Saya, suatu kali iseng-iseng mengajukan pertanyaan di sebuah akun sosial media bernama Quora---situs berbagi pengetahuan di mana user dapat mengajukan dan menjawab pertanyaan apapun.
"Yang mana yang lebih penting dalam pembelajaran, bertanya atau menjawab pertanyaan?"
Dari semua jawaban para user lain yang saya peroleh, intinya itu tergantung proses apa yang ingin didapatkan. Tidak satu pun dapat memutuskan mana yang lebih penting---dua-duanya penting dan saling melengkapi. Menjawab pertanyaan berguna untuk mereview yang telah dipelajari sedangkan bertanya berguna untuk memperoleh pengetahuan baru.
Dan itu merupakan jalan tengah bagi saya.Â
Di satu sisi saya menjadi lebih terbuka ketimbang sebelumnya. Di sisi lain itu makin menguatkan saya soal protes sistem pendidikan itu. Bahwa nilai kognitif siswa jangan hanya dinilai dari jawabannya saja namun juga dari pertanyaan-pertanyaan yang ia ajukan. Meskipun dalam praktiknya ini menjadi tidak mudah. Siapa yang sanggup menilai sebuah pertanyaan yang diajukan tiap-tiap orang---yang jika diterapkan secara benar, sudah pasti berbeda dan original.
Seorang dosen saya yang bijak dalam sebuah kelas Filsafat menilai tiap-tiap jawaban yang kami ajukan berdasarkan kata kunci dan kesesuaiannya. Saya mengajukan gagasan bagaimana jika kita jua menilai pertanyaan-pertanyaan tersebut berdasarkan kata kunci dan kesesuaian dengan materi pembelajaran di hari itu? Meskipun akan memunculkan potensi subjektivitas besar di sana sini, namun apakah itu sebuah alasan yang tepat untuk tidak mencoba?
Lebih lanjut lagi apakah benar soal bertanya atau menjawab pertanyaannya yang penting dalam pembelajaran? Apa bukan soal motivasi? Mau diterapkan metode atau cara apapun jika niat untuk belajar itu tidak tertanam sendiri dalam pribadi masing-masing semuanya barangkali akan sia-sia saja. Seperti halnya saya, setiap orang akan mengajukan pertanyaan jika menemukan hal yang menarik minatnya. Soal minat ini perkara siapa lagi?
Sebelum menjadi esai yang tidak berujung, untuk menghibur diri, saya akan menanamkan dalam-dalam kata-kata Kiai Hj Maemun Zubair ini. Bahwa katanya, "Jadi guru itu tidak usah punya niat bikin pintar orang. Nanti kamu hanya marah-marah ketika melihat muridmu tidak pintar. Ikhlasnya jadi hilang. Yang penting niat menyampaikan ilmu dan mendidik yang baik. Masalah muridmu kelak jadi pintar atau tidak, serahkan pada Allah. Didoakan saja terus menerus agar muridnya mendapat hidayah."
Sebagai penutup, saya teringat sebuah judul dari buku yang ditulis Leon Max Lederman yang mengupas tentang The God Particle (Partikel Tuhan---Higgs Boson) yang dulu menjadi motivasi terbesar saya untuk belajar lebih banyak. Semoga juga bisa menjadi motivasi bagi yang membaca atau paling tidak yang membaca menjadi tergerak untuk mencari motivasi belajarnya sendiri di tempat lain.
If the universe is the answer, what is the question?
Jika semesta ini adalah jawabannya, apa pertanyaannya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H