Benarkah segala aspek kebudayaan dalam kehidupan kita dipengaruhi oleh teknologi?
Pada realita masa kini, hidup di zaman peralihan menjadi suatu pengalaman yang menarik. Kehadiran arus globalisasi yang deras, selalu bisa kita rasakan setiap harinya.
Terlebih dengan adanya perkembangan teknologi yang membuat rasa kekaguman kita tidak pernah berhenti. Tidak heran apabila kehidupan masyarakat saat ini selalu didominasi dari yang namanya teknologi.
Keberadaan teknologi menjadi penyebab utama munculnya proses digitalisasi pada sebagian besar aspek kehidupan kita. Contoh sederhana yang kita alami sekarang adalah penggunaan aplikasi layanan.
Sebelum itu, coba kita kilas balik sejenak pada 10 tahun yang lalu. Apa yang anda butuhkan saat melakukan perjalanan ke daerah?
Pasti kita menggunakan peta sebagai panduan dalam menentukan arah. Akan tetapi, apakah peta cetak tersebut masih anda gunakan hingga saat ini?
Kita sadar bahwa ada peralihan yang terjadi, di mana peta cetak terkena proses digitalisasi dan berubah menjadi peta online.
Pernahkah anda menggunakan aplikasi Google Maps sebelumnya? Dalam rangka apa anda memilih aplikasi tersebut?
Sebagian besar dari kita menggunakan aplikasi tersebut sebagai penunjuk jalan. Tampilan peta yang detail dan akurat, sangat memudahkan manusia untuk menentukan arah tujuan.
Lantas, mengapa kita sangat yakin kalau Google Maps adalah aplikasi yang bisa dipercaya? Mengapa kita terus menggunakannya dalam setiap keperluan?
Apakah terdapat kebudayaan yang sedang dibentuk? Bagaimana cara kita memaknainya?
Salah satu hal yang bisa menjelaskan fenomena seperti ini adalah representasi yang dibawa oleh Google Maps. Namun, ada baiknya jika kita membahas terlebih dahulu terkait apa itu representasi sebagai salah satu elemen dalam konsep circuit of culture.
Konsep Representasi dalam Circuit of Culture
Sirkuit budaya atau circuit of culture adalah konsep tentang proses kultural yang dikemukakan oleh Stuart Hall. Di dalam konsep ini, terdapat lima elemen yang saling berhubungan satu sama lain, yaitu representasi, identitas, regulasi, produksi, dan konsumsi.
Aspek representasi yang dimaksud menandakan adanya sistem produksi sebuah makna. Kita mengkomunikasikan sebuah konsep sebagai tanda, kemudian dengan simbol atau tanda tersebut, makna dapat tersalurkan menjadi bahasa yang dapat merepresentasikan sesuatu (Junifer, 2016).
Kecenderungan kita untuk memaknai segala sesuatu yang terlihat adalah perwujudan dari representasi. Dengan kata lain, adanya proses pemaknaan akan suatu hal yang muncul dari diri manusia.
Pemaknaan setiap orang memang selalu beragam. Akan tetapi, kebudayan yang tercipta selalu memunculkan makna dominan. Mari kita lihat apa representasi dari Google Maps itu sendiri.
Representasi Google Maps yang Sesungguhnya
Google Maps merupakan aplikasi layanan pemetaan wilayah melalui web yang diciptakan oleh perusahaan terkenal, yaitu Google. Peta online ini hadir dengan tujuan untuk menjadi solusi atas permasalahan yang berkaitan dengan dunia
Melihat dari konsep circuit of culture, ada representasi yang sebenarnya dibawa oleh Google Maps. Entah sadar atau tidak, terdapat beberapa hal yang menjadi alasan utama mengapa peta digital ini bisa terlestarikan dan menjadi kebudayaan di lingkungan masyarakat.
Berikut tiga hal yang dapat dikatakan sebagai representasi dari Google Maps yang menurut saya bisa kita amati.
1. Kredibilitas
Informasi yang disediakan oleh Google Maps sangat aktual. Hal ini juga ditunjukkan pada kejelasan dalam memberi petunjuk arah.
Selain itu, ketepatan dan kecepatan mereka dalam melakukan pembaruan tidak perlu diragukan lagi. Pembentukan rasa kepercayaan pengguna juga dipengaruhi oleh testimoni dari pengguna lainnya.
2. Visualisasi
Tampilan Google Maps sangat simpel dan mudah dibaca. Peta yang ada, dibuat sedemikian rupa dengan aslinya sehingga pengguna bisa menemukan suatu tempat dengan akurasi yang tinggi.
3. Solutif
Layanan peta yang ada pada Google Maps membantu kita untuk menentukan suatu arah dengan benar. Terlebih lagi fitur seperti perhitungan estimasi yang semakin memberi kita opsi.
Dengan kata lain, ketiga hal tersebut menjadi karakteristik yang dapat dirasakan oleh para pengguna Google Maps. Kekhasan yang dibawa akan terus melekat sebagai representasi dari layanan ini.
Ketika orang mendengar kata Google Maps, maka ada pemaknaan yang terjadi. Makna yang dibentuk akan selalu berkisar pada tiga hal di atas yang menjadi perwakilan.
Fenomena seperti ini kemudian membuat masyarakat memiliki kebiasaan dalam menggunakan Google Maps sebagai layanan peta online yang utama. Ada kebudayaan yang dibentuk ketika seseorang merasa tidak tahu arah dan ingin mencari jalur, mereka akan membuka Google Maps.
Kehadiran teknologi dan internet yang sudah merajalela kemudian merubah pola hidup dan juga kebudayaan yang kita hidupi. Ketergantungan yang kita miliki tersebut, Â merubah nilai yang dihidupi dan juga bagaimana kita memaknainya.
Semoga melalui artikel ini, kita mendapat wawasan baru terkait apa representasi yang sebenarnya dibawa oleh Google Maps, juga dalam melihat hal lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Junifer, C. (2016). Brightspot Market sebagai Representasi Identitas "Cool" Kaum Muda di Jakarta. MASYARAKAT: Jurnal Sosiologi, 21(1), 109-131.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI