[caption caption="Ilustrasi- www.youtube.com/watch?v=0BUHhGmV84U"][/caption]
Kisruh sepak bola nasional antara PSSI dengan Kemenpora yang akhirnya berujung dengan jatuhnya sanksi dari FIFA. Kalau dihitung sudah berlangsung hampir 11 bulan. Selama itu pulalah kompetisi Liga Indonesia menjadi mati suri dan tidak jelas kapan akan dapat berlangsung lagi. Gonjang ganjing, simpang siur pemberitaan terkait pencabutan sanksi PSSI pun semakin meramaikan jagat pemberitaan di tanah air.
Beberapa hari yang lalu memang nasib PSSI sudah mulai dibahas oleh Presiden Jokowi dalam pertemuannya dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla serta Imam Nahrawi dan juga Agum Gumelar selaku Ketua Tim Ad Hoc. Setelah prtemuan itu, sempat tersiar kabar bahwa SK pembekuan PSSI akan dicabut namun harus sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan
Kalau kita berpikir aga sedikit kebelakang tentu semua itu menjadi wajar, dalam arti mencabut SK itu bisa dilakukan tampa syarat tentu ‘kalau’ semua syaratnya sudah terpenuhi artinya memang sudah kewajiban bagi pemerintah untuk mencabut sanksi yang diberikan karena semua persyaratan sudah dijalankan sesuai dengan apa yang ditentukan. Tapi kalau pencabutan berdasarkan pertimbangan barbagai hal diluar persyaratan tentu memerluka klarifikasi dulu mana saja yang sudah dijalankan dan mana yang belum.
Jadi menjadi agak aneh jika Presiden PSSI La Nyala yang seperti diberitakan, sampai berani mengeluarkan statemen yang meminta pemerintah untuk mencabut SK pembekuan ini tampa syarat seperti yang disampaikanya ''Intinya, silakan ikuti saja statuta untuk bisa menggelar KLB. Jika tidak, bagaimana mau KLB. Jadi kalau mau cabut tanpa syarat,'' kata La Nyalla. Tentu pertanyaanya berikutnya PSSI itu siapa dan La Nyala Siapa, ingat lho ini Negara, yang berhak mengatur segala sesuatunya menyangkut apa saja di republik ini. Bukan malah sebaliknya kok Negara yang diatur harus mengikuti kemauannya? tentu sekali lagi ini menjadi aneh dan konyol.
[caption caption="Sumber:Â twitter.com/9e476a16d2e14a2"]
Dan berikutnya tgl 2 Mei 2015Â pada Rapat Executive Committe (Exco) PSSI (yang katanya sudah di sanksi) di kantor PSSI, Senayan, Sabtu (2/5). PSSI justru dengan gagahnya tampa memikirkan nasib angota klub lainya (selain dua klub yang bermasalah oleh pemerintah Persebaya dan Arema) ) malah memutuskan bahwa kompetisi QNB League, Divisi Utama, dan Liga Nusantara dihentikan karena ada force majeure.
Coba kembali kita mengingat-ingta kedua momen itu apa betul pemerintah yang menghambat persepakbolaan menjadi seperti sekarang ini ? Bukan kah semua itu atas kehendak PSSI dan klub angotanya sendiri ? Kalaupun kemudian timbul pelarangan dari pemerintah terkait penyelengaraan liga dll, tentu semua itu menjadi sebab dan akibat, karena memang semuanya harus mengikuti aturan yang sudah ditetapkan Negara. Apapun dan siapapun itu pelakunya tentu tidak bisa berbuat seenaknya sendiri.
Berikutnya Pak Presiden PSSI juga menambahkan dengan pernyataan yang berbau profokatif dimana pak Presiden PSSI ini mengatakan ''Alhamdulillah, sudah lebih dari 2/3 voter tetap setia dengan hasil KLB Surabaya, 18 April 2015. 80% anggota klub juga tetap setia dengan KLB Surabaya. Jadi, intinya, kalau Menpora mau bikin KLB suruh buat saja di PKB,'' tegasnya.
[caption caption="Ilustrasi -Â www.youtube.com/watch?v=fmpcG8pKlWo"]
Dengan kondisi seperti ini, pernah ada pemikiran dari penagamat sepakbola yang mengatakan bahwa bentuk penyelesaian kisruh sepakbola ini sebetulnya ada dua jalan yaitu pertama La Nyala Mundur jadi ketua umum, kalau itu yang terjadi tentu sikap itu bisa di anggap sebuah sikap yang elegan demi tercapainya penyelesaian kisruh ini. Kedua diselengarakannya KLB guna membahas penyelesaian kisruh sepabola antara pemerintah dan PSSI nah, disini dituntut peran aktif dan inisiatf dari para klub untuk dapat turut menyelesaikan kisruh ini.