Mohon tunggu...
Herry B Sancoko
Herry B Sancoko Mohon Tunggu... Penulis - Alumnus UGM, tinggal di Sydney

Hidup tak lebih dari kumpulan pengalaman-pengalaman yang membuat kita seperti kita saat ini. Yuk, kita tukar pengalaman saling nambah koleksi biar hidup makin nikmat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Intervensi Nilai-nilai Supernatural dan Harga Nyawa Manusia

22 Januari 2014   09:49 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:35 776
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah suku terasing di Amazon, Suruwaha, umur harapan hidup suku tersebut rata-rata di bawah 35 tahun (bandingkan dengan data statistik dunia). Bukan karena kurang gizi dan nutrisi yang miskin atau wabah penyakit, tapi karena suku tersebut punya kebiasaan yang mendirikan bulu kuduk.

Secara turun temurun, suku terasing tersebut punya kebiasaan untuk melakukan bunuh diri (euthanasia) bahkan sebelum menginjak dewasa dan menikah. Kematian dianggap sebagai hidup di alam lain. Mereka punya ramuan khusus yang terbuat dari akar pohon-pohonan amat mematikan bila diminum. Jika orang sudah membulatkan tekad untuk mati, masyarakat sekitar membantunya mempersiapkan tindakan bunuh diri itu.

Alasan mereka bunuh diri adalah karena tak tahan menanggung rasa rindu dengan adik, kakak atau orangtua mereka yang lebih dulu melakukan bunuh diri. Bunuh diri di kalangan suku tersebut dianggap bukan sebagai tindakan tercela. Bunuh diri dipandang sebagai bagian dari proses hidup menuju hidup berikutnya. Merupakan hak seseorang ketika memutuskan untuk pergi menemui saudara yang dicintainya di alam kehidupan lain. Anggota suku lain secara sosial membantu individu tersebut untuk melakukan perjalanannya melalui ritual-ritual adat sukunya.

Ketika kita tilik masalah nyawa ini dengan sudut pandang agama, maka nyawa bukan lagi melulu milik pribadi perseorangan dengan hak kuasa mutlak. Bunuh diri dilarang dalam agama disertai sanksi-sanksi yang menakutkan bagi arwah pelaku bunuh diri. Namun jika bunuh diri dilakukan karena alasan membela agama maka akan lain persoalannya. Menghilangkan nyawa orang lain dalam banyak agama juga dilarang. Namun menghilangkan nyawa orang lain demi membela agama, maka juga lain persoalannya.

Agama punya peranan menentukan dalam memperlakukan nyawa manusia. Baik nyawa individu atau nyawa orang lain disertai sanksi atau ganjaran yang setimpal. Sanksi dan ganjaran tersebut dalam agama dikenal dengan neraka dan surga. Setiap agama punya kriteria sendiri dalam masalah surga dan neraka ini. Dalam agama tertentu, sanksi bisa sedemikian menakutkan sehingga membuat manusia berpikir duapuluh kali lipat untuk melakukan hal-hal yang bertentangan dengan agamanya. Dan di sisi lain yang berlawanan, ganjaran yang diberikan sedemikian menggiurkan bagi manusia untuk melakukan apapun agar bisa memperoleh ganjaran sesuai agama tersebut. Termasuk dalam urusan nyawa ini, sanksi dan ganjaran menduduki sisi kutub relatif ekstrim yang berlawanan.

Di youtube banyak dijumpai video rekaman orang membunuh orang lain atas nama Tuhannya. Si pembunuh maupun yang dibunuh sama-sama meneriakkan nama Tuhan masing-masing. Di youtube pula bisa dijumpai orang melakukan tindakan bunuh diri karena masalah hidup dengan menyebut kebesaran nama Tuhannya (sumber). Dalam sekte agama tertentu bahkan kita dapati berita tindakan bunuh diri masal atas nama agamanya (Sumber). Entah di mana Tuhan berpihak dalam hal ini. Lebih-lebih bagi pemeluk agama sama tapi beda pemahaman.

Nyawa bukan lagi milik pribadi manusia sebagai diri atau urusan nyawa manusia lain sesama manusia, tapi ada pihak ketiga yang mencampuri urusan nyawa manusia ini, yakni agama. Agama menempatkan urusan nyawa manusia ke tingkat berikutnya. Urusan nyawa menjadi lebih rumit. Doktrin agama bisa saja diterjemahkan secara sempit oleh manusia yang terbatas akal, pikiran dan hatinya. Ketakutan berlebihan pada Tuhan atau fanatisme sempit terhadap agama kadang bisa membuat manusia berpikir di luar batas-batas realita kemanusiaannya sendiri.

Keberadaan dan peranan Tuhan bisa diartikan secara berbeda oleh tiap individu. Karena kehidupan yang beragam, desakan hidup bisa membuat manusia kehilangan pegangan agamanya. Tuhan bisa ditempatkan pada posisi yang subjektif karena pemahaman manusia yang sempit dan terbatas ini. Tuhan telah direduksi menjadi obyek pembenaran atas tindakannya.

Keterpihakan Pilihan Pribadi

Dalam dua kasus tersebut di atas di awal tulisan, dua orang manusia terancam kehilangan nyawanya, namum bagaimana keduanya ditangani amat berbeda. Kedua kasus tersebut hanya sebagai ilustrasi dalam artikel ini. Karena tidak semua kecelakaan akan diperlakukan seperti itu. Contoh kasus tersebut hanya sebagai gambaran bagaimana kebudayaan membedakan dalam memperlakukan nyawa seseorang.

Dalam negara sekuler, semacam Australia, peranan Tuhan dalam penyelamatan nyawa manusia ditempatkan pada ruang pribadi masing-masing individu. Penyelamat lebih menitik beratkan pada keadaan individu secara realistik. Urusan kematian adalah urusan rasionil yang bisa dicegah lewat teknologi dan medis. Maka ketika penderita dalam keadaan kritis, oleh penolong diciptakan suasana agar penderita membayangkan hal-hal yang menyenangkan dan kepastian bahwa pertolongan medis dengan ketrampilan dan teknologi memadai yang diperlukan akan segera datang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun