Selain mengundang perhatian di dunia pendidikan, Ketua Presidium Kaukus Perempuan Parlemen Indonesia, Diah Pitaloka, juga menambahkan bahwa Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 tidak berdiri sendiri karena masih ada norma sosial, agama, dan undang-undang lain seperti undang-undang perkawinan dan KUHP.Â
Disahkannya RUU TPKS menjadi UU TPKS yang mengatur tentang tindak pidana kekerasan seksual membuat kedudukan dari Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 menjadi semakin kuat karena sudah ada kaitan hukum yang jelas. Sebelumnya, dalam Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 hanya memberi tiga kategori sanksi administratif berupa sanksi ringan, sedang, dan berat.Â
Sanksi berat yang diberikan berupa pencabutan atas status sebagai mahasiswa, pendidik, dan tenaga pendidik. Dengan lahirnya UU TPKS, sanksi tambahan yang dijatuhkan dapat berupa pidana, denda, serta pidana tambahan pembayaran restitusi yang berujung pencabutan izin usaha jika pelaku adalah korporasi.
Akan tetapi satu sisi yang lain, berbagai polemik mengenai kesalahan dalam penafsiran kata 'tanpa persetujuan korban' yang dianggap oleh beberapa pihak sebagai bentuk persetujuan di dalam kacamata hukum itu memiliki makna 'tanpa hak' terus bermunculan.Â
Menurut Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan (Diktilitbang) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Lincolin Arsyad, Permendikbud ini berpotensi untuk menimbulkan kesalahpahaman terkait adanya tujuan untuk melegalkan zina.Â
Dikutip dari Kompas, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Taufan, menganggap bahwa consent dari kedua pihak menjadi faktor yang penting dalam pembuktian suatu kasus pelecehan atau kekerasan seksual, apakah ada unsur eksploitasi dari satu pihak ke pihak lain saat terjadi interaksi seksual.Â
Jika keadaannya adalah mau sama mau antara pihak yang melakukan aktivitas seksual, maka hal ini tidak bisa dianggap sebagai kekerasan seksual, melainkan sudah masuk ke perzinahan yang seharusnya diatur pada ketentuan lain di luar Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021.(Habiby, 2021; Heylaw Edu, 2022).
Begitu banyak pendapat ahli yang mengemukakan tentang Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 membuat Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, menggencarkan sosialisasi dan mengajak diskusi pihak-pihak yang masih menolak Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 dengan menegaskan bahwa Kemendikbudristek tidak pernah mendukung seks bebas atau zina. Ia dengan tegas menyatakan bahwa Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 menyasar kepada satu jenis kekerasan, yaitu kekerasan seksual dengan definisi yang sangat jelas.Â
Terlepas dari banyaknya aktivitas di luar tindakan kekerasan seksual yang bertentangan dengan norma agama dan etika di lingkungan perguruan tinggi, target dari Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 ini merupakan upaya perlindungan terhadap korban kekerasan seksual (Kristina, 2021; Detikedu, 2022).
Apakah Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 Â Ini Sudah Aplikatif?
"Tidak ada pembelajaran tanpa rasa aman. Dan ini merupakan kenapa di dalam perguruan tinggi kita, kita harus mencapai suatu ideal yang lebih tinggi dari sisi perlindungan daripada masyarakat di dalam perguruan tinggi kita, baik itu dosen, mahasiswa, maupun semua tenaga kependidikan di dalam lingkungan kampus," ujar Nadiem Makarim dalam acara Merdeka Belajar Episode14: Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual