Mohon tunggu...
Herry B Sancoko
Herry B Sancoko Mohon Tunggu... Penulis - Alumnus UGM, tinggal di Sydney

Hidup tak lebih dari kumpulan pengalaman-pengalaman yang membuat kita seperti kita saat ini. Yuk, kita tukar pengalaman saling nambah koleksi biar hidup makin nikmat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Si Ratu Adil, Si Satria Piningit dan Si Kerempeng

28 Mei 2014   13:32 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:02 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Yang kalian minta sudah saya kasih. Saya kasih si kerempeng ini (Jokowi). Biar kerempeng, dia adalah banteng," kata Megawati disambut sorak-sorai simpatisan PDI-P saat Ketua Umum DPP PDI Perjuangan itu menyampaikan pidato politiknya dalam kampanye terbuka menjelang Pemilu Legislatif 2014 di Lapangan Thor, Surabaya, Jawa Timur, Senin, 17/3/2014 (Sumber).

Julukan dengan nada canda itu seharusnya tidak dilontarkan oleh Megawati untuk seorang sekaliber dia. Seorang bekas Presiden dan Ketua Umum PDIP. Memang, implikasi dari julukan itu tidak terasa untuk saat ini. Entah nanti ketika Jokowi benar-benar jadi seorang presiden. Mudah-mudahan tidak dijuluki sebagai Jokowi Kerempeng, Presiden RI. Presiden dari partai PDIP dengan Ketua Umumnya, Megawati Gembrot. Sebuah guyonan yang amat tidak lucu.

Melanggar Hukum

Di Australia, menjuluki orang dari penampilan fisiknya harus hati-hati bila tidak ingin terjerat hukum.

Orang sudah bisa amat tersinggung kalau dibilang gendut atau gemuk. Dianggap tidak punya etika sopan santun. Orang tersinggung bukan karena kesadaran tentang bentuk tubuh saja, tapi juga bisa dianggap bersikap diskriminatif. Bentuk badan tidak hubungannya dengan kemampuan seseorang. Sikap stereotype sejauh mungkin dihindari atau tidak diekspresikan secara terbuka.

Dalam identifikasi fisik pelaku kriminal pun, tidak bisa dilakukan seenaknya. Dianggap melawan hukum bila menggunakan istilah: "orang Asia", orang Selandia Baru, orang Lebanon, orang Arab dan lain-lain sebutan yang mengarah pada stereotype. Bahasa di koran dalam menggambarkan ciri-ciri seorang kriminal biasanya disebut dengan "Asian appearance", atau Inlander appearance, atau hyspanic appearance. Sebutan inipun sebenarnya sudah amat sensitif untuk dipakai karena bisa menggiring sikap stereotype pada golongan etnis atau kebangsaan tertentu.

Lain ladang lain belalang. Di Indonesia, kita bisa dengan ringan menyebut orang lain dengan nama-nama julukan yang belum tentu si penerima julukan itu bisa menerimanya dengan senang hati. Tapi kadang kita tak peduli karena secara umum hal itu dianggap lumrah dan tidak melanggar hukum. Kita dengan ringan saja menyebut orang lain karena ciri fisiknya bahkan keturunan etnisnya. Hingga saat ini faktor penyebutan etnis ini masih terbiasa dilakukan di Indonesia. Sebagai keturunan Cina, Batak, Madura dan lain-lain etnis. Dan parahnya dihubungkan dengan stereotype etnisnya dan bukan kualitas pribadi orangnya. Sikap stereotype memang masih subur di tanah air. Entah kapan orang bisa punya tenggang rasa dan secara berangsur punya kesadaran untuk berpikir lebih rasionil, realistis dan menghargai dalam melihat orang lain tanpa sikap stereotype sempit.*** (HBS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun