Assalamu'alaikum, Selamat malam Sobat,Â
Maaf, meskipun saya menulisnya menjelang di batas kepantasan waktu beraktivitas, tetapi tidak bermaksud pembaca mengunjunginya malam ini. Pagi waktunya sangat terbatas, meskipun sudah bangun di sepertiga malam. Kesibukan pagi, adalah kesibukan yang tidak bisa ditunda, apalagi ditiadakan.Â
Tulisan saya ini merupakan kisah nyata. Kejadiannya pagi tadi. Ketika usai pembukaan Ujian Skripsi Periode Januari-April.
 Entah mengapa ya, anak-anak jaman sekarang cenderung memudahkan berbagai urusan, bahkan hal yang sangat urgent. Mungkinkah karena bagi mereka ujian ya sama halnya dengan tatap muka sebagaimana biasanya, ada paparan, ada pertanyaan? Atau karena ketiadaan disiplin dalam diri mereka, atau mereka berpikir, 'Alaah...paling ya cuma ditegur', memandang enteng, remeh peristiwa yang mungkin hanya berlangsung sekali seumur hidup, atau memang benar alasan, sakit, macet, hujan, dsb?
Dekan yang sekaligus Ketua Tim Penguji sampai berucap, "Lima menit lagi tidak datang, ditunda saja?"
"Lalu akan diuji  kapan, Bu?" Pertanyaan yang memang wajar diajukan Kaprodi. Karena dialah yang harus menjadwal ulang. Dan ini tidak mudah, karena berarti harus kembali mengkonfirmasikan penundaan ini, dan menetapkan kesepakatan  dari 3 orang penguji yang memiliki kepentingan dan kesibukan berbeda-beda.Â
Seorang Mahasiwa mengusulkan, "Senin depan saja, Bu". Jelas tidak mungkin, karena pada Pekan depan itu ada cuti bersama, resmi dari Pemerintah. Cuti dimulai Hari Jumat-Selasa. Ini merupakan Cuti Besar. Mahasiwa sangat suka dengan libur seperti ini, karena bisa berlama-lama pulang ke desa atau ke rumah asal. Hemat BBM perut dan motor, makan enak pula masakan Ibu di rumah. Bukan hanya mahasiswa, para pegawai pun suka. Punya duit atau tidak, bisa istirahat dari rutinitas, minimal refreshing tipis-tipis.
"Kenapa kamu terlambat?", pertanyaan Dekan yang sekaligus Penguji pada pagi tadi memecahkan keheningan sejenak, terbawa bayangan vakansi. "Saya sakit, Bu." Wajah cantiknya memang terlihat kuyu. "Kalau sakit, kenapa datang. Kenapa tidak memberi tahu?Kamu tahu, saya sudah datang dari pagi, saya tinggalkan kesibukan rumah demi tidak terlambat hadiri di pembukaan?!" Suaranya meninggi memberondong si Gadis teruji yang terus menunduk.
"Apa kamu siap? kalaupun kamu siap, saya yang tidak bisa! Apa kata orang, nanti saya dianggap tidak manusiawi, orang sakit tetap diuji!" Kami semua yang ada di ruangan itu tidak berani menimpali. Tidak biasanya beliau marah. berulang kali beliau mengucapkan istighfar. "Nek ngene ki, aku ya dosa. esuk-esuk wis nyeneni wong!"
Tiba-tiba seorang lagi menyusul. "Mohon maaf, Bu. saya terlambat. Macet." katanya tegas, seolah-olah itu bukan masalah buatnya. 'Penguji pasti maklum, karena rumah saya jauh, hujan pula. Di mana-mana banjir, dan macet.' pikirnya. Lain mahasiswa lain pula dosennya. "Iki meneh, kenapa kamu terlambat! Rumahmu mana?"Â
"Kendal, Bu."