Mohon tunggu...
Herry B Sancoko
Herry B Sancoko Mohon Tunggu... Penulis - Alumnus UGM, tinggal di Sydney

Hidup tak lebih dari kumpulan pengalaman-pengalaman yang membuat kita seperti kita saat ini. Yuk, kita tukar pengalaman saling nambah koleksi biar hidup makin nikmat.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Memecahkan Monopoli Kepopuleran Jokowi Ahok

22 Maret 2014   14:34 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:37 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam persaingan, memang tidak semua bisa bersaing dengan fair dan terbuka. Persaingan yang sehat adalah dengan menonjolkan kebaikan masing-masing dan tidak dengan menjelekkan pihak lain agar terlihat diri menonjol. Persaingan model gini banyak kita dapat dalam kehidupan sehari-hari. Dan inilah yang terjadi di kancah perpolitikan kita saat ini. Seolah dengan menjelekkan partai lain, bisa mengangkat image partainya sendiri. Apakah mereka sudah merasa kalah sebelum adu persaingan dengan menonjolkan kebaikan masing-masing? Atau memang tidak ada kebaikan yang ditawarkan? Yang penting adalah kemenangan, dapat posisi dan kelimpahan materi jika menang?

Menuju Kehidupan Politik Santun

Salah satu strategi untuk mengurangi kepopuleran Jokowi Ahok adalah dengan memecah-mecah monopolinya. Monopoli yang tidak dipecah akan menguatkan dukungan. Tidak saja dukungan dari Jokowi Ahok lover, namun juga aliran dana dari pengusaha hitam sebagaimana dituduhkan oleh lawan politik Jokowi. Monopoli yang meruncing ini makin menemukan daya tembusnya. Inilah yang tidak disadari oleh lawan politik Jokowi Ahok. Bahkan mereka tanpa sadar ikut meruncingkan monopoli itu.

Memecahkan monopoli kepopuleran itu dengan cara mengambil sebagian monopoli yang dikuasai Jokowi Ahok. Bisa sedikit, bisa juga banyak. Monopoli Jokowi misalnya dalam hal blusukan, keterpihakan pada rakyat, pengambilan keputusan cepat, perampingan birokrasi, manajemen kontrol dan kerendah-hatiannya. Monopoli Ahok dalam hal kelugasan, terus terang, patriotik, memegang teguh konstitusi, tidak takut berkata benar, lugas, logis, jujur, tidak korup dan sebagainya.

Monopoli mereka bisa digali lebih banyak. Monopoli itulah kekuatan mereka. Monopoli itulah aset mereka sehingga membuat mereka terkenal dan disanjung masyarakat banyak.

Jika pecahan aset Jokowi Ahok bisa diambil dan kemudian disesuaikan dengan agenda partai, maka dengan sendirinya masyarakat akan dihadapkan pada banyak alternatif. Aset yang diambil dari monopoli itu secara perlahan bisa diolah kembali dan disesuaikan dengan kebutuhan partai secara perlahan. Jika monopoli itu diambil, masyarakat akan menilai lebih seimbang antar partai yang bertarung dan tidak lagi hitam putih. Selama ini masyarakat dihadapkan dua pilihan: baik atau jelek. Dan bukan pilihan: baik, lebih baik dan paling baik. Budaya politik kita sudah terbiasa main kotor dan saling menjatuhkan. Bukan adu kebaikan. Permainannya kasar dan tidak terkesan elegan. Permainan para preman. Main gertak dan ancaman. Jika Jokowi Ahok dianggap baik, maka yang lainnya pasti dianggap jelek.

Politik santun akan tercipta jika semua partai beradu tentang kebaikan. Masalahnya adalah siapkah partai lawan politik Jokowi Ahok memakai pecahan monopoli itu? Siapkah mereka melakukan sebagaimana yang dilakukan Jokowi Ahok? Siapkah mereka menghadapi keterbukaan? Siapkah mereka bekerja keras? Siapkah mereka jujur dan memihak rakyat?

Ternyata strategi yang nampak gampang ini tidak mudah dilakukan. Sementara menjelek-jelekkan Jokowi Ahok hanya akan menambah monopoli kepopuleran mereka. Mindset perlu dirombak kalau mau bertanding dengan seimbang. Bola fenomena Jokowi Ahok sudah terlanjur besar. Memanfaatkan kekuatan mereka dan mencoba memakainya sebagai senjata perlawanan adalah strategi masuk akal. Melawan kecenderungan arus umum hanya akan membuat makin terseret dan tenggelam.*** (HBS)

Mungkin Anda tertarik untuk membaca artikel sejenis:
Etika Itu Relatif dan Berstandar Ganda Buat Jokowi Ahok

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun