Lelaki ceking itu telah mati. Di rumah itu kini ditinggali oleh pak lurah dan Lastri. Tak ada yang tau bagaimana suaminya meninggal, kecuali mereka berdua, aku dan teman-temanku. Ketika hari penguburannya, Lastri menjerit-jerit histeris dan mengatakan kalau suaminya terkena santet.
Kembali ke pagi ini, aku menyaksikan laki-laki berkumis itu tengah duduk-duduk di ruang tamu sederhananya dengan secangkir kopi hitam.
“Surya memberikan racun itu dua hari sebelum kematian suaminya!” Temanku berteriak.
“Siapa Surya?” Kataku menyela.
“Lelaki berkumis tebal, itulah Surya. Pemimpin kampung ini yang membunuh suami Lastri melalui tangan Lastri” Salah satu temanku menjawab.
Dalam jarak sekian meter dari arahku dan teman-temanku, terlihat Surya tengah menyeruput kopi hitam buatan Lastri.
Kami memperhatikan dalam diam, rutinitas pagiku sebelum aku berkelana. Selepas ini, biasanya aku langsung pergi dan akan kembali pada malam hari.
Tapi tunggu dulu, aku membatalkan diri untuk pergi, sepertinya kenangan itu kembali terulang di depan mata.
Aku menyaksikan, Surya kejang-kejang dengan mulut mengeluarkan busa putih.
Lastri yang sejak tadi mengawasi dari balik dinding kayu, kini mendekat.
“Sudah satu tahun pak, ketika aku salah sasaran meracuni suamiku sendiri. Ini racun sisa pemberianmu…” Bisiknya diam-diam.