Mohon tunggu...
Mohammad Herdianto
Mohammad Herdianto Mohon Tunggu... Administrasi - Bukan jurnalis, hanya suka menulis

PNS (Pegawai Nyekel Sapu)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengemis Bukan Solusi Mengais Rezeki

25 Maret 2018   08:54 Diperbarui: 25 Maret 2018   23:53 2603
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika saja ada pertanyaan, kenapa harus berkerja? Yang pasti untuk mencari uang, demi mencukupi kebutuhan sehari-hari. Apalagi jika dalam posisi sebagai kepala keluarga yang harus bertanggung jawab untuk mencukupi semua kebutuhan keluarganya.

Tuhan maha adil, rejeki setiap hamba-hambanya sudah di atur sebaik mungkin. Namun walaupun begitu, rejeki tidak bisa datang begitu saja, semua harus ada usahanya untuk mendapatkannya dan usaha untuk mengais rejeki itu adalah dengan cara bekerja.

Begitu juga dengan pak Lamidi, lelaki berusia 50 tahun yang kemarin tak sengaja bertemu di SPBU wilangan Nganjuk. Pak Lamidi adalah seorang pedagang asongan, ia menjual tahu goreng dan kacang rebus yang sudah dikemas didalam plastik dan dijual dengan harga 2 ribu rupiah perbijinya.

Dagangan pak lamidi | dokumen pribadi
Dagangan pak lamidi | dokumen pribadi
Sabtu sore kemarin bus rombongan teman-teman kantor sehabis menghadiri undangan pernikahan dari Surabaya berhenti untuk mengisi bahan bakar di SPBU wilangan, saya sempat turun untuk membeli makanan ringan untuk sekedar mengganjal perut, karena toh sebentar lagi juga sudah hampir sampai di ponorogo jadi tidak perlu membeli makanan yang berat.

Di situlah awal pertemuan saya dengan pak Lamidi. Hati rasanya tak tega, melihat seorang pedagang asongan dengan kondisi fisik yang maaf agak sedikit bedha dengan orang pada umumnya, tinggi tubuh pak Lamidi hanya sekitar setinggi dada orang dewasa.

Kondisi fisik Pak Lamidi | dokumen pribadi
Kondisi fisik Pak Lamidi | dokumen pribadi
Pak Limidi setiap harinya memang menjadikan SPBU wilangan tempat untuk mengais rejeki. mengingat kondisi fisiknya yang seperti itu, ia tak berani jika harus turun ke Jalan, ia hanya menawarkan bagi para penumpang kendaraan yang mampir untuk istirahat di SPBU wilangan.

Rest area SPBU wilangan tempat pak lamidi mengais rejeki | dokumen pribadi
Rest area SPBU wilangan tempat pak lamidi mengais rejeki | dokumen pribadi
Setiap harinya Pak Lamidi memulai berjualan pukul 11:00 sampai dengan waktu yang tidak ditentukan hingga semua dagangannya habis terjual. Bahkan ia juga sempat bercerita, pernah sekali waktu dagangannya belum habis, padahal waktu sudah menunjukan pukul 21:00 , akhirnya ia pun harus pulang dengan membawa dagangannya yang masih tersisa banyak.

Saya senang sekali, tahu goreng dagangan Pak Lamidi hari ini terlihat laris manis terjual, terlihat juga beberapa pengemudi kendaraan yang turun untuk membeli dagangannya, untuk dimakan ditempat maupun untuk dimakan di dalam kendaraan selama perjalanan.

Seorang pembeli untuk dimakan ditempat | dokumen pribadi
Seorang pembeli untuk dimakan ditempat | dokumen pribadi
Seorang pembeli untuk dimakan di dalam kendaraan | dokumen pribadi
Seorang pembeli untuk dimakan di dalam kendaraan | dokumen pribadi

Saat ingin mencoba berkenalan dengan Pak Lamidi, saya merasakan hal yang sedikit aneh, raut mukanya seperti ada ketakutan dan kekawatiran, terlebih saat ia tahu kamera handphone saya mulai menjepret ke arahnya. Saya benar-benar tidak tahu dengan apa yang di pikirkan oleh Pak Lamidi.

Namun emosi saya seketika memuncak saat Pak Lamidi bercerita, pernah ada seseroang yang saya sendiri tidak tahu hatinya terbuat dari apa, ingin memanfaatkan kondisi fisik Pak Lamidi untuk mengharap belas kasihan  orang lain dengan cara mengajak untuk mengemis atau meminta minta, di tempat yang tidak mau disebutkan dimana tempatnya. Mungkin hal ini yang membuat Pak Lamidi seperti ketakutan dengan kedatangan saya.

"Riyen niku nate mas, enten tiyang mandap saking mobil etok-etok tumbas dagangan kulo nanging akhir-akhire malah kulo badhe di jak ngemis duko teng pundi, nggih langsung kulo tolak mawon" cerita Pak Lamidi kepada saya dengan menggunakan Bahasa Jawa.

Pak Lamidi menceritakan, pernah ada seseorang yang turun dari mobil, kemudian pura-pura membeli dagangannya, namun pada akhirnya membujuknya agar mau diajak menjadi pengemis, beruntung Pak Lamidi langsung menolaknya begitu saja.

Sayangnya tidak banyak waktu bagi saya untuk mengobrol dengan Pak Lamidi, karena saya juga harus harus mengajar waktu, bus yang saya niaki juga sudah selesei mengisi bahan bakar dan sudah bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan.

Bicara perihal mengemis, bukankah mengemis itu adalah hal yang sangat bagus,  namun bagus bagi orang yang tak tau hatinya diletakkan di mana. Terlebih jika memanfaatkan kondisi atau kekurangan seseorang untuk mengharap belas kasihan orang lain.

Saya yakin seyakin yakinnya jika tidak semua orang berpandangan seperti itu. Seperti contohnya adalah Pak Lamidi, belum tentu semua orang yang membeli dagangannya dilandasi atas dasar kasihan kepada Pak Lamidi.

Saya juga sangat yakin, jika Pak Lamidi benar-benar berniat mencari rejeki secara halal dengan cara menjual dagangannya,  bukan dengan cara memanfaatkan kondisi fisiknya agar dikasihani kemudian banyak yang membeli. Bukan.. saya sangat yakin bukan dengan cara itu.

Apa lagi jika hal itu dimanfaatkan untuk mengemis bukannya mendapatkan keuntungan tapi justru membuat seseorang itu menjadi sangat hina. Belum lagi jika harus diamankan oleh petugas karena mengotori keindahan dan citra pada sebuah  kota, justru akan menambah masalah dalam hidup ini.

Mengemis sama halnya dangan menjual harga diri. Mengemis bukanlah solusi, untuk mencari rejeki, apalagi jika hasilnya untuk kebutuhan anak istri, mengemis adalah pekerjaan yang jauh lebih kotor daripada polusi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun