“PSSI kena denda 5 miliar oleh AFC. Kami harapkan agar hal itu tidak terulang,” Letjen Edi Rachmayadi
Ya, pesan itu disampaikan langsung oleh Ketua Umum PSSI, Letjen Edi Rachmayadi usai menyaksikan laga uji coba Persebaya Surabaya melawan PSIS Semarang di Stadion Bung Tomo, Surabaya, Minggu (19/3) kemaren. PSSI berjanji tidak akan mengampuni peserta Liga 1 dan Liga 2 nanti, bagi klub yang suporternya masih saja menyalakan flare dalam pertandingan saat kompetisi bergulir.
Dalam pertandingan laga persahabatan yang sekaligus menjadi laga perdana Come backnya Persebaya bermain di stadion kebangaan masyarakat Surabaya, Gelora Bung Tomo. Dimana dalam laga kemaren itu masih adanya “oknum” Bonek yang menyalakan flare dan lampu laser yang ditujukan kepada kiper PSIS Semarang.
“Kami akan tetap memberi sanksi sesuai regulasi kompetisi. Karena ini masih laga uji coba, kami memberi arahan dan peringatan kepada Panpel dan manajemen klub agar tidak terulang di kemudian hari ,” tegas Ketum PSSI Edi Rachmayadi
Tentu hal ini menjadi menarik untum dicermati apa lagi nanti malam, Timnas PSSI U-22 dibawah asuhan pelatih anyarnya Luis Mila akan melakukan debut perdananya berhadapan dengan timnas Myanmar pada laga persahabatan “Matchday FIFA” di di Stadion Pakansari, Cibinong. Bogor. Setelah sebelumnya Timnas Singapura menolak tawaran beruji coba karena mereka memiliki agenda bermain di Dubai, Uni Emirat Arab. PSSI merharap semoga pada laga nanti hal seperti diatas jangan sampai terjadi kembali
Menurut Direktur Media PSSI Hanif Thamrin, Indonesia kini terancam denda dan sanksi lebih besar jika penonton menyalakan suar (flare) di stadion. Beberapa waktu yang lalu AFC menjatuhkan denda yang sangat besar kepada Indonesia pasca-partai semifinal dan final AFF 2016, sehingga untuk itu PSSI harus mencicil pembayaran denda tersebut selama dua tahun. Dan dikatakan Jika hal itu kembali terjadi lagi dalam laga resmi Indonesia, maka PSSI terancam dihukum denda yang lebih besar lagi dan bahkan bisa jai akan dihukum bermain tanpa penonton. Apa lagi lagan anti malam termasuk dalam jadwal “Matchday” resmi yang dirilis otoritas sepak bola dunia (FIFA), laga Indonesia vs Myanmar sudah tercantum di dalamnya. Pertandingan akan digelar pada pukul 19.00 WIB
Pertandingan nanti berpotensi mendongkrak posisi Indonesia di peringkat FIFA. Seperti yang kita ketahui menurut dafrtar peringkat terahir yang diumumkan FIFA per maret kemaren, skuat Merah Putih berada di peringkat 167, tertinggal dari negara-negara Asia Tenggara lain seperti Filipina (124), Thailand (127), Vietnam (136), Malaysia (161), dan Singapura (163).
Kembali kepada himbauan PSSI untuk tidak menyalakan Flare pada laga uji coba Timnas Indonesia melawan Myanmar nanti malam. PSSI kembali mengingatkan dan mengimbau penonton untuk tiak tak menyalakan flare pada laga tersebut. Karena AFC sudah mengancam jika masih ada flare di stadion, Indonesia akan mendapatkan hukuman.
Flare Dalam Sepak Bola
Dalam laga sepakbola dimanapun di dunia ini banyak sekali ditemukan suporter sepakbola yang tak pernah, tidak untuk menyalakan flare pada setiap laga tim kesayanganya berlangsung, baik itu sesaat sebelum pertandingan ataupun sesaat setelah pertandingan berlangsung.
Flare digunakan untuk memeriahkan suasana, sekaligus sebagai simbol dukungan suporter kepada tim kesayangan mereka. Namun Flare bias juga diartikan sebagai “tekanan” terhadap lawan, atau merayakan gol-gol kemenangan sebagai ungkapan kegembiraan atau bisa juga dikatakan sebagai bentuk ungkapan kekecawan supporter dalam sepakbola.
Pertanyaanya apakah penggunaan Flare ini dilarang atau diperbolehkan dalam sepakbola?. Dalam peraturan yang dikeluarkan oleh FIFA, tidak dijelaskan secara jelas bahwa Flare atau Hand Flare ini dilarang atau di perbolehkan. Dengan demikian tentu dapat disimpulkan bahwa penggunaan flare pada pertandingan sepakbola tidak dilarang karena tidak ada penjelasan yang rinci mengenai larangan flare tersebut.
Oleh karena itu bisa dikatakan FIFA melegalkan adanya Hand Flare kalau pengunaanya tidak mengganggu jalannya pertandingan. Seperti yang kita liha sangat jarang suporter di Eropa, seperti Inggris Raya ataupun di Negara-negara bagian Amerika dan Amerika Latin yang menyalakan Hand Flare,
PSSInya Inggris tidak melarang adanya pengunaan flare. Selama itu tidak membahayakan jiwa penonton lainnya, tidak digunakan untuk membakar objek lainnya, tidak dilempar ke dalam lapangan baik itu saat sebelum, dan sesudah pertandingan berlangsung, atau jika asapnya tidak masuk ke lapangan,
Selama ini mereka hanya melakukanya sesaat sebelum pertandingan ataupun sesudah pertandingan. Sangat jarang sekali terlihat kelompk supporter di Eropa dan Amerika menyalakan Red Flare di dalam stadion pada saat pertandingan berlangsung.
Berbeda dengan Indonesia, Justru sering sekali kita melihat Flare di saat pertandingan sedang berlangsung, bahkan tak jarang wasit yang memimpin pertandingan menghentikan pertandingan untuk beberapa saat karena jarak pandang para pemain tertutup oleh adanya asap yang ditimbulkan oleh Hand Flare tersebut.
Pada awalnya Flare ini digunakan sebagai sinyal ataupun sebuah kode suar, sebagai alat penerangan, atau sebagai perlengkapan dalam kemiliteran. Secara umum flare menghasilkan sebuah cahaya karena pembakaran logam magnesium yang kadang kadang dicampur dengan logam lain untuk menghasilkan warna lain yang akan berbeda dari warna yang aslinya.
Flare itu sendiri merupakan pyroteknik yang menghasilkan cahaya terang ( api ) atau panas yang intens tanpa disertai ledakan. Pada umumnya gas ataupun kebulan asap yang dihasilkan oleh flare “red flare/hand falre: itu sendiri mempunyai ketebalan asap yang sangat pekat dan bersifat ajeg, atau dalam artian kebulan asap tersebut dapat dengan lama bertahan berputar-putar di udara dengan jangka waktu yang lama karena dipengaruhi oleh sifat gas dalam flare tersebut.
Dalam FIFA Safety Regulation mengenai Security Checks, Flare memang tidak disebutkan sebagai barang yang dilarang untuk dibawa suporter masuk ke stadion. FIFA lebih menekankan kepada Alkohol yang mungkin dikonsumsi penonton selama menonton pertandingan.
Hal itu tertuang dalam Safety Regulation, artikel 17 tentang Security Officer. FIFA menyebutnya dengan menggunakan kata Pyrotechnic. Artikel 17 poin 3 mengatakan wewenang Security Officer ( penanggung jawab keamanan ) untuk menimbang resiko dan mengambil tindakan yang diperlukan dalam sebuah pertandingan dengan berkoordinasi bersama pihak kepolisian, pihak kesehatan, pemerintah, dan berbagai pihak yang lainnya yang terlibat dalam manajemen sebuah even pertandingan.
Jadi dengan demikian penggunaan pyroteknik semacam flare ini aturannya diserahkan kepada federasi sepakbola masing-masing negara, karena ini menyangkut koordinasi bersama dengan pihak keamanan. Jadi kalau mengacu kepada ketentutan itu PSSI tentu yang berhak mengeluarkan aturan untuk diperbolehkan atau tidaknya flare di nyalakan pada saat pertandingan berlangsung.
Akhirnya harus kita akui bahwa kreatifitas para supporter yang melakukan dukungan secara hebat kepada tim kesayanganya masing masing. Karena biar bagai manapun ada istilah supporter adalah pemain ke-12 yang ada di dalam stadion, tanpa kehadiran supporter dan dukungannya stadion akan tampak sepi, pertandingan pun menjadi tidak menarik untuk disaksikan.
Suporter juga dapat membangun jiwa dan semangat bertanding para pemain di dalam stadion. Semoga saja kedepan bisa memilih apa yang boleh dilakukan di dalam stadion atau dilapangan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Supporter merupakan elemen yang sangat penting dalam sepakbola, tanpa kelompok supporter apalah arti sebuah sepakbola, karena tanpa supporter industri sepakbola juga tidak akan bisa maju dan berkembang seperti sekarang ini.
Borneo 21 Maret 2017
Salam Olah Raga
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H