Iklan jasa hiburan untuk kaum cukup umur. Sumber: jepretan pribadi koran The Daily Telegraph, 19Dec2013.
PERAYAAN Hari Natal di Australia ternyata dirayakan oleh siapa saja tanpa tidak pandang bulu. Termasuk oleh orang-orang yang berkecimpung dalam bisnis dunia hiburan kaum dewasa. Mereka tak ketinggalan memanfaatkan suasana Hari Natal untuk promosi jasa mereka dalam hal pijat, escort, panggilan seks ke hotel atau di tempat mereka buka bisnis.
Begitulah kira-kira pendapat penulis ketika membaca iklan di koran harian The Daily Telegraph, 19 Desember 2013. Secara iseng-iseng membalik halaman iklan di bagian Personals dan Adult Services. Dalam iklan tersebut menampilkan wanita memakai kostum yang mirip dipakai oleh sinterklas. Iklannya menawarkan jasa mereka untuk urusan kaum dewasa.
Dalam iklan tersebut disebutkan ada lowongan kerja merekrut wanita sebagai tenaga pijat, escort maupun wanita penghibur. Dalam iklan juga menyinggung tentang ramainya Hari Natal. Dapatkan penghasilan tambahan untuk Hari Natal, demikian tulis iklan tersebut. Berbagai shift jam kerja disodorkan beserta insentif finansialnya yang diharapkan menarik wanita untuk kerja sebagai tenaga penghibur sesuai dengan keberadaan mereka.
Penulis merasa geli juga dengan kreativitas mereka dalam marketing, meskipun menurut budaya kita kurang etis. Namun bagi masyarakat Australia hal demikian nampaknya sudah biasa. Kostum warna merah dan putih itu sepertinya sudah tidak lagi punya asosiasi dengan tokoh sinterklas yang akrab dengan kaum pemeluk agama Kristiani. Semacam gambar kupat ketika saatnya Hari Raya Idul Fitri di tanah air. Seperti berfungsi sebagai ilustrasi khusus yang bisa membawa suasana hari istimewa yang berkaitan.
Mungkin itulah alasan penulis untuk merasa geli. Bagaimana mungkin sebuah penyedia jasa hiburan kaum dewasa yang menyangkut-nyangkut rasa dosa dan berasosiasi dengan moralitas "rendah" itu menawarkan diri dengan memakai asosiasi hari penting keagamaan. Jika hal ini terjadi di tanah air bakal mengundang protes keras dari banyak orang. Tapi bagi orang Australia sepertinya biasa saja. Nggak ada yang ngreken. Lain ladang memang lain belalangnya.
Begitulah masyarakat Australia. Mereka serahkan urusan moralitas kepada individu masing-masing. Sanksi sosial akan bicara bila moralitas itu menyinggung moral umum atau memasuki ranah sosial. Selama untuk kepentingan pribadi dan tidak menyinggung hukum positif, lebih banyak dibiarkan saja. Semua berhak berekspresi selama tidak melanggar hak orang lain.
Mungkin karena sistem sosial dan politik begitukah, masyarakat Australia tak gampang goyah keimanannya? Karena sejak dini sudah dilatih untuk menahan diri terhadap kenyataan sosial yang beragam. Melatih menahan diri dari godaan yang terang-terangan diekspose di depan mereka dan diharapkan bisa mengatasi godaan itu sendiri. Mereka lebih militan dan persisten dalam memegang moralitas yang diyakininya. Tidak gampang begitu saja menyalahkan orang lain yang dianggap menggoda keimanannya. Apalagi sampai main gusur, gampar atau gerebek. Masing-masing individu diperlakukan secara dewasa. Mereka dianggap tahu memutuskan apa yang terbaik bagi diri sendiri. Jika tergoda, ya salahnya sendiri dan tidak ada orang lain yang turut menyalahkan atau perlu disalahkan. Kalau sampai tergoda, berarti kurang kuat dalam memegang keyakinannya. Perlu digembleng lagi.
Pada saat hari raya keagamaan di tanah air, biasanya banyak toko-toko tertentu ditutup karena dianggap bisa mempengaruhi keimanan orang lain. Tapi di Australia, para penyedia jasa hiburan dewasa itu malah ikut meramaikan dengan promosi yang menarik perhatian dengan menumpang hari keagamaan itu.
Lebih parah lagi, letak tempat operasi hiburan buat orang dewasa itu di jalanan yang banyak dilalui oleh masyarakat umum. Tidak di lokalisasi atau ditempatkan secara khusus sehingga hanya orang yang memang butuh saja datang ke situ. Lokasinya memang dilarang di daerah pemukiman, tapi tidak melanggar hukum bila di daerah zona ekonomi industri. Usaha jasa hiburan kaum dewasa tersebut diperlakukan sebagaimana sebuah bidang usaha ekonomi tapi dengan peraturan-peraturan khusus untuk bidang usahanya.
Rumah praktek pemberi jasa seks "Midnight Delight" pada pagi hari. Lokasinya bersebelahan dengan akademi perhotelan dan stasiun kereta. Sumber foto: Dokomentasi pribadi.
Bangunan tempat hiburan orang dewasa itu bahkan dekat dengan supermarket. Amat memudahkan orang untuk datang ke situ sambil belanja. Malah ada suami mengantarkan isterinya belanja, kemudian ditinggal pergi untuk masuk ke tempat hiburan tersebut selama isterinya asyik cuci mata dan belanja. Tidak ada orang yang menyalahkan. Kalau maunya orang tersebut begitu, apa boleh buat. Itu urusan pribadinya. Kalau toh isterinya marah, itu urusan mereka. Begitu kira-kira omongan khalayak umum.
Penulis hanya bisa geleng kepala mendapati kenyataan ini. Kepercayaan pemerintah pada rakyatnya dalam moralitas amat mencengangkan penulis. Mereka percaya sekali bahwa sistem hukum formal yang mengatur industri itu akan bekerja dengan baik. Pihak-pihak yang mengawasi atas efektifitas kerja hukum formal juga dipercaya oleh pemerintah dan masyarakat. Sehingga apapun perbuatan orang, selama tidak melanggar hak orang lain diberi keleluasaan. Selama tidak menginjak ranah sosial yang penuh dengan aturan hukum positif, ya biasa-biasa saja.
Mungkin Hari Natal sudah kehilangan nilai religiusnya di Australia. Hari Natal sepertinya orang malah sibuk belanja dan membeli barang-barang yang kadang tidak benar-benar diperlukan. Pada Hari Natal, banyak toko obral besar-besaran. Promosi diskon dan lain-lain sehingga tambah runyamlah orang untuk tergoda merogoh dompetnya lebih dalam.
Rumah hiburan kaum dewasa saat malam. Sumber foto: http://www.midnightdelight.com.au/IMG_0430.jpg
Hari Natal sepertinya diartikan sebagai waktunya perayaan tukar menukar hadiah baik antar teman, keluarga atau karyawan. Setiap Hari Natal, perusahaan kasih hadiah pada seluruh karyawannya. Bentuknya macam-macam. Memang tidak selamanya Hari Natal berkesan negatif. Karena pada hari itulah, orang merasa diperhatikan. Tiba-tiba bosnya yang galak pada hari itu jadi lemah lembut dan penuh perhatian. Bahkan mendoakan agar sukses dan berhasil dalam hidup di tahun-tahun mendatang. Dikasih hadiah langsung dan disalami. Apa nggak menyenangkan dan membuat bangga karyawan? Apalagi bagi karyawan tingkat bawah yang tak pernah ketemu dengan bos besarnya?
Hadiah Natal dan Tahun baru dibungkus dengan rapi itu diterima dengan perasaan bangga dan sukacita. Bingkisan khas ucapan Hari Natal dan Tahun baru demikian mencolok mata warnanya. Di dalamnya terdapat macam-macam hadiah. Ada coklat, permen, nyamikan ringan, kue-kue dan sebagainya. Meski sederhana tapi cukup mengesankan bagi penerimanya. Apalagi di dalamnya juga ada kartu ucapan yang ditulis dan ditanda-tangani oleh pimpinan tertinggi perusahaan sendiri. Ucapan itu kira-kira berbunyi begini:
"Selamat Hari Natal dan Tahun Baru 2014. Semoga Tuhan memberkahi kebahagian Anda dan keluarga. Semoga tahun 2014 merupakan tahun keberuntungan dan rejeki yang melimpah."
Penulis mengucapkan, "Selamat merayakan Hari Natal bagi teman kompasianer yang memeringatinya dan selamat menyambut tahun baru 2014 bagi teman semua." Salam.*** (HBS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H