Mohon tunggu...
Hotma Siregar
Hotma Siregar Mohon Tunggu... Penulis - Staf Tim Digital di salah satu penerbitan nasional

Saya tertarik mengamati isu-isu politik & ekoomi global serta mengikuti dinamika politik nasional. Saya juga memantau strategi ciamik klub-klub papan tengah di Liga Primer Inggris.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Ini Alasan Partai Golkar Usung Gibran Rakabuming sebagai Cawapres Prabowo Subianto

22 Oktober 2023   10:35 Diperbarui: 23 Oktober 2023   02:40 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Cermati angka-angka ini: 128, 107, 91, 85.  Keempat angka yang berurutan ini bukan nomor buntut.  Itu adalah jumlah kursi DPR RI yang diperoleh Partai Golkar dalam empat kali Pemilu legislatif dari 2004-2019. Jumlah yang cenderung terus turun ini tentu saja sangat mengkhawatirkan bagi partai terbesar di era Orde Baru ini. Pada Pemilu 1997, atau setahun sebelum Soeharto menyatakan berhenti sebagai Presiden RI, Golkar menjadi pemenang dengan meraup 325 kursi DPR (76%) atau 3 dari 4 anggota DPR dari Partai Golkar.

Jusuf Kalla, Aburizal Bakrie, dan Airlangga Hartarto yang berturut-turut menjadi nakhoda Partai Gokar tak mampu menghentikan laju menurun partai beringin. Bahkan untuk di Pulau Jawa, Golkar kalah bersaing dengan partai-partai baru.

Di daerah pemilihan (Dapil) Jawa Barat pada Pemilu 2019, perolehan suara Golkar di peringkat kedua bersama PKS (didirikan pada 1998) tapi kalah dari Gerindra (didirikan pada 2008). Di Dapil Jawa Tengah, Golkar (11) berada di peringkat ketiga dibawah PDIP yang mengirmikan 26 wakilnya ke DPR sedangkan PKB 13 orang.

Sementara di Jawa Timur, jumlah wakil DPR RI dari Golkar (11)  berada di nomor urut tiga bersama Gerindra, kalah dari PDIP (20) dan PKB (19). Ironisnya untuk dapil DKI Jakarta, Gokar hanya mengirimkan 1 orang wakil ke Senayan sama dengan Nasdem (didirikan pada 2011), sedangkan PDIP (7) dan PKS (5).     

Lalu apa yang dilakukan Golkar agar perolehan suara dan jumlah kursi di Pileg 2024 tidak kembali merosot? Tanpa terobosan berarti, kursi Golkar di DPR akan kembali melorot dan urutan kedua pemenang pemilu akan diambil alih oleh Gerindra. Sejatinya Gerindra adalah sekoci Partai Golkar  karena Prabowo pernah mengikuti konvensi capres Partai Golkar pada 2004.

Gerindra pertama kali mengikuti Pemilu 2009 dengan meraih 26 kursi DPR. Di dua pileg berikutnya (2014 dan 2019) jumlah kursi DPR Gerindra justru meningkat yakni 73 dan 78.  Lembaga survei Indonesia (LSI) dalam survei pada 2-8 Oktober 2023 memperkirakan Gerindra akan meraih 14,4% atau meraup 80-90 kursi di Pileg 2024.

Terobosan pertama Airlangga sebagai Ketua Umum Golkar untuk menghadapi Pileg 2024 yakni merekrut Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil atau Kang Emil sebagai anggota baru pada Februari 2023 dan langsung menjabat Wakil Ketua Umum. Tak cuma itu, bekas walikota Bandung ini ditugaskan sebagai Kepala Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu). Dengan pengalaman dua kali sebagai kepala daerah, Emil yang kelahiran 1971 diharapkan mampu menarik gerbong pemiliih generasi X (kelahiran 1965-1980)

Terobosan kedua dan terbaru dari Partai Golkar adalah mengusung Gibran Rakabuming, putra sulung Presiden Jokowi, sebagai sebagai cawapres Prabowo Subianto,  pada Rapimnas Sabtu 21 Oktober 2023. Menurut Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Ahmad Dolly Kurnia, belum ada pernyataan resmi dari Gibran terkait status keanggotaannya di PDIP.  Namun Gibran telah menyatakan akan maju I Pilpres saat bertemu dengan Ketua PDIP yang juga Ketua DPR, Puan Maharani, Jumat malam.

