Selama ini, saya mempercayai bahwa saya harus berusaha keras untuk menemukan, merasakan, dan menjadi bahagia. Saya harus memenuhi standar tertentu agar bisa merasakan bahagia versi orang lain.Â
Tentunya, ini terjadi karena saya terlalu sering mendengarkan suara orang lain daripada mendengarkan suara saya sendiri. Tentunya, ini terjadi karena saya terlalu sering melihat orang lain daripada melihat diri sendiri.Â
Sejak kecil, saya dicekoki harus bisa ini harus bisa itu. Oppung saya akan marah besar jika nilai saya turun atau tidak dapat rangking satu. Beliau sering bilang, kamu itu kan biaya lesnya mahal, kok gak bisa ini, nggak bisa itu.Â
Saat saya beranjak dewasa, saya diberitahu IPK harus tinggi, harus ramah dengan teman, harus ikut organisasi, belajar TOEFL dan IELTS, harus diet biar cantik dan menarik, harus bisa melakukan banyak hal dengan baik, kalau bisa sempurna. Semua makhluk hidup dan tak hidup (lagi) itu mempengaruhi apa yang saya inginkan.Â
Saya melihat dan mendengar teman yang menikah, saya ingin menikah. Saya melihat mereka yang S2 pintar ini itu, saya berusaha keras belajar. Saya melihat dan berteman dengan mereka yang gajinya besar, saya juga tertarik untuk mendapatkan pekerjaan yang demikian. Hal ini terus berlanjut sampai saya lupa bagaimana dan seperti apa Hotmian itu sebenarnya.Â
Saya terus menerus mempercayai apa yang orang katakan dan lihat tentang saya. Saya melihat hal itu baik, apabila orang lain berpendapat demikian, dan sebaliknya.Â
Namun, setelah banyak bertapa ala Ibu Kota, saya mulai mengenal Hotmian yang sebenarnya, perlahan saya berhenti percaya segala hal yang orang katakan tentang saya. Saya tidak lagi termakan pendapat manis dan pahit orang lain atas diri saya.Â
Saya memang tidak dapat melakukan banyak hal sebaik orang lain, ya begitulah Hotmian. Hotmian itu sangat ceroboh, saya suka membuang kertas penting (yang saya tidak sadar itu penting) karena saya melihat itu tidak rapi dan menumpuk.Â
Saya suka melihat diri saya yang kesal saat saya memakan masakan saya sendiri karena rasanya tidak enak. Saya suka melihat diri saya yang menangis sendirian karena saya nggak bisa menyelesaikan soal matematika yang saya cari sendiri di internet dan saya hanya pengen menyelesaikannya tapi saya nggak bisa.Â
Saya suka melihat aneh versi Hotmian yang berlarian ke sekolah, karena bangun terlambat (padahal saya guru). Saya jatuh cinta dengan Hotmian yang sebenarnya karena dia benar-benar menunjukkan warnanya yang sesungguhnya.
Sekarang, saya menjadikan kesepian itu sebagai teman. Saya tidak lagi merasa sedih atau marah karena kesepian yang konsisten seperti ini. Saya merasa kuat (hot) ketika saya sendirian, dan kekuatan ini kokoh (mian) dalam diri saya. Saya tidak lagi merasa asing dengan pribadi ini yang bersama saya 24/7.Â