Mohon tunggu...
Herry B Sancoko
Herry B Sancoko Mohon Tunggu... Penulis - Alumnus UGM, tinggal di Sydney

Hidup tak lebih dari kumpulan pengalaman-pengalaman yang membuat kita seperti kita saat ini. Yuk, kita tukar pengalaman saling nambah koleksi biar hidup makin nikmat.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Mabuk

4 Oktober 2019   06:09 Diperbarui: 4 Oktober 2019   06:17 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku bukan type orang yang suka mbanyol, cenderung pendiam bahkan.  Tapi anehnya, setiap aku ngomong, orang-orang di sekitarku nampak ketawa terbahak-bahak. Aku nggak ngerti lucunya dimana? Apalagi ketika aku ngomong tentang bosku yang medit dengan budget, mereka seperti kemekelen rame-rame.  Aku ngomong apa adanya, fakta nyata, kok banyak yang ketawa?  Apanya yang lucu? 

Apa karena bahasa Inggrisku yang belepotan? Aku bertanya-tanya dalam hati tapi tidak peduli lagi dan bahkan kulanjutkan ngomong ngomentari orang-orang sekerja yang malas. Aku tak mendengar komentar mereka, tapi kulihat mulutnya terbuka tertawa lebar.

Sampai usai pesta, telingaku masih saja susah buat mendengarkan dan bibirku masih terasa tebal.  Beberapa teman menyalamiku untuk berpisah dan masih menyisakan sungging tawa di bibirnya.  Hidungku terasa sempit untuk bernafas.

Aku pulang naik kereta commuter. Sepanjang perjalanan menuju stasiun, banyak orang menatapku dengan sorot mata aneh.  Bahkan beberapa dari mereka menyimpangi jalanku. Menjauhiku ketika aku menanti datangnya kereta.  Jalanku serasa mengambang.

 Duduk di kereta pun rasanya pantat nggak lengket dengan kursi.  Kuingsut-ingsutkan pantatkku, kugesek-gesekkan ke kursi, kutepuk-tepuk bantalan tempat duduk, tapi tak berubah.  Kulihat tak ada yang duduk dekat tempat dudukku. 

Mataku serasa sepet, kutatapi semua orang yang ada di gerbong kereta.  Aku tak bisa melihat muka mereka dengan jelas.  Banyak yang memalingkan mukanya, menghindari tatapanku.

Apakah aku mabuk? Sehingga mereka sengaja menghindariku? Enggan berurusan dengan orang mabuk?  Tapi kepalaku tidak terasa pusing.  Kata teman, kalau mabuk kepalanya pusing.  Cuma memang denyut nadiku kurasa sampai kepala.

Ketika esoknya masuk kerja, banyak teman bilang bahwa aku kemarin kebanyakan minum.  Too much fun, katanya. Mereka sepertinya ngiri karena akulah yang paling menikmati acara pesta karyawan akhir tahun ini.  Entah kenapa tiba-tiba aku jadi populer di tempat kerja.

Hampir semua yang kutemui ramah padaku. Seperti mereka ikut pingin terkenal.  Bahkan banyak yang jarang kutemui pun tiba-tiba datang menyalamiku, mengucapkan selamat natal dan tahun baru sambil senyum simpul.

Diam-diam aku kok menikmati keadaan ini. Rasanya kok enak jadi orang terkenal. Diramahi banyak orang. Aku seperti menjadi orang yang beda.  Nikmat juga. Rasanya pingin mengulangi lagi kapan-kapan nanti.

Ah, kok ingat tanah air. Yang kurasakan itu baru "mabuk" alkohol.  Bagaimana rasanya kalau mabuk agama? Mabuk politik? Mabuk kekuasaan? Mabuk demo? Lebih ngeri-ngeri sedap barangkali. Tingkahnya lucu-lucu, tak sadar ditertawakan orang banyak dan mereka bangga.  *** HBS

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun