Sudah lebih dari sebulan Jokowi tidak bisa memutuskan skema eksploitasi lapangan Abadi, Blok Masela di Maluku. Keadaan ini menimbulkan ketidak pastian untuk kelanjutan pengusahaan lapangan migas tersebut yang sudah dimulai pengerjaannya di tahun 1998. Alur bisnis yang dilakukan selama ini sesuai rencana. Hanya setahun belakangan ada ganjalan yang membuat Jokowi harus mengambil alih keputusan skema eksploitasi. Perubahan kabinet Jokowi membuka pintu masuknya keruwetan yang dialami sekarang ini. Terpaksa Jokowi harus menelan pil pahit, terjadi konflik. Terjadinya ketidak harmonisan dalam kabinet akan melumpuhkan jalannya organisasi negara.
Presiden mengangkat menko untuk membantu mengkoordinasikan program program kabinetnya supaya selaras tidak tumpang tindih. Suatu pemikiran yang masuk akal, sampai suatu saat terjadi hal sebaliknya yang kontra produktif. Pekerjaan ESDM Blok Masela yang sedang dalam progress direview oleh Menko. Komitmen ESDM/SKK migas dengan PSC di tahun 2010 harus ditinjau ulang.
 Pada tahun 2010 sudah diambil keputusan untuk skema eksploitasi menggunakan LNG Plant di atas kapal yag diletakkan di atas lapangan Masela. Keputusan meninjau ulang keputusan lama akan membawa dampak yang ribet. Karena di-switch dari kilang laut ke LNG plant offshore sesuai keinginan menko maka hasil kerja lima tahun itu akan terbuang percuma. Baik pihak PSC maupun SKK migas mengalami kemubaziran ini.
Karena masing masing pihak mempertahankan opsi masing masing, maka terjadi perselisihan pendapat. Pereselisihan ini tidak hanya di dalam sidang kabinet, tapi meluber keluar. Di jaman medsos ini perseteruan keluar arena dan masuk ke medsos. Pendapat anggota DPR, menteri, pebisnis, pengamat dan masyarakat pun ikut terbelah jadi dua kubu. Ini membuat perseteruan blok Masela menjadi semakin runyam. Dalam persolalan seperti ini terlihat ada vested interest dari masing masing pihak.
Presiden yang melihat gawatnya perseteruan ini akhirnya mengambil alih penentuan keputusan blok Masela. Sebuah upward delegation. Ini juga merupakan tanggung jawab karena telah terjadinya blunder akibat kewenangan antar departemen yang tumpang tindih.
Berlarut larutnya sikap Jokowi berada dalam kebimbangan dalam memutuskan antara dua opsi di blok Masela ini merupakan indikasi bahwa masalah ini sangat rumit. Tidak sesederhana menentukan mana di antar dua opsi tersebut yang lebih murah. Ekses ikutan dari dipilihnya salah satu opsi membuat pusing. Berbagai masukan dan ancaman membuatnya tidak bisa mengumumkan dengan tegas pilihannya.
Memilih antara dua opsi yang nilai plus dan minusnya kurang lebih seimbang memang membuat gamang. Akan selalu muncul pertimbangan yang saling membalans dan mengakibatkan tidak bisa memutuskan terus. Terjadi kemandekan dalam mendorong progress penyelesaian masalah. Putusan tidak bisa diambil, ditunda hingga mendapatkan salah satu opsi yang dikatakan menang telak.
Kurang lebih perbandingan berikut ini yang membuat gamang.
Opsi Kilang Laut (FLNG)
Keuntungan
1. Biaya lebih murah
2. Waktu peyelesaian dari saat sekarang lebih cepat
3. Target pemenuhan gas sesuai rencana awal
Kerugian
1. Teradi bibit separatisme yang bisa disulut di Indonesia Timur
2. Pemerintahan Jokowi akan dicap mengabaikan Indonesia Timur
Opsi Kilang Darat
Keuntungan
1. Menciptakan lapangan pekerjaan di Maluku
2. Bisa membuat pabrik Petrokimia dan Pupuk
Kerugian
1. Tenaga dan uang yang telah dikeluarkan selama ini terbuang
2. Bisa kena tuntutan Inpex/Shell untuk kerugian yang diakibatkan
3. Kemungkinan dalam beberapa waktu ke depan harus impor LNG
4. Preseden buruk jika berbagai ongoing projects nanti di "Masela" kan
5. Trust dari investor berkurang, nama Indonesia jelek
Akhirnya permasalahan menjadi kompleks, opsi skema eksploitasi Blok Masela ini menjadi sulit diputuskan. Kepada wartawan pada tangga; 29/2/2016 Jokowi memberikan keterangan : " Keputusan investasi itu nantinya ada di 2018. Oleh sebab itu kita memerlukan waktu untuk memberikan peluang kepada investor apakah pembangunannya di darat atau di laut."
Penundaan pengambilan keputusan ini juga ada ekses negatifnya. Berbagai kalangan seperti anggota DPR, pengamat, pebisnis dan masyarakat mengingatkan untuk mengambil keputusan dengan cepat. Mudah mudahan dalam waktu dekat Jokowi bisa memberikan kepastian tentang blok Masela ini.
Disarankan Jokowi menggunakan kearifan, keberanian dan insting untuk menyelesaikan masalah ini. Pengumpulan informasi untuk masukan sebaiknya tidak terlalu banyak. Cukup 50 - 70 % saja. Tidak usah menunggu 100 %, karena tidak akan pernah tercapai dan nantinya akan terlambat. Penundaan berkepanjangan atas nama pengumpulan informasi dan masukan akan mengakibatkan "analysis paralysis". Penundaan yang tadinya dimaksudkan utuk meminimalkan resiko malah akan membuat persoalan jadi ber-resiko.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H