Prabowo yang menjabat Ketua Umum Partai Gerindra disepakati sebagai capres Koalisi Indonesia Maju yang terdiri dari 4 partai parlemen (Golkar, Gerindra, Demokrat, dan PAN) serta 4 partai non parlemen (PBB, Garuda, Gelora, dan PRIMA).

Tiga dari empat Partai parlemen di KIM minus Demokrat hingga Sabtu malam telah sepakat mengusung Gibran Rakabuming sebagai cawapres Prabowo. Pertanyaannya mengapa Golkar mengenyampingkan Airlangga dan mengusung Gibran sebagai cawapres?

Dilihat dari sejarah pemilihan presiden langsung sejak 1999 melalui MPR maupun pemilihan langsung oleh rakyat sejak 2004, fakta menunjukkan tak satu pun tokoh Golkar yang memiliki dukungan luas dari rakyat. Pada 1999, Akbar Tanjung kalah bersaing dari Gus Dur, Megawati, dan Hamzah Haz. Pada Pilpres 2004, Jusuf Kalla maju sebagai cawapres namun tidak didukung Golkar sejak awal.

Pada Pilpres 2009, JK yang merasa percaya diri menjadi capres menempati peringkat ke-3 karena hanya mampu meraup 15 juta suara atau 12,41%. Di pilpres 2014, Ketua Umum Golkar saat itu Aburizal Bakrie malah menyerahkan amanat capres-cawapres kepada kader partai lain (Gerindra dan PAN).  Sedangkan di Pilpres 2019, Golkar bergabung dengan koalisi presiden petahana yang merupakan kader PDIP.             

Singkatnya ada dua alasan Golkar kembali mengusung kader partai lain di Pilpres 2024. Pertama dalam kurun waktu 25 tahun sejak 1999 Golkar gagal menghasilkan kader sendiri untuk menjadi capres atau cawapres. Kedua, popularitas dan elektabilitas kader partai lain (Gerindra dan PDIP) melampaui tokoh-tokoh Golkar yang dianggap berpotensi. Dengan demikian, pengurus pusat Partai Golkar berharap penunjukkan Gibran Rakabuming sebagai cawapres memiliki efek kembar: memenangkan Pilpres dan meraih suara yang signifikan di Pileg.

Berbeda dengan Kang Emil, segmen pemilih yang disasar Gibran, 36 tahun, adalah generasi milenial (kelahiran 1981-1996) dan generasi Z (kelahiran 1997-2012). Dari data KPU total pemilih dari kelompok kedua generasi ini lebih dari 113 juta orang atau 56,45% dari total pemilih.

Taktik Prabowo menggaet Gibran Rakabuming sebagai cawapres boleh dibilang cukup jitu dan mengejutkan banyak pihak.  Dikatakan jitu karena hanya KIM yang mengkombinasikan pasangan capres dan cawapres dari lintas generasi (baby boomers hingga generasi Z). Sementara koalisi PDIP yang mengusung Ganjar Pranowo an Mahfud Md, mewakili generasi X dan baby boomers (kelahiran 1946-1964). Sementara pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar  sama-sama berasal dari generasi X.

Keputusan Gibran menerima pinangan Golkar sebagai cawapres pun dapat dibilang mengejutkan karena publik menduga Gibran akan melanjutkan periode kedua sebagai Walikota Solo. Dugaan lainnya publik mengira Gibran akan bertarung untuk pemilihan gubernur entah di Jawa Tengah atau DKI Jakarta. Tenyata kedua dugaan itu kandas. Gibran lebih memilih untuk berkompetisi di tingkat nasional.     

Menjelang 116 hari jadwal pencoblosan pada 14 Februari 2024, publik akan mencermati apakah keputusan Partai Golkar mengusung Gibran Rakabuming sebagai cawapres adalah keputusan yang tepat? Pada saat penghitungan suara, akankah Partai Golkar menjadi pihak yang kalah seperti Pilpres 2014 atau menjadi pemenang?       

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun