Mohon tunggu...
Hotmian Simalango
Hotmian Simalango Mohon Tunggu... Guru - I am His

Saya suka mendengarkan lagu Taylor Swift, menonton film romantis dan membaca comic romance

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nama Episode Empat

27 Januari 2021   19:35 Diperbarui: 27 Januari 2021   19:38 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hotmian juga bisa berarti konsisten. Hal yang paling konsisten yang terjadi dalam hidup saya adalah kesepian. keadaan yang konsisten seperti ini berlangsung selama tiga tahun penuh dan semakin diperburuk setelah saya jadi anak rantau. 

Saya tinggal sendirian di rumah kontrakan baru yang sebelah kiri, kanan, depan belakang masih kosong. Saya sangat jarang mendengar suara interaksi manusia lain, selain saat di sekolah. 

Di rumah itu, tidak ada suara makhluk gaib (yang saya juga tidak inginkan), aktivitas makhluk hidup lain, atau suara-suara lain yang bisa saya dengar. Setiap hari adalah sunyi, sepi dan hanya ada saya sendiri yang bersuara di tengah bisingnya Ibu Kota.  

Saya banyak menghabiskan waktu untuk diam dan mendengarkan suara di dalam kepala saya sendiri. Saya sendiri juga tidak banyak bersuara saat melakukan aktivitas harian atau saat berkumpul bersama rekan kerja di sekolah. Hati saya sangat kosong dan nelangsa mengakui bahwa saya kesepian dan sendirian. 

Saya sedih dan marah dengan keadaan yang sangat tidak menyenangkan ini. Saya tau, ada beberapa teman sekampung yang juga bekerja di sini, tapi saya tidak tertarik untuk bertemu. 

Saya tau, saya bisa membangun relasi dengan teman-teman baru, tapi saya terlalu was-was dan tidak mau membuka diri. Terakhir, saya terjebak sendirian dalam dunia yang saya ciptakan sendiri, ya kesepian. 

Saya bukan sombong karena tidak mau bergaul dengan orang asing, tapi saya memang pribadi yang menghindari melakukan hal yang membuat saya tidak nyaman. Jika tidak ada aturan harus, saya akan menolak pertemuan dengan sopan. 

Saya merasa lebih nyaman saat saya sendirian, sekaligus saya juga merasa nelangsa saat saya sendirian. Ini cukup aneh ya, saya juga tidak tahu mengapa saya se-aneh ini. 

Saya merasa nyaman tapi sedih ketika saya sendirian, tapi saya merasa terganggu ketika saya bersama orang lain. Perlahan saya menyadari, kesepian ini tidak terlalu buruk untuk dinikmati. 

Kesepian yang secara konsisten hadir ini memberikan saya kesempatan untuk saya menemukan kehangatan di dalam diri saya sendiri. Saya merasa hangat, nyaman, dan jatuh cinta pada Hotmian yang sebenarnya. 

Kesepian memberikan saya petunjuk dan jalan untuk mengenal diri saya yang sebenarnya, mengajari saya untuk berani melihat ke dalam diri yang paling dalam, dan akhirnya memampukan saya untuk menerima diri sebagai pribadi yang utuh. 

Selama ini, saya mempercayai bahwa saya harus berusaha keras untuk menemukan, merasakan, dan menjadi bahagia. Saya harus memenuhi standar tertentu agar bisa merasakan bahagia versi orang lain. 

Tentunya, ini terjadi karena saya terlalu sering mendengarkan suara orang lain daripada mendengarkan suara saya sendiri. Tentunya, ini terjadi karena saya terlalu sering melihat orang lain daripada melihat diri sendiri. 

Sejak kecil, saya dicekoki harus bisa ini harus bisa itu. Oppung saya akan marah besar jika nilai saya turun atau tidak dapat rangking satu. Beliau sering bilang, kamu itu kan biaya lesnya mahal, kok gak bisa ini, nggak bisa itu. 

Saat saya beranjak dewasa, saya diberitahu IPK harus tinggi, harus ramah dengan teman, harus ikut organisasi, belajar TOEFL dan IELTS, harus diet biar cantik dan menarik, harus bisa melakukan banyak hal dengan baik, kalau bisa sempurna. Semua makhluk hidup dan tak hidup (lagi) itu mempengaruhi apa yang saya inginkan. 

Saya melihat dan mendengar teman yang menikah, saya ingin menikah. Saya melihat mereka yang S2 pintar ini itu, saya berusaha keras belajar. Saya melihat dan berteman dengan mereka yang gajinya besar, saya juga tertarik untuk mendapatkan pekerjaan yang demikian. Hal ini terus berlanjut sampai saya lupa bagaimana dan seperti apa Hotmian itu sebenarnya. 

Saya terus menerus mempercayai apa yang orang katakan dan lihat tentang saya. Saya melihat hal itu baik, apabila orang lain berpendapat demikian, dan sebaliknya. 

Namun, setelah banyak bertapa ala Ibu Kota, saya mulai mengenal Hotmian yang sebenarnya, perlahan saya berhenti percaya segala hal yang orang katakan tentang saya. Saya tidak lagi termakan pendapat manis dan pahit orang lain atas diri saya. 

Saya memang tidak dapat melakukan banyak hal sebaik orang lain, ya begitulah Hotmian. Hotmian itu sangat ceroboh, saya suka membuang kertas penting (yang saya tidak sadar itu penting) karena saya melihat itu tidak rapi dan menumpuk. 

Saya suka melihat diri saya yang kesal saat saya memakan masakan saya sendiri karena rasanya tidak enak. Saya suka melihat diri saya yang menangis sendirian karena saya nggak bisa menyelesaikan soal matematika yang saya cari sendiri di internet dan saya hanya pengen menyelesaikannya tapi saya nggak bisa. 

Saya suka melihat aneh versi Hotmian yang berlarian ke sekolah, karena bangun terlambat (padahal saya guru). Saya jatuh cinta dengan Hotmian yang sebenarnya karena dia benar-benar menunjukkan warnanya yang sesungguhnya.

Sekarang, saya menjadikan kesepian itu sebagai teman. Saya tidak lagi merasa sedih atau marah karena kesepian yang konsisten seperti ini. Saya merasa kuat (hot) ketika saya sendirian, dan kekuatan ini kokoh (mian) dalam diri saya. Saya tidak lagi merasa asing dengan pribadi ini yang bersama saya 24/7. 

Tentu, saya masih memiliki cita-cita dan impian, tapi sekarang mereka hadir atas renungan matang dan merupakan hal yang saya inginkan.  Saya menyadari kapasitas dan keberadaan saya sebagai seorang individu yang masih terus belajar. Makasih Hotmian udah bertahan di hari yang lalu dan menjadi kuat di hari sekarang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun