Mohon tunggu...
Sotardugur Parreva
Sotardugur Parreva Mohon Tunggu... -

Leluhurku dari pesisir Danau Toba, Sumatera Utara. Istriku seorang perempuan. Aku ayah seorang putera dan seorang puteri. Kami bermukim di Jawa Barat.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pengalaman Masa Prapaskah Pertemuan Keempat

12 April 2017   12:10 Diperbarui: 12 April 2017   12:16 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Arah Dasar Keuskupan Agung Jakarta tahun 2016 – 2020 ialah Mengamalkan Pancasila. Arah Dasar tersebut diterjemahkan dalam sikap nyata dalam kegiatan menggereja, lebih menonjol pada saat masa Prapaskah. Tema Prapaskah 2016 ialah  Kerahiman Allah Memerdekakan. Melanjutkan tema 2016, untuk 2017 dipilih tema Makin Adil Makin Beradab. Umat di lingkungan-lingkungan diharap berpartisipasi berbagi pengalaman dan pemahaman atau pemikiran terkait dengan tema.

Mengamalkan Pancasila Makin Adil Makin Beradab didiskusikan, dibicarakan, dibahas selama masa Prapaskah, dibagi ke dalam empat pertemuan. Pertemuan pertama membicarakan Makin Adil Makin Beradab dalam Keluarga, pertemuan kedua membahas Makin Adil Makin Beradab dalam Komunitas Lingkungan, pertemuan ketiga mengulik Makin Adil Makin Beradab dengan yang Tersisih, dan pertemuan keempat mendiskusikan Makin Adil Makin Beradab dalam Masyarakat.

Penulis ingin menceritakan pengalaman terkait pertemuan keempat.

Pokok bahasan pada pertemuan keempat mengacu kepada catatan dalam Injil Lukas Bab 10 ayat 25 sampai 37, begini:

Pada suatu kali berdirilah seorang ahli Taurat untuk mencobai Yesus, katanya: "Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?" Jawab Yesus kepadanya: "Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kaubaca di sana?" Jawab orang itu: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri." Kata Yesus kepadanya: "Jawabmu itu benar; perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup."

Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata kepada Yesus: "Dan siapakah sesamaku manusia?"

Jawab Yesus: "Adalah seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho; ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun yang bukan saja merampoknya habis-habisan, tetapi yang juga memukulnya dan yang sesudah itu pergi meninggalkannya setengah mati. Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu; ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan. Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu; ketika ia melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan.

Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya. Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan itu, katanya: Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali.

Siapakah di antara ketiga orang ini, menurut pendapatmu, adalah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?"

Jawab orang itu: "Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya."

Kata Yesus kepadanya: "Pergilah, dan perbuatlah demikian!"

Setelah kisah acuan dibacakan, selanjutnya, umat yang hadir yaitu para peserta (saya ambil tiga saja yang ingin saya ceritakan) saling ber-sharing ria. Sebut saja A, B, dan C.

A: “Yesus ini tidak jelas menyatakan, apakah pernyataan si Ahli Taurat, bahwa sesama manusia bagi orang yang kerampokan itu adalah orang Samaria. Lhah, apakah karena si imam dan orang Lewi itu tidak menolong si kerampokan, lalu mereka itu bukan sesama bagi si kerampokan?”

B: “Iya. Yesus ini bukan menejer yang baik. Dia menyerahkan pilihan kepada Ahli Taurat, tanpa menyatakan secara jelas, apakah pernyataan si Ahli Taurat itu benar atau salah.”

C dengan wajah seakan penuh tanda tanya tidak berkata apa-apa.

Usai pertemuan keempat, peserta kembali ke rumah masing-masing.

Keesokan harinya, terdengar kabar bahwa C sakit, demam, karena tidak tidur semalaman. Beberapa umat menjenguk untuk menanyakan perihal sakitnya dan memberi kekuatan. Dari perbincangan tertangkap bahwa C sampai kepikiran atas perkataan B di pertemuan keempat kemarin, yang menyatakan bahwa Yesus bukan menejer yang baik. C merasa kepengikutannya kepada Yesus selama ini disepelekan oleh pernyataan B bahwa Yesus bukan menejer yang baik. C sepnjang malam berpikir-pikir, benarkah Yesus bukan menejer yang baik? C merasa Tuhannya dihakimi sebagai manejer yang tidak baik. Padahal, menurut pengalaman C, Tuhan Yesus tidak pernah tidak baik. Dia senantiasa baik, bahkan sampai mati di kayu salib demi menebus orang yang menerimaNya sebagai Tuhan dan Juruselamat.

Maka si B sebagai ‘sumber’ pembuat C sakit, menjelaskan.

“Maafkan saya yang mengatakan sesuatu membuatmu kepikiran. Bukan maksud saya begitu. Hendaknya, kemarin, apabila ada yang tidak berterima di pikiranmu, ditanyakan saja. Kita ulas sampai semalaman juga, nggak jadi soal. Ini, kamu diam saja, tentu tidak mendapat jawaban yang pasti. Kamu kepikiran, malah sakit lagi. Kita ini saudara, bebas saling bertukar pikir.

Begini maksud pernyataanku kemarin.

Dari sudut pandang dunia, Yesus itu bukan menejer yang baik. Sebab, Dia tidak pernah menghukum. Dia tidak membawa pedang untuk memenggal orang-orang yang menghina-Nya. Dia tidak membalas ketika Dia diludahi. Dia diam saja ketika Dia dihujat. Dia tidak protes ketika dimahkotai duri. Dia tidak menampar orang yang menampar-Nya.

Sementara, jika menejer yang baik menurut pandangan dunia, pasti menghukum anak buah yang bersalah, misalnya potong tunjangan, atau kerja lembur tanpa upah, dan lain-lain.

Nah, karena Yesus itu tidak menyatakan benar atau salah si Ahli Taurat di pembahasan kemarin, seolah-olah Yesus setuju bahwa sesama bagi si kerampokan itu hanya orang Samaria, si imam dan orang Lewi itu bukan sesama bagi si kerampokan, maka menurut saya, itu adalah menejer yang tidak baik, tentu dari sudut pandang dunia. Yesus tidak pernah menghukum. Selama jasmani seseorang itu hidup, Yesus selalu mengasihi dengan mengatakan, “Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi”. Kalau orang itu bandel, tetap berbuat dosa, nanti di penghakiman terakhir, meski orang itu teriak-teriak “Tuhan” sampai parau, dia akan dikelaskan sebagai kambing, bukan domba. Begitu kawan."

Selamat mejelang Kamis Putih, bagi yang merayakan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun