Masalah diskriminasi di Australia dianggap sebagai masalah serius. Hak azazi manusia dilindungi tanpa membedakan gender, umur atau SARA. Semua manusia diperlakukan sama dan diberi kesempatan yang sama pula. Hingga akhir-akhir ini, Perdana Menteri Australia yang baru terpilih Tony Abbott, mengakui perkawinan sesama jenis mengundang polemik dalam masyarakat. Kabinet Tony Abbott yang minim perempuan juga disorot masyarakat. Kesamaan hak sepertinya oleh pemerintah Australia mulai ditarik lebih panjang hingga menyentuh hak perkawinan sesama jenis.
Di tempat kerja, memperlakukan pilih kasih antara pekerja perempuan dan laki-laki secara terang-terangan adalah tabu. Maka tidak aneh jika seorang cewek cantik pun rajin jadi tukang angkat-angkat kursi dan meja. Pekerjaan adalah pekerjaan tanpa membedakan apakah ia laki-laki atau perempuan. Tentu saja hal ini dilakukan secara fleksibel. Kadang pekerja laki-laki pengertian dan mengerjakan yang dianggap berat bagi seorang perempuan. Jadi berdasar inisiatif pribadi. Tidak secara langsung diutarakan secara formal untuk menghindari jeratan hukum diskriminasi. Karyawan juga tidak bisa menolak pekerjaan yang diserahkan padanya karena alasan jenis kelaminnya.
Masalah orientasi seksual ini amat pelik sekali bagi penulis. Kadang susah membedakan antara mana lelaki atau perempuan yang tertarik dengan pasangan sejenis karena susah membedakan jika hanya berdasar penampilan belaka. Untuk bertanya tentang orientasi seksual mereka pun sudah merasa tidak kepenak dan kuatir dianggap rasis atau diskriminatif.
Orientasi seksual adalah hak pribadi bebas dari penilaian orang lain. Ketika ada karyawan sesama jenis dan saling jatuh cinta, kami tanggapi biasa-biasa saja. Meski ada bisik-bisik di belakang. Kami seolah ikut merasa bahagia dengan hubungan mereka. Ketika ditanya hadiah apa yang paling bagus buat pasangannya, kami pun memberikan pendapat seolah mereka pasangan lain jenis yang saling jatuh cinta tanpa terdengar kesan berolok-olok, apalagi sambil cekikikan. Tidak sebagaimana pengalaman penulis selama di tanah air. Teman yang orientasi seksualnya tertarik dengan sesama jenis sering kami olok-olok dan jadi bahan tertawaan.
Toleransi antar sesama tanpa membeda-bedakan manusianya di Australia disosialisasikan sejak usia dini ketika anak mengenyam pendidikan awalnya di sekolah dasar. Kelas-kelas sekolah di Australia memang kaya budaya karena latar belakang anak yang datang dari segala macam bangsa di dunia. Beberapa sekolah malah merasa bangga jika di sekolahnya terdiri dari beragam manusia dan mempromosikan sebagai sekolah multikultural.
Peranan pemerintah dalam menggalang kehidupan demokratis tanpa memandang orientasi seksual manusia bisa dilihat dari ramainya perayaan dunia gay dan lesbian, "Mardi Gras" yang mengundang perhatian dunia internasional. Perayaan yang diadakan tiap tahun bulan Februari hingga Maret selalu mengundang peserta dari berbagai dunia dan merupakan daya tarik turisme tersendiri. Dewan kota di Sydney bahkan menyediakan dana sekitar AUD $110 ribu untuk mengecat zebra cross berwarna pelangi menyambut suasana festival Mardi Gras tahun 2013.
Meski festival Mardi Gras selalu berlangsung meriah, penulis tidak pernah pergi untuk menonton langsung. Ada perasaan aneh melihat festival tersebut meski hanya lewat siaran TV. Mereka berdandan minim. Nampak gagah dan cantik. Glamour dan penuh warna. Tapi kok tidak juga mendorong penulis untuk pergi menyaksikan pandangan mata secara langsung.
Penulis sibuk meneliti baju atau kaos yang barangkali mengandung warna pink untuk disendirikan, disisihkan dan dikeluarkan dari dalam almari.*** (HBS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H