Mohon tunggu...
Sotardugur Parreva
Sotardugur Parreva Mohon Tunggu... -

Leluhurku dari pesisir Danau Toba, Sumatera Utara. Istriku seorang perempuan. Aku ayah seorang putera dan seorang puteri. Kami bermukim di Jawa Barat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tanggapan untuk Artikel "Mencermati Teks Pancasila"

24 Agustus 2017   14:31 Diperbarui: 26 Agustus 2017   15:05 2995
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Tulisan @Suta dengan tajuk seperti di atas sangat menarik bagiku. @Suta menampilkan suatu kritisi yang mengindikasikan adanya kesalahan pada diksi (pemilihan kata) yang tercantum dalam Pancasila. Tulisan atau tanggapan ini kukemukakan untuk memberi sumbang pikir terkait dengan hal yang dimuat dalam artikel @Suta tersebut.

Rangkaian teks Pancasila seperti yang tercatat pada Pembukaan UUD (Undang-Undang Dasar) Tahun 1945 sebagai dasar NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) bukan hasil perumusan oleh presiden pertama Indonesia Ir. Soekarno. Sebab, rumusan yang ditawarkan oleh Ir. Soekarno ialah:

Pancasila, 1. Kebangsaan Indonesia - atau nasionalisme; 2. Internasionalisme - atau peri-kemanusiaan; 3. Mufakat - atau demokrasi; 4. Kesejahteraan sosial; dan 5. Ketuhanan.

Atau, jika Trisila, 1. Sosio-nasionalisme; 2. Sosio-demokratis; dan 3. ke-Tuhanan.

Atau, jika Ekasila, Gotong-Royong.

Sejak semula, sejarah rumusan Pancasila telah mengalami berbagai perubahan teks. Akhirnya, PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang dalam Bahasa Jepang dinamai Dokuritsu Junbi Iinkai pada persidangan tanggal 18 Agustus 1945 menetapkan rumusan Pancasila seperti yang dikenal sampai sekarang, yaitu:

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa;
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab;
  3. Persatuan Indonesia;
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan;
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Berbeda dari itu, kutangkap, menurut @Suta ada teks Pancasila yang ditawarkan para peserta rapat pada masa perumusan Pancasila, yaitu:

  1. TuhanYang Maha Esa;
  2. Manusia yang ber-adil dan ber-adab;
  3. Persatuan Indonesia;
  4. Rakyat yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan;
  5. Kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sangat disayangkan, @Suta tidak memberitahukan, siapa orang yang memberi rumusan Pancasila seperti itu. Atau, mungkin saya salah tangkap? Bahwa yang dimaksud oleh @Suta ialah bahwa rumusan Pancasila yang dicantumkan dalam Pembukaan UUD 1945 harus dibaca seperti yang dituliskan oleh @Suta? (Mohon koreksi).

Menurut analisis @Suta, terdapat perbedaan kata 'Ketuhanan' dan 'Tuhan' pada rumusan Pancasila UUD 1945 dengan yang seharusnya dibaca. Adalah benar, menurut Tata Bahasa Indonesia, kata 'Ketuhanan' berasal dari kata dasar 'Tuhan' dan mendapatkan imbuhan awalan ke- dan akhiran -an. Penambahan imbuhan 'ke- -an' dalam kaidah Tata Bahasa Indonesia sudah memiliki arti berbeda dengan kata dasar asal, yaitu salah satu maksudnya 'hasil capaian usaha manusia'. Ini berarti manusia memiliki niat, aksi, dan sengaja atas usahanya.

Entah apa dasar @Suta menyimpulkan yang kugarisbawahi itu. Di sisi lain, menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), ketuhanan/ke*tu*han*an/ n1 sifat keadaan Tuhan; 2 segala sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan: hal-hal ~ ,yang berhubungan dengan Tuhan; ilmu ~ , ilmu mengenai keadaan Tuhan dan agama; dasar ~,kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Lalu, @Suta mendukung analisisnya dengan megemukakan logika:

Saya seorang muslim mengakui Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa. Coba simak kalimat berikut 'saya seorang muslim mengakui Allah adalah Ketuhanan Yang Maha Esa'. Ini tidak lazim dan menyalahi aturan. Tetapi NKRI mengakui 'sesuatu' adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. 'Sesuatu' adalah jelas bukan Allah. Mengikuti kaidah tata bahasa Indonesia, kata 'sesuatu' sebagai 'ketuhanan' berarti 'tuhan' hasil capaian dan bentukan usaha manusia. Apa arti itu menurut pandangan agama islam! Dengan demikian islam sebagai agama dari sebagian besar orang Indonesia tidak diakui di negeri ini. Logika istilah 'ketuhanan' tidak masuk akal!

Pada analisis @Suta itu, kutangkap, ada pemaksaan bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa harus dibaca sebagai Tuhan Yang Maha Esa.Padahal, @Suta telah memahami bahwa Ketuhanan tidak identik dengan Tuhan. Dengan demikian, @Suta tidak konsisten. @Suta mengerti bahwa Ketuhanan tidak sama dengan Tuhan, tetapi @Suta memaksakan membaca Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai Tuhan Yang Maha Esa. Rancu.

Kemudian, untuk sila kedua, @Suta mengajukan analisis:

Kata 'kemanusiaan' berasal dari kata dasar 'manusia' dan mendapatkan imbuhan 'ke- -an'. 'Manusia' adalah kata benda, nyata, wujud, dan jelas disebut sebagai 'orang'. Istilah 'kemanusiaan' jelas artinya bukan manusia, tetapi hasil capaian usaha manusia sehingga terbentuklah seperti manusia. Sila ke-2 bisa diartikan bahwa NKRI menjadikan sebagai dasar negara atas 'sesuatu' yang bukan manusia yang sifat adil dan memiliki perilaku sikap adab, bisa jadi orang-orangan yang ada di sawah atau apapun yang sejenis itu. Tetapi bila kalimat berikut 'Manusia yang ber-adil dan ber-adab' berarti manusia yang memiliki perilaku mengarah usaha adil dan adab. Jelas ada contoh sebagai acuan dasar tuntunan manusia seperti rosul/nabi, para alim ulama, tokoh-tokoh masyarakat yang terkenal kebaikannya.

Pada poin itu, kutangkap, @Suta memaksakan pengertian dari kemanusiaan sebagai hasil capaian usaha manusia sehingga terbentuklah seperti manusia. Sementara itu, jika dibaca di KBBI, kemanusiaan/ke*ma*nu*si*a*an/ n1 sifat-sifat manusia; 2 secara manusia; sebagai manusia: perasaan - kita senantiasa mencegah kita melakukan tindakan terkutuk itu.

Selanjutnya, untuk analisis sila keempat, @Suta mengemukakan:

Perbedaan teks terletak pada kata "Kerakyatan' dan 'rakyat'. Penalarannnya sama dengan uraian sila ke-2 di atas. Rakyat adalah penduduk yang mendiami suatu negeri/negara. Jelas bahwa rakyat adalah kumpulan manusia. 'Kerakyatan' berarti 'bukan kumpulan manusia'. Rangkaian kalimat 'Kerakyatan (bukan kumpulan manusia) yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan' adalah sebagai dasar yang membingungkan.

Menurut KBBI, kerakyatan/ke*rak*yat*an/ n1 segala sesuatu yang mengenai rakyat; 2 demokrasi; 3ark kewarganegaraan.

Untuk sila kelima, @Suta mengemukakan:

Perbedaan teks terletak pada kata 'Keadilan' dari sila yang lama dan "Kesejahteraan' dari sila yang usulan. Kedua kata tersebut berasal dari kata dasar abstrak 'adil' dan 'sejahtera', setelah mendapatkan imbuhan 'ke- -an' berubah menjadi kata benda. Secara logika kata 'adil' bersifat individual. Contoh 'Allah maha adil'. Manusia secara individu boleh berusaha mengarah berperilaku adil. Jadi kata 'adil' melekat pada pribadi. Kata 'sejahtera' memang cocok melekat pada suatu komunitas. Tidak mungkin seorang diri hidup sendirian di hutan belantara dikatakan dirinya bisa hidup sejahtera. Semua manusia perlu bantuan sesama. Kata 'kesejahteraan' adalah hasil capaian usaha bersama dalam komunitas kehidupan atas kesepakatan aturan yang telah tercipta.

Menurut KBBI, keadilan/ke*a*dil*an/ n sifat (perbuatan, perlakuan, dan sebagainya) yang adil: dia hanya mempertahankan hak dan ~ nya; Pemerintah menciptakan ~ bagi masyarakat;~ sosial kerja sama untuk menghasilkan masyarakat yang bersatu secara organis sehingga setiap anggota masyarakat memiliki kesempatan yang sama dan nyata untuk tumbuh dan belajar hidup pada kemampuan aslinya;

Saya sependapat dengan @Suta dalam hal, bahwa Bahasa Indonesia adalah bahasa yang cukup rumit, sering menimbulkan ambigu dan mis-interpretasi. Maka, dalam tulisan, penempatan tanda baca sangat mempengaruhi makna yang tertangkap pembaca.

Saya sependapat, bahwa sebagai dasar negara, maka setiap sila dari Pancasila seharusnya tidak menimbulkan mis-interpretasi. Namun, betapa bijaknya apabila tidak mengerti akan sesuatu, setiap orang mencoba mencari pengertian sebelum mempublikasikannya. Sebab, untuk alasan-alasan tertentu, mungkin saja sesuatu yang dipahami di ruang terbatas, menjadi rancu jika dipublikasi.

Contoh, menurut seorang Guru Agama Islam, Nabi Isa a.s. tidak mati disalibkan. Nabi Isa a.s. dalam Agama Islam adalah sosok yang sama dengan Yesus Kristus dalam Agama Kristen. Lalu, seorang penganut Agama Islam, murid dari Guru Agama Islam tersebut, mempublikasikan bahwa Yesus Kristus tidak mati disalibkan. Itu berbeda dari ajaran yang diajarkan oleh Guru Agama Kristen, bahwa Yesus Kristus mati di kayu salib, kemudian dikubur, dan pada hari ketiga bangkit dari antara orang mati, kemudian naik ke surga. Apabila ajaran Guru Agama Islam tentang ketidakmatian Nabi Isa a.s. yang dipandang sama dengan Yesus Kristus di kayu salib dipublikasikan, di mana terdapat penganut Agama Kristen yang menerima ajaran bahwa Yesus Kristus mati disalibkan, akan menjadi sumber kerancuan.

Yang ingin kusampaikan, apabila tidak benar-benar memahami sesuatu, harap tidak mempublikasikannya. Jika memaksakan diri mempublikasikannya, kemungkinan akan menjadi fitnah, atau kabar bohong, atau apalah yang tidak sesuai dengan hal yang sebenarnya. Teks Pancasila sudah sangat sinkron, bagus, dan sempurna. Selaku orang yang percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, saya percaya bahwa pencantuman Pancasila seperti yang tercatat dalam Pembukaan UUD 1945 adalah kehendak dari Tuhan Yang Maha Esa.

Salam bhinneka tunggal ika.  

Referensi:

https://id.wikipedia.org/wiki/Rumusan-rumusan_Pancasila

https://www.slideshare.net/veronicalenore14/sejarah-proses-perumusan-pancasila

https://id.wikipedia.org/wiki/Panitia_Persiapan_Kemerdekaan_Indonesia

https://kbbi.web.id/Tuhan

https://kbbi.web.id/manusia

https://kbbi.web.id/rakyat

https://kbbi.web.id/adil

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun