Sementara anak-anak yang berusia beberapa tahun di atasnya---anak-anak SMP---sudah tidak seaktif mereka. barangkali persis yang ia ucapkan bahwa mereka berhenti menjadi penasaran atau barangkali hanya ketertarikan mereka saja yang sudah berbeda. Saya belum dapat memutuskan apakah itu adalah hal yang baik atau justru memang semengkhawatirkan pesan yang ingin Carl Sagan tegaskan.
Jika saya renungi sekali lagi saat kita bertanya kita memang sedang menunjukkan antusiasme untuk mengetahui perihal sesuatu. Dari bertanya juga kita akhirnya memperoleh sebuah fakta, pengetahuan atau pengalaman baru dari jawaban yang diperoleh. Ada pepatah pula yang mengatakan bahwa malu bertanya sesat di jalan. Intinya kira-kira siapa yang tidak ingin tersesat maka bertanyalah.
Seorang novelis, Patrick Rothfuss, memberikan saya poin tegas tentang lebih pentingnya bertanya ketimbang menjawab pertanyaan. Bahwa katanya pertanyaan yang tidak bisa kita jawab itu paling membuat kita belajar banyak. Lebih lanjut lagi ia juga mengatakan bahwa jika kamu memberikan jawaban kepada seseorang, yang ia peroleh hanyalah secuil fakta. Namun berikan ia pertanyaan dan dia akan mencari jawabannya sendiri.
Tentang hal kedua yang ia sampaikan saya teringat seorang kawan. Kami sangat sering mengobrol, sharing tentang banyak hal. Ketika saya sedang mempertimbang sesuatu yang penting dalam hidup saya alih-alih menyarankan saya sesuatu, ia menberikan saya pertanyaan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang sedang saya hadapi. Bagi saya ia sangat cerdas. Ia membantu saya menyelesaikan persoalan dengan tidak menggurui saya---tidak ada satu orang pun yang ingin digurui---tetapi lebih ke memberikan jalan dan memberikan ruang bagi saya untuk menyelesaikan masalah saya sendiri.
Saya telah belajar banyak dari pertanyaan yang ia ajukan. Bahwa belajar itu adalah jua soal proses. Bayangkan jika ia memberikan saya nasihat sebagai jawaban dari persoalan-persoalan yang saya bagi dengannya. Saya hanya akan mendapatkan sebuah nasihat saja.
Selama periode waktu itu saya masih menganggap bahwa bertanya jauh lebih penting ketimbang menjawab pertanyaan. Dampaknya adalah siswa-siswa di kelas saya, diharuskan mengajukan pertanyaan sebagai tugas rutin setiap selesai pembelajaran. Dan itu saya lakukan sebagai sebuah bentuk protes mengapa sistem pendidikan kita lebih banyak membuat siswa menjawab pertanyaan ketimbang mengajukan pertanyaan.
Dari mengamati berbagai macam pertanyaan siswa itu saya dapati bukan saja seberapa jauh ia belajar dalam satu waktu tetapi juga menguak siapa diri siswa itu. Saya mengenali mereka dari pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan itu. Meskipun dalam prakteknya tidak selalu mulus. Karena tidak semuanya bertanya dengan serius---setengahnya hanya menyalin pertanyaan dari buku teks, bukan hasil merenunginya dalam-dalam. Ini bisa dipahami karena biasanya sesi bertanya dilakukan selama proses pembelajaran yang paling banyak satu atau dua orang saja. Sementara ada lebih banyak siswa yang tidak terbiasa dengan bertanya.
Untuk beberapa waktu menjadi guru yang demikian saya merasa bersyukur. Meskipun saya belum tahu lebih lanjut tentang apa manfaat yang diperoleh dari siswa-siswa saya itu dari bertanya---yang saya dorong mati-matian.
Kemudian, saya mencoba mendorong "bertanya" kepada siswa-siswa yang saya asuh sekarang. Mereka usianya jauh lebih rendah. Namun saya percayai mereka sebagai makhluk yang berpikir. Saya tidak sepakat bahwa mereka hanyalah sebuah benda yang bersih atau tidaknya tergantung kita yang membuatnya.
Semisal, Dik, apa manfaatnya bermain game online? Mengapa malas datang ke sekolah? Mengapa malas baca buku? Apa manfaatnya keluyuran ke sana ke mari?Â
Dan pertanyaan-pertanyaan semacamnya.
Hasilnya tentu saja jauh lebih tidak mulus ketimbang sebelumnya. Dan saya merasa buruk sekali. Ini karena saya terlanjur memiliki pengharapan yang tinggi sementara saya lupa bahwa barangkali benar, mereka hanyalah anak-anak saja.
Seperti yang dituliskan Aan Mansyur dalam salah satu esainya bahwa ketidakpastian adalah racun bagi tubuh. Tidak semua orang senang diombang-ambingkan oleh perasaan bimbang. Ya, bertanya memang membuat kita bimbang. Siapa pula yang senang dibuat bingung. Siapa pula yang senang dibuat bertanya jika pertanyaan-pertanyaan itu membuat tidak tidur malam---seperti yang saya alami.