Mohon tunggu...
Yuhesti Mora
Yuhesti Mora Mohon Tunggu... Dosen - Pecinta Science dan Fiksi. Fans berat Haruki Murakami...

Menulis karena ingin menulis. Hanya sesederhana itu kok.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bening Bayam Paling Tidak Komplit

1 Agustus 2016   14:31 Diperbarui: 1 Agustus 2016   14:38 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Karena ketika masa sekolah tiba ibu dan ayahnya hanya ingin dia punya banyak waktu untuk belajar, biasanya diberikan hanya ketika dia sedang dalam masa liburan sekolah. Dia masih ingat masakan pertama yang diajarkan adalah membuat sambal hijau. Pertama-tama ibunya menyuruh mengupas setengah siung bawang merah, beberapa bawang putih lalu membuang tangkai segenggam—milik ibunya—cabai hijau. Lalu setelah mencucinya dengan air mengalir, cabai ditaruh di penggilingan dengan ditaburi sedikit garam. Dia bertanya perihal garam itu kepada ibunya.

“Agar mudah kerjamu, Nak.” Jawab ibu singkat.

Setelah itu bawang merah dan putih ditambahkan pula ke penggilingan. Seketika matanya panas dan berair tapi terus digilingnya sampai selesai meski harus sambil mengelap mata yang tak mau berhenti basah dengan kaos bagian punggung tangannya. Ibu baru saja selesai menggoreng ikan asin beledang di kuali. Lalu dituangkannya ikan asin beserta minyak itu ke atas cabai dan bawang yang sudah digilingnya tadi.

“Aduk!” perintah ibunya.

Dia menuruti.

“Beri sedikit gula.” Lanjut ibunya lagi.

Dia mengambil sedikit gula dan menaburinya sambil terus mengaduk sambal di atas penggilingan. Dengan menggunakan ujung jarinya dia merasai sambal setelah terlebih dahulu mencoleti sambal yang dia ambil dengan menggunakan sendok.

“Ibu, sudah pas,” katanya.

Ibunya merasai sambal dengan protokol yang sama seperti yang dia lakukan tadi. Lantas siapa yang mengikuti dan diikuti? Kecil kemungkinan ibu yang mengikutinya.  Ibu hidup lebih lama dibandingkan anak dan ibu sudah berada dalam usia dimana ia tidak lagi punya kecenderungan mengikuti perilaku orang lain. Protokol yang sama itu sebab dia yang sebelumnya sering memperhatikan ibunya memasak. Kebiasaan semacam itu akan mudah diikuti walau baik yang mengikuti dan yang diikuti pun sama-sama tak sadar apalagi memikirkan.

Beberapa menit setelah ibunya menyepakati rasa sambal itu dan memuji hasil kerjanya, ada sejumlah ketidaknyamanan yang bersarang di jemarinya. Setelah berpikir sejenak dia menyimpulkannya sebagai panas dan perih. Ibunya bilang itu karena air dari biji cabai yang mencipratinya ketika menggiling cabai dengan batu.

Ibu menyuruhnya untuk mencuci tangan dengan sabun, lalu mengolesinya dengan minyak. Diturutinya tanpa menawar. Tetapi karena tidak kunjung berkurang, ibu mengeluarkan jurus lain yang tak kalah unik—bagi seorang anak SD yang baru belajar memasak—yaitu memasukkan jemari ke dalam karung beras. Panas dan pedih membuat sensasi dingin yang diberikan beras pada jemarinya terasa sangat luar biasa. Karena itu dia tidak ingin jauh dari teman barunya itu—sekarung beras.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun