Mohon tunggu...
Yuhesti Mora
Yuhesti Mora Mohon Tunggu... Dosen - Pecinta Science dan Fiksi. Fans berat Haruki Murakami...

Menulis karena ingin menulis. Hanya sesederhana itu kok.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menjadi Generasi Ceruk Lebar Tanpa Dasar dengan Saringan di Atasnya

24 Januari 2019   16:40 Diperbarui: 24 Januari 2019   18:41 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak ada pemaksaan dan tidak ada pencatatan administrasi yang layak untuk itu. Sebab yang pertama saya tidak punya waktu untuk itu dan lagi saya tidak ingin repot-repot memikirkan berapa banyak buku yang tidak pernah kembali lagi.

Ketika sedang memikirkan itu, saya dikirimi tulisan yang berjudul "Menjadi Ceruk Lebar-tanpa Dasar-dengan Saringan di Atasnya". Sebuah tulisan yang menguraikan bagaimana sastra merespon revolusi 4.0, ditulis oleh Benny Arnas. Tulisan itu hendak kami diskusikan dalam kegiatan klub buku yang kami inisiasi pada akhir pekan kemarin, tepatnya minggu, 20 Januari 2019.

Tulisannya ditulis dengan pertama-tama menjelaskan sejarah perkembangan revolusi dari revolusi 1.0 hingga revolusi 4.0 dan dengan disertai bagaimana pengaruhnya terhadap dunia sastra. Lalu setelah itu ia memberikan pandangannya tentang konsekuensi hipotetis revolusi 4.0 dimana ada kemungkinan bahwa mesin-mesin kecerdasan buatan akan mengganti banyak peran manusia termasuk dibidang kepenulisan. 

Peran sastrawan mungkin akan tergantikan. Pada mulanya terdengar sangat ironis namun Benny Arnas atau yang akrab kami panggil Bang ben memberikan titik balik dimana ia mengajukan pernyataan yang sedikit mengandung kelakar, yakni sastrawan yang bagaimana yang akan tergantikan? 

Sastrawan (baru) yang malas yang tidak mampu merespon zaman dan yang menuhankan pasar sebagai landasan berkaryanya-lah yang akan punah dan angslup di atas kedangkalan. Mereka hilang sebab karya-karyanya tidak memiliki kekuatan, tidak memiliki genuity sehingga gampang direplikasi atau dimodifikasi oleh kecerdasan buatan.

Lalu Bang ben juga menjelaskan bahwa sastra hari ini sebagian besar diakses oleh generasi revolusi 3.0 yang masih memiliki tradisi bergaul dengan buku fisik. Sementara generasi revolusi 4.0 yang paling berpotensi untuk menjelma Ceruk Lebar-tanpa Dasar-tanpa Saringan yang menerima apa saja, bahkan ketika sampah dan kotoran peradaban saja yang dibuang ke dalamnya.

Sampai di titik ini saya merasa terhenyak. Apa kabar generasi revolusi 4.0 yang akan menghadapi tantangan 10 hingga 20 tahun mendatang dengan tanpa bekal literasi. Hari ini mereka hidup di tengah arus internet yang tak mengenal ruang dan waktu. Ada banyak distraktor-distraktor seperti televisi, game, sosial media dan lain-lain yang membuat membaca buku itu tidaklah lagi menjadi sebuah aktivitas yang menarik.

Apa kabar sekolah, apa kabar rumah? Generasi yang sempat hidup di revolusi 3.0 yang katanya sempat bergaul dengan buku fisik pun barangkali juga sedang sibuk merespon perkembangan zaman dengan "tidak mau ketinggalan". Update status sebanyak mungkin, chatingan di whatsapp, terkesima dengan tontonan youtube, bermain game sesering-seringnya dan barangkali sedang ada yang mengantri tidak sabar di konter untuk mengisi kuota internet.

Sekolah dan rumah menjadi saksi bagaimana teknologi mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat. Guru dan siswa tidak lagi bercengkrama seakrab dahulu sebab ruang guru dan ruang kelas siswa kini memiliki dinding yang lebih tebal yang bernama ketidakpedulian. Ayah, ibu dan anak-anak ada di ruangnya masing-masing, asyik dengan gawainya sendiri. Dan apa kabar buku fisik? Ia semata adalah pajangan di ruang kerja, di ruang perpustakaan sekolah dan bahkan di pojok-pojok baca. Ia hanyalah pemanis ruangan yang ada atau tidak adanya ia, tidak ada yang peduli.

Maka tidak akan ada tradisi baca yang diturunkan secara estafet oleh generasi lama ke generasi baru jika generasi lama hanya sibuk dengan pesona teknologi saat ini dan generasi baru---yah kita pun tahu---mereka tidak punya pilihan lain selain hanya mengikutinya saja.

Lalu, apakah buku-buku fisik di TBM itu pun juga segera akan menjadi pajangan-pajangan saja?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun