Mohon tunggu...
Yuhesti Mora
Yuhesti Mora Mohon Tunggu... Dosen - Pecinta Science dan Fiksi. Fans berat Haruki Murakami...

Menulis karena ingin menulis. Hanya sesederhana itu kok.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bening Bayam Paling Tidak Komplit

1 Agustus 2016   14:31 Diperbarui: 1 Agustus 2016   14:38 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Eureka!” teriaknya diam.

Dia puas dengan belanjaannya saat itu dan memilih pulang setelah mengantongi dua jari temu kunci itu dalam tas belanjanya.

Sesampainya di rumah, dilihatnya adik masih tidak beranjak dari kasurnya.  Dari pintu yang dia lihat adalah punggung yang berselimut. Kamarnya gelap, tirai jendela kamar rupanya tak juga dibuka. Berdiri beberapa menit di sana sambil memandanginya. Dia sedang bimbang mau memanggilnya atau tidak, mengingat ini sudah tengah hari. Tetapi diputuskannya untuk berlalu saja. Ingin ditengoknya pula kamar utama di rumah itu. Sebelum membuka pintu, dia menimbang-nimbang apakah akan membukanya atau tidak. Akhirnya diputuskannya untuk tidak membukanya.

Dia mengeluarkan belanjaannya dari tas. Ikan yang sudah diperutinya, dibumbui dan dipanggang di atas kompor. Sementara itu dia membuat sambal terasi sebelum kemudian dia mengupas wortel, mencucinya lalu memotongnya serong. Kemudian menyiangi bayam dan lalu mencucinya dengan air keran. Jagung manis dicucinya terlebih dahulu sebelum kemudian diberondolnya hingga yang tersisa hanyalah bongkolnya yang gundul. Dia membalikkan ikan yang dipanggangnya tadi. Kemudian diambilnya temu kunci, bawang merah, bawang putih, dan tomat. Temu kunci dikupasnya lalu di rendamnya di dalam semangkuk air.

Bawang merah dan putih yang telah dikupas pun direndamnya di mangkuk yang sama. Begitu pula tomat. Semua bumbu tadi diirisnya di atas tatakan. Kemudian karena dilihatnya ikan yang dipanggang tadi sudah matang, diangkatnya dari kompor dan menggantinya dengan panci yang berisi air. Dimasukkannya bumbu-bumbu yang telah diiris tadi, garam secukupnya dan sedikit gula. Kemudian dimasukkannya irisan wortel dan jagung manis. Ditunggunya hingga mendidih dan wortel serta jagung melunak. Kemudian dimasukkannya bayam. Setelah merasa rasanya cukup ketika mencicipinya dengan menggunakan sendok, dia segera mematikan kompor. Dia tidak ingin bayam—istilah populernya—overcook. Ibunya yang dulu selalu memperingatkannya akan hal ini. Saat itu tepat ketika perutnya usil bersiul. Untunglah nasi sudah dimasaknya sebelum dia berangkat tadi.

Beberapa menit kemudian semua yang dimasaknya sudah tersaji di hadapannya. Ayah dan adiknya belum juga move on dari tempat tidur.

“Makan sendiri lagi,” gumamnya.

Ia menaruh secentong nasi di piringnya sendiri, mengambil bagian ekor ikan, menyendok sambal terasi kemudian menuangkan kuah bening ke atas nasinya sambil diambilnya bayam dan jagung. Ia memang selalu melewatkan wortel. Tidak pernah suka rasanya. Tetapi anehnya tidak ada wortel dalam bening bayam, rasanya tak nikmat baginya. Seperti ada yang kurang.

“Wortel itu baik untuk kesehatan mata,” nasehat ibunya setiap kali. Sekarang juga begitu andai ibunya ada bersamanya di meja makan.

Aku tahu”, bisikku.

Baru beberapa sendok ia menyuapkan nasi, ia merasa mual. Ingin disudahinya dengan menyisakan setengah bagian yang diambilnya tadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun