Mohon tunggu...
Herry B Sancoko
Herry B Sancoko Mohon Tunggu... Penulis - Alumnus UGM, tinggal di Sydney

Hidup tak lebih dari kumpulan pengalaman-pengalaman yang membuat kita seperti kita saat ini. Yuk, kita tukar pengalaman saling nambah koleksi biar hidup makin nikmat.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Hura-hura Kemenangan yang Tidak Sustainable Bakal Berumur Pendek

8 Oktober 2014   15:06 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:54 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keadaan darurat juga nampak dalam pemilihan Ketua DPR. Proses pemilihan seolah berlangsung secara sepihak. Didominasi oleh Koalisi Merah Putih. Proses yang oleh beberapa kalangan dianggap tidak syah karena berbagai alasan. Salah satunya tidak terpenuhinya quota quorum. Ketua dan wakil-wakil DPR yang ditunjuk sarat dengan unsur kepentingan kelompok. Ketua DPR yang diragukan latar belakang karakternya, tidak dipedulikan oleh Koalisi Merah Putih. Demikian juga wakil-wakilnya. Kompetensi mereka diragukan.

Keadaan darurat barangkali juga bisa dilihat dari aktifitas DPR/MPR selama ini. Mulai dari pelantikan, rapat RUU Pilkada, Pemilihan Ketua DPR dan MPR selalu berlangsung ricuh dan jauh dari memberikan pendidikan politik yang bermutu pada masyarakat. Lembaga DPR/MPR menjadi tontonan konyol bagi banyak orang. Bagaimana mungkin rakyat mempercayakan nasib negara ini pada tangan mereka?

Akhir Masa Transisi

Banyak elite politik lupa bahwa masa transisi ini akan berakhir ketika Jokowi secara resmi disumpah menjadi Presiden dan secara berangsur-angsur menjalankan pemerintahan yang syah dan didukung oleh rakyat pemilihnya. Entah berapa persen pendukung Prabowo yang beralih menjadi pendukung Jokowi nantinya.

Tapi dalam masalah RUU Pilkada, sebagian besar rakyat nampaknya bertentangan dengan keinginan Koalisi Merah Putih. Sebuah pertanda bagi KMP bahwa manuver politik mereka bakal berhadapan dengan rakyat.

"Berdasarkan survei mayoritas pemilih presiden. Pemilih Prabowo-Hatta 69,92 persen menyatakan setuju perppu. Hanya 22,03 persen yang menyatakan tidak setuju. Kalau dari pemilih Jokowi-JK itu 80,71 persen setuju. Hanya16,76 saja yang tidak setuju," kata peneliti Lingkaran Survei Indonesai (LSI) pimpinan Denny JA, Fitri Hari. Mayoritas menyatakan mendukung Perppu yang menentang RUU Pilkada lewat DPRD (Sumber: http://www.jpnn.com/read/2014/10/02/261397/Mayoritas-Pemilih-Prabowo-Hatta-Dukung-Perppu-).

Apa yang diputuskan dalam masa transisi bisa saja dirombak secara pelan oleh Jokowi lewat langkah-langkah yang sistematis dan didukung oleh masyarakat luas. Hingar bingar kemenangan KMP dalam masa transisi tidak akan berguna banyak jika dihadapkan pada kemauan rakyat nantinya.

Jika Jokowi dan kabinetnya bekerja keras dan mengutamakan kepentingan rakyat, prestasi ini bakal dinilai oleh rakyat. Dan rakyat tidak akan tinggal diam jika program kerakyatan Jokowi dijegal oleh KMP. Untuk mengetahui efek program kerja Jokowi memang tidak bisa dinilai dengan cepat. Tapi kekuatan Jokowi akan berangsur menguat dan bisa mendapat dukungan lebih luas. Sebagai presiden tentu beda dengan sebagai gubernur. Wilayah kerja Jokowi jauh lebih luas dan lebih kuat karena didukung oleh kabinetnya dalam pemerintahan. Kekuatan Jokowi bagai gelombang ombak besar yang bisa menggulung siapa saja yang menghalangi lajunya. Bila sudah demikian lembaga DPR/MPR bisa bagai macan ompong. Tidak digubris oleh Jokowi jika rakyat berada di belakangnya. Pengalamannya sebagai walikota di Solo dan sebagai gubernur di DKI telah membuktikan hal ini.

Belum lagi jika masyarakat menilai bahwa para pemimpin DPR/MPR tidak memihak pada mereka dan lebih runyam jika kemudian terindikasi tersangkut kasus-kasus korupsi. Manuver politik lewat DPR/MPR bisa mengundang ketidak-puasan masyarakat secara luas.

Jika Jokowi berniat mendirikan pengadilan HAM maka akibatnya banyak pihak akan terseret ke pengadilan dan tercopot kepengurusannya dalam politik, termasuk tokoh-tokoh di KMP. Demikian juga jika Hari Santri Nasional bisa menggiring masyarakat untuk melawan politik yang dibawa oleh agama aliran garis keras. FPI saat ini juga mulai dilirik untuk dibubarkan. Kemungkinan menyusul terjadi pengebirian PKS.

Senjata pamungkas Jokowi adalah pembenahan birokrasi yang transparan dan bersih dari korupsi di pemerintahannya di seluruh Indonesia. Revolusi mental untuk memerangi korupsi memungkinkan Jokowi untuk sedikit demi sedikit menggoroti kekuatan KMP dan elit-elit politik yang sebelumnya memang terindikasi terlibat dalam korupsi. Pembenahan birokrasi pemerintahan yang jelas-jelas bakal didukung masyarakat secara luas. Hura-hura kemenangan dalam masa transisi jelas tidak punya umur panjang. Kemenangan hanya berdasar tujuan jangka pendek, berada di lapis luar dan tidak sustainable. Bakal terkikis lapis demi lapis. Peta politik ada di tangan Jokowi dan kabinetnya. Sudah saatnya Indonesia berbenah diri. Waktu yang kita punya tidak banyak lagi. Pemerintahan Jokowi perlu kerja ekstra keras.*** (HBS)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun