuhkan, beliau bilang beruntung Arka cepat ditangani.
Bagusnya penyakit kawasaki ditangani sebelum hari ke-10 terhitung sejak mulai demam, sedangkan Arka mulai ditangani (masuk IVIg) pada hari ke-11. Sedikit terlambat memang, tetapi Alhamdulillah belum parah. Hanya masalahnya hasil observasi suhu badan Arka pasca pemberian IVIg masih belum stabil. Beberapa kali masih ada yang di atas 37°C, dokter bilang jika terus di bawah 37°C baru bisa dibilang stabil. Arka akan dipantau selama beberapa hari ke depan. Jika suhu tubuh kembali naik sampai 38°C, Arka harus kembali diberikan Immune Globulin (IVIg) dengan dosis sama seperti sebelumnya. Wow, membayangkannya saja sudah membuat kami galau.
Besoknya, Jumat 15 Juni 2018 Hari Raya Idul Fitri 1439H, kami masih di rumah sakit. Sedih sekali rasanya ber-lebaran di rumah sakit. Yang biasanya Lebaran ramai banyak keluarga, kerabat, tetangga dengan suasana happy, kali ini kami ber-lebaran dengan suasana murung dan sepi. Untungnya, ketika siang banyak keluarga dan kerabat yang menengok ke Omni. Padahal lumayan jauh juga dari tempat kami ke Tangerang. Alhamdulillah juga masih bisa makan ketupat, opor, dan semur khas lebaran. Ibu saya yang membawakan ke rumah sakit. Ya jadi masih ada suasana Lebarannya lah. hehe.
Pulang dari RS dan Pasca Penyembuhan
Sabtu pagi 16 Juni 2018 Lebaran hari ke-2, dr. Najib bilang bahwa hasil tes darah terakhir sudah membaik. Trombosit juga sudah turun meski belum normal kembali. Kondisi fisik Arka juga sudah kelihatan bagus. Hari itu juga Arka sudah dinyatakan boleh pulang. Tentu senang sekali kami mendengarnya. Arka juga kelihatan sangat senang saat selang infus sudah lepas dari tangannya. Ketika sampai rumah pun Arka terlihat sangat gembira bisa berlarian kesana kemari. Setelah pulang dari RS, Arka masih harus minum obat Aspilet sampai kurang lebih 40 hari.
Dua minggu setelah keluar RS, Arka kembali kontrol ke dr. Najib, dan Alhamdulillah semuanya sudah bagus. Dari hasil pemeriksaan Echocardiography, jantung Arka sudah dinyatakan normal (tidak ada lagi pelebaran pembuluh darah). Kemudian pada hari ke-40 terhitung sejak mulai demam, muncul garis putih pada kuku jari tangan sebagai tanda Penyakit Kawasaki sudah keluar dari tubuh Diarka.
Senangnya bisa melihat anak sehat kembali. Terimakasih Ya Allah atas kesembuhan dan kesempatan kepada anak kami Diarka untuk bisa sehat kembali. Mudah-mudahan Diarka dan anak-anak eks PK lainnya bisa terus selalu sehat, tumbuh besar menjadi anak yg pintar, sholeh, bermanfaat bagi sesama, berbakti kepada orangtua, agama, bangsa, negara. Aamiin ...
Fase 1 Penyakit Kawasaki (fase akut, hari 0-10) tanda dan gejalanya antara lain :
- Demam lebih dari 39°C lebih dari 3 hari
- Mata merah (konjungtivitis) tanpa belek atau sekret yang keluar dari mata
- Ruam pada bagian utama (batang) tubuh dan pada area genital
- Bibir pecah-pecah, merah, dan kering serta bercak strawberry pada lidah (strawberry tongue)
- Telapak tangan dan kaki bengkak dan kemerahan
- Kelenjar getah bening leher membengkak dan bisa juga KGB di tempat lain
- Kemerahan dan krusta pada bekas suntikan BCG.
Fase 2 Penyakit Kawasaki (fase sub-akut, hari 11-25) tanda dan gejalanya antara lain :
- Kulit pada tangan dan kaki mengelupas, khususnya pada jari tangan dan kaki
- Nyeri sendi
- Diare
- Muntah
- Nyeri perut
- Pelebaran arteri koroner umumnya muncul pada fase ini.
Fase 3 Penyakit Kawasaki (fase konvalesen, hari 25>) tanda dan gejalanya antara lain :
- Muncul garis di kuku pada hari ke-40
- Gejala dan tanda Kawasaki akan menghilang secara perlahan jika komplikasi tidak berkembang, fase ini terjadi selama 8 minggu sebelum kadar energi normal kembali.
Banyak kasus pasien Kawasaki baru terdeteksi pada fase sub-akut di mana biasanya sudah terjadi komplikasi pada jantung si anak. Hal inilah yg menjadi sisi berbahaya dari penyakit ini. Penanganan sedini mungkin sangat penting untuk mengurangi risiko komplikasi. Mudah-mudahan ke depan segera ditemukan penyebab dan vaksin pencegahan Kawasaki sehingga banyak anak yg dapat selamat dari bahaya Penyakit Kawasaki.
Sekian
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H