Mohon tunggu...
Hosnan Riyadi
Hosnan Riyadi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Millenial Preneur

Aktualisasi ide

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Strategi Sosialisasi Pemilu untuk Meningkatkan Partisipasi Pemilih Pemula

8 Maret 2024   13:38 Diperbarui: 8 Maret 2024   16:29 571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi. Demokrasi memiliki susbtansi dasar yang berupa kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dalam penegakan demokrasi ialah menjamin dan melindungi hak asasi manusia karena demokrasi sistem politik dalam memberikan hak asasi manusia, dengan demikian hak asasi manusia akan terwujud dan terjamin oleh negara yang demokratis. Kehidupan yang demokratis merupakan dambaan bagi semua umat manusia karena itu demokrasi perlu diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Pemilu merupakan kegiatan yang dilakukan secara nasional untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota legislatif dan dewan perwakilan daerah, sedangkan Pilkada ialah pemilihan yang dilakukan secara local dalam memilih Kepala Daerah baik itu Gubernur, Bupati ataupun Walikota secara langsung diatur dalam UU No.1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi UU. Pasal 1 ayat (1) dikatakan: “Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang selanjutnya disebut Pemilihan adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di Provinsi dan Kabupaten/Kota untuk memilih Gubernur, Bupati, dan Walikota secara langsung dan demokratis”.

Penyelenggaraan Pemilu di Indonesia dilakukan oleh lembaga Komisi Pemilihan Umum (KPU). KPU merupakan lembaga yang memiliki kewenangan dalam menyelenggarakan pemilu. Dalam penyelenggaraan pemilu bersifat nasional, tetap dan mandiri. Hal tersebut tertulis dalam pasal 22e ayat (5) UUD 1945 yang berbunyi “Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri”. Sebagai penyelenggara pemilu tentulah peran KPU bukan hanya mengadakan bilik-bilik suara disetiap daerah saja. Peran KPU juga mencakup meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemilu yang diselenggarakannya. Partisipasi masyarakat dalam negara demokrasi menjadi hal yang paling mendasar, dengan tingkat partisipasi masyarakat yang tinggi tentulah akan melahirkan pemimpin yang memiliki legitimasi yang kuat dari mayoritas masyarakat.

Lembaga Survei Nasional (LSN) melakukan survei terkait perilaku pemilih pemula di 33 Provinsi Indonesia dengan cara pengumpulan data dan teknik wawancara tatap muka serta memberikan kuesioner dengan margin of error 2,8% dengan tingkat kepercayaan 95% pada pemilu 2014 terangkum sebagai berikut: 1)Memilih capres atau parpol sesuai dengan hati nurani 94,6%, 2)Akan meminta pendapat orang lain 3.6%, 3)Mengikuti pilihan orang yang disegani 1.8%

Pada tahun 2019, CEO Jeune & Raccord Communication Monica JR melakukan survei terhadap 1.200 responden secara nasional dengan metode multi-stage random sampling lewat wawancara tatap muka menggunakan kuisioner terangkum sebagai berikut: 1)Merasa tidak perlu datang ke TPS 65,4%, 2)Tidak tahu jadwal pilpres 25,3%, 3)Yang tidak peduli isu politik merasa tidak perlu datang ke TPS 51,8% 4)Yang aktif mengikuti isu politik merasa tidak perlu datang ke TPS 30,8%.

Bedasarkan hasil data diatas yang didapatkan melalui website resmi CNN Indonesia, masalah tersebut terjadi ketika pemilih pemula tidak mengetahui informasi yang tepat tentang hak dan kewajiban sebagai warga negara dalam pemilihan umum. Informasi yang didapat pun terkadang terlalu dalam dan luas sehingga sulit dipahami atau terlalu kaku baik itu dari segi penyampaian atau bentuk informasi yang diberikan. Apatisme pemilih pemula dari tahun ke tahun terhadap sikap kurang pedulinya terhadap politik masih terus ada, suara pemilih pemula juga rawan dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu. Indikator Prosentase Memilih capres atau parpol sesuai dengan hati nurani 94,6 Akan meminta pendapat orang lain 3,6 Mengikuti pilihan orang yang disegani 1,8 Indikator Prosentase Merasa tidak perlu datang ke TPS 65,4 Tidak tahu jadwal pilpres 25,3 Yang tidak peduli isu politik merasa tidak perlu datang ke TPS 51,8 Yang aktif mengikuti isu politik merasa tidak perlu datang ke TPS 30,8. Pemilih pemula masih belum banyak literasi politik yang memadai dan cenderung mengikuti trend dilingkungan tempat tinggalnya, orientasi politik pemilih pemula ini selalu dinamis mengikuti kondisi yang ada.

Karena sikap apatis pemilih pemula, maka perlu dilakukan sosialisasi sebagaimana diamanahkan melalui PKPU Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2018 tentang Sosialisasi. Agar sosialisasi efektif, maka dibuat cara atas bentuk-bentuk sosialisasi sebagaimana dinyatakan pada PKPU Nomor 65 Tahun 2009 Bab VI Pasal 9. Diharapkan KPU dapat melaksanakan tugas sebagaimana baiknya. KPU Pusat dan daerah harus pula memikirkan langkah konkrit yang diambil dalam melaksanakan sosialisasi kepada pemilih pemula.

1. Bentuk Sosialisasi

Bedasarkan dari buku sosiologi yang diterbitkan oleh Fakultas Sastra Universitas Padjajaran menjelaskan bahwa dua bentuk sosialisasi, yaitu:

a. Sosialisasi Primer proses pertama dan utama yang dialami oleh individu. Sosialisasi ini akan mempengaruhi kehidupan individu di masa mendatang. Tahapan pertama sosialisasi primer adalah keluarga ketika masih anak-anak. Ketika masih balita, anak yang belum memulai sekolah akan mengenal keluarga terlebih dahulu. Proses sosialisasi primer ini untuk mempersiapkan anak ke lingkungan masyarakat. Contoh sosialisasi primer adalah bahasa. Bahasa menjadi gejala sosial yang dapat dimengerti, dipahami, dan dimaknai artinya oleh lingkungan dan masyarakat. Ketika anak lahir dia belum memahami bahasa. Kemudian orang tua mengajari dan mengembangkan bahasa pada anak mereka, seiring bertambahnya usia.

b. Sosialisasi Sekunder adalah lanjutan dari sosialisasi primer. Disini individu memulai proses identitas baru di lingkungan masyarakat. Anak-anak akan mengenal sekolah sebagai lembaga yang mempengaruhi proses sosialisasi. Selain sekolah, sosialisasi sekunder terjadi pada masyarakat, lingkungan, dan kelompok sosial lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun