Mohon tunggu...
Herry B Sancoko
Herry B Sancoko Mohon Tunggu... Penulis - Alumnus UGM, tinggal di Sydney

Hidup tak lebih dari kumpulan pengalaman-pengalaman yang membuat kita seperti kita saat ini. Yuk, kita tukar pengalaman saling nambah koleksi biar hidup makin nikmat.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Mabuk

4 Oktober 2019   06:09 Diperbarui: 4 Oktober 2019   06:17 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku tidak tahu mabuk itu rasanya gimana.  Baru minum seteguk bir yang kadar alkoholnya cuma sekitar 5% saja sudah terasa tebal dan panas telingaku. Untuk bernafas pun terasa berat. Aku tak pernah mencoba minuman beralkohol lebih dari lima teguk sekaligus. Selalu minum pelan-pelan sambil menunggu reaksi tubuhku.  Jika seteguk saja bibir terasa tebal dan mati rasa, aku hentikan minum. Kalau bir, biasanya menginjak empat teguk. Tubuhku memang sensitif sama alkohol. Bukan termasuk club "drunken master".

Aku kagum dengan orang yang bisa meneguk minuman beralkohol tinggi (spirit) seperti minum air saja tanpa kelihatan tanda-tanda mabuk. Aku juga heran sama orang yang "suka" mabuk berkali-kali.  Enaknya dimana? Wong baru sedikit gejala saja sudah bikin susah bernafas dan kepala terasa mau meledak.

Waktu tahun-tahun awal di Australia, aku baru tahu kalau alkohol itu barang biasa di sini. Laki-laki atau perempuan, muda atau tua minum minuman beralkohol. Sepertinya tak bersangkut paut dengan moral, pokoknya cukup umur (di atas 17 tahun). Itu pilihan pribadi. 

Bahkan teman sekerja kalau ada acara ulang tahun banyak yang ngajak ke pub atau bar. Dan biasanya mereka minum wine atau minuman spirit, paling umum minum bir. Dan mereka memang bukan orang-orang yang bejat moralnya. Aku kenal dekat mereka. Cuma having fun saja.

Untuk memeriahkan acara hari natal atau akhir tahun di tempat kerja, kami kadang dapat hadiah sebotol anggur (wine) malah sebagian dapat minuman spirit yang harganya lebih mahal. Untuk pestanya bisa saja datang rame-rame ke bar atau pub. Begitu masuk ruangan, sudah menyengat bau alkohol. Ramenya suara orang ngobrol bukan main.  

Ditambah musik yang bikin gendang telingaku nguing-nguing. Enaknya dimana sih kok orang suka tempat seperti ini? Mau ngomong saja harus ngeden. Karena pengalaman, aku jarang datang kalau acaranya di bar.

Aku pernah datang pesta akhir tahun saat acara diadakan di atas kapal ferry dan berlayar keliling sepanjang teluk sekitar kota Sydney. Kapal ferry itu lebih pantas disebut restaurant terapung.  Lengkap menu makanannya. Daya tampungnya juga cukup besar. Banyak karyawan datang. Berdandan yang bikin pangling di petang itu. Angin laut semilir menerpa. Meniup gaun-gaun tipis mereka - karena pas hari natal selalu lagi musim panas.

Selain makan lezat dihidangkan, tidak ketinggalan minuman beralkohol.  Waktu itu aku ditawari minum teman dan pilih sari buah jeruk segelas. Tapi begitu minum, telingaku terasa aneh, mulai menghangat. Aku curiga. Sari buah kok bikin gejala mendem. 

Ini jeruk apa?  Aku tanya teman.  Ternyata sari buah jeruk itu dicampuri vodka - minuman beralkohol berkadar sekitar 30%.  Padahal gelasnya cukup tinggi ukurannya dan kuminum hampir habis.  Matek aku.

Beberapa menit kemudian, hal yang kuduga datang.  Aku tak bisa lagi mendengar dengan jelas apa yang aku omongkan. Bibirpun untuk ngomong susah kukendalikan.  

Aku tetap bersikap biasa dan menikmati acara sambil minum air putih banyak-banyak dengan harap pengaruh alkohol itu mereda.  Beberapa teman sudah mulai dansa-dansi. Aku duduk manis bersama segerombol teman lainnya di sisi lain menikmati suasana.

Aku bukan type orang yang suka mbanyol, cenderung pendiam bahkan.  Tapi anehnya, setiap aku ngomong, orang-orang di sekitarku nampak ketawa terbahak-bahak. Aku nggak ngerti lucunya dimana? Apalagi ketika aku ngomong tentang bosku yang medit dengan budget, mereka seperti kemekelen rame-rame.  Aku ngomong apa adanya, fakta nyata, kok banyak yang ketawa?  Apanya yang lucu? 

Apa karena bahasa Inggrisku yang belepotan? Aku bertanya-tanya dalam hati tapi tidak peduli lagi dan bahkan kulanjutkan ngomong ngomentari orang-orang sekerja yang malas. Aku tak mendengar komentar mereka, tapi kulihat mulutnya terbuka tertawa lebar.

Sampai usai pesta, telingaku masih saja susah buat mendengarkan dan bibirku masih terasa tebal.  Beberapa teman menyalamiku untuk berpisah dan masih menyisakan sungging tawa di bibirnya.  Hidungku terasa sempit untuk bernafas.

Aku pulang naik kereta commuter. Sepanjang perjalanan menuju stasiun, banyak orang menatapku dengan sorot mata aneh.  Bahkan beberapa dari mereka menyimpangi jalanku. Menjauhiku ketika aku menanti datangnya kereta.  Jalanku serasa mengambang.

 Duduk di kereta pun rasanya pantat nggak lengket dengan kursi.  Kuingsut-ingsutkan pantatkku, kugesek-gesekkan ke kursi, kutepuk-tepuk bantalan tempat duduk, tapi tak berubah.  Kulihat tak ada yang duduk dekat tempat dudukku. 

Mataku serasa sepet, kutatapi semua orang yang ada di gerbong kereta.  Aku tak bisa melihat muka mereka dengan jelas.  Banyak yang memalingkan mukanya, menghindari tatapanku.

Apakah aku mabuk? Sehingga mereka sengaja menghindariku? Enggan berurusan dengan orang mabuk?  Tapi kepalaku tidak terasa pusing.  Kata teman, kalau mabuk kepalanya pusing.  Cuma memang denyut nadiku kurasa sampai kepala.

Ketika esoknya masuk kerja, banyak teman bilang bahwa aku kemarin kebanyakan minum.  Too much fun, katanya. Mereka sepertinya ngiri karena akulah yang paling menikmati acara pesta karyawan akhir tahun ini.  Entah kenapa tiba-tiba aku jadi populer di tempat kerja.

Hampir semua yang kutemui ramah padaku. Seperti mereka ikut pingin terkenal.  Bahkan banyak yang jarang kutemui pun tiba-tiba datang menyalamiku, mengucapkan selamat natal dan tahun baru sambil senyum simpul.

Diam-diam aku kok menikmati keadaan ini. Rasanya kok enak jadi orang terkenal. Diramahi banyak orang. Aku seperti menjadi orang yang beda.  Nikmat juga. Rasanya pingin mengulangi lagi kapan-kapan nanti.

Ah, kok ingat tanah air. Yang kurasakan itu baru "mabuk" alkohol.  Bagaimana rasanya kalau mabuk agama? Mabuk politik? Mabuk kekuasaan? Mabuk demo? Lebih ngeri-ngeri sedap barangkali. Tingkahnya lucu-lucu, tak sadar ditertawakan orang banyak dan mereka bangga.  *** HBS

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun