Selasa, Tgl 18 April 2017
Ceritanya dimulai hari selasa tgl 18 april 2017. Selepas pulang kerja, saya mendapati istri sudah dalam kondisi mules-mules yg semakin parah (dari hari sebelumnya yg sudah pembukaan 1) dan langsung minta dibawa ke bidan. Saat itu saya langsung membawanya ke Puskesmas Kecamatan karena puskes itulah tempat persalinan terdekat dari tempat tinggal kami dan memang kami berencana lahiran menggunakan BPJS.
Setibanya di Puskes, bidan yg jaga langsung mengecek dan ternyata sudah pembukaan 4. Oleh bidan, istri saya langsung dibawa ke kamar bersalin untuk menunggu pembukaan lengkap. Saat itu kurang lebih sudah pukul 20.00. Sekitar satu jam kemudian kondisi istri saya sudah pecah ketuban, dan setelah di cek sudah pembukaan 5. Bu bidan saat itu bilang kemungkinan istri saya akan mencapai pembukaan lengkap sekitar pukul 01.00.
Saya dan Ibu menemani istri yg tengah meringis kesakitan menahan kontraksi yang saat itu sudah per-lima menit sekali. Bingung dan tidak tega adalah hal yg saya rasakan ketika itu. Yg saya bisa lakukan adalah memegang tangannya sambil terus memberikan semangat. Dzikir dan Sholawat tidak henti-hentinya dilantunkan. Kondisi ruangan sebelah malah lebih parah lagi, si ibu disana sudah meronta-ronta tak karuan. Bidannya sampai kewalahan ngadepinnya. Padahal ini sudah persalinan anak yg ke-tiga katanya.
Masalah lain muncul, istri saya demam. Bidan kemudian memberikan paracetamol dan menyuruh istri saya untuk banyak minum, karena kemungkinan kekurangan cairan katanya. Setiap satu jam sekali bidan mengecek detak jantung bayi untuk mendeteksi kondisi si bayi di kandungan.
Rabu, Tgl 19 April 2017
Pukul 01.00, bidan kembali mengecek pembukaan. Saat itu istri saya sudah pembukaan 9 tipis katanya. Ditunggu sampai setengah 3 untuk sampai pembukaan lengkap. Tetapi kondisi istri saya saat itu masih demam. Sudah minum paracetamol dan minum banyak masih juga belum turun panasnya. Bidan kemudian memberikan infus dan oksigen untuk meredakan kondisi.
Pukul 02.30, bidan kembali mengecek pembukaan. Sudah hampir pembukaan lengkap katanya. Mulailah persiapan untuk persalinan. Istri saya diinstruksikan untuk mulai mengejan saat kontraksi datang. Tetapi berkali-kali mengejan kok belum ada perkembangan. Bidan bilang istri saya kurang kuat dalam mengejan. Kemungkinan istri saya sudah kelelahan. Namun ia masih terus mencoba, tapi tetap hasilnya nihil. Si kepala bayi belum kunjung muncul. Di antara rasa lelah dan frustasi, eh ruangan sebelah sudah terdengar suara tangis bayi. Si ibu sebelah yg sejak masuk ruang bersalin bersama kami dan sepanjang kontraksi meronta-ronta tak karuan malah sudah lahir duluan. Makin down lah istri saya.
Bidan akhirnya mengambil keputusan untuk merujuk istri saya ke rumah sakit. Sebab pertama kondisi istri saya yg sudah tidak memungkinkan (kelelahan dan demam), yg kedua detak jantung si bayi saat itu sudah lebih cepat. Bidan menyarankan ke RS Budi Kemuliaan saja, dan kebetulan kami juga pernah memeriksakan kandungan di sana pada saat awal-awal kehamilan.
Salah satu moment galau juga saat itu bagi kami. Kami yg sejak lama menginginkan persalinan dengan proses normal dihadapkan dengan situasi seperti ini yg saat itu saya berfikiran ini pasti akan Caesar karena sudah cukup genting kondisinya. Istri saya bahkan sampai minta maaf kepada saya karena tidak bisa melahirkan normal. Saya saat itu hanya bilang “yg penting kamu sama anak selamat, berdoa ke Allah untuk yg terbaik”. Yg saya sesalkan sebetulnya bukan masalah normal atau caesarnya. Tetapi kalau lah tahu akan Caesar ya nggak perlu lah sampai menghadapi kontraksi yg sakitnya pake banget (yg ini kata istri saya, saya sih nggak merasakan.hehe).