Mohon tunggu...
Geraldo Horios
Geraldo Horios Mohon Tunggu... Lainnya - 没有人 v ホセ

menulis saat banyak pikiran

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mengapa Mayoritas Chindo Kaya dan Mapan?

13 Januari 2023   10:36 Diperbarui: 13 Januari 2023   10:39 5267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fondasi utama mengapa mayoritas Chindo kaya dan mapan adalah mental dan prinsip hidup sukses yang turun temurun mengakar kuat di lingkungannya. Orang tua sudah mengajarkan anaknya lebih baik menjadi "kepala ayam dibanding ekor sapi". Dengan kata lain, mereka lebih baik menjadi kepala di usaha mereka sendiri meskipun usaha kecil. Kemudian ada satu ajaran lagi setelah ini, yaitu kamu harus lebih hebat dari orang tuamu. Dengan kata lain, saat orang tua mendirikan toko kecil, orang tua berharap anaknya dapat mengembangkannya menjadi distributor, kemudian perusahaan yang lebih besar lagi. 

Prinsip hidup untuk bertumbuh tersebut ada karena mereka memiliki keyakinan di awal bahwa "mereka adalah imigran dan tidak ada kata pemerintahan akan membantu mereka jika mereka kesusahan". Mental yang kuat dan gigih tumbuh dari keyakinan tersebut, menjadikan setiap generasi awal Chindo di Indonesia menjadi pekerja keras dan sukses. Mental dan prinsip hidup bertumbuh tetap diturunkan ke generasi selanjutnya.

Salah satu contoh penerapan prinsip hidup utuh terlihat pada Antoni Salim yang berhasil membesarkan Indofood dengan pangsa pasar mie instan sebesar 7o%. Selain itu, Antoni Salim memilih akuisisi Pinehill untuk ekspansi dalam produksi dan distribusi mie instan di benua Afrika, Timur Tengah, dan Eropa Tenggara. Pewaris Agung Podomoro Group, Trihatma Kusuma Haliman juga sukses melebarkan bisnis properti Agung Podomoro ke berbagai wilayah Indonesia. 

Pengelolaan Keuangan yang Mumpuni

idxchannel.com
idxchannel.com

Hemat dan pandai mengelola uang merupakan kunci kekayaan Chindo di Indonesia. Mengutip dari CNBC Indonesia, 50% pendapatan ditabung setiap bulannya, sisanya untuk kebutuhan. Jika dipahami konsep hemat pangkal kaya memang sudah ada sedari dulu. Namun Chindo memahami konsep ini dengan utuh dibandingkan suku lainnya. Contoh kecil saja, pasti kamu pernah menemukan orang lokal (suku lainnya) yang kredit mobil atau motor hanya untuk gaya atau gengsi saja. Mereka bahkan tidak terlalu memerlukan barang tersebut dan harus membayar cicilannya setiap bulan sampai ditarik dealer kembali .

Konsep pengelolaan uang yang mumpuni bahkan bisa dilihat dari Pak Tjiptadinata Effendi sebagai Kompasianer Senior. Di beberapa artikelnya, Beliau sangat giat mencari uang saat masih muda dan mayoritas uangnya ditabung dalam mata uang dolar AS. Direktur Utama BCA, Jahja Setiaatmadja menjual saham BCA pada September 2022 dan mengalihkannya ke obligasi global negara berdenominasi dolar AS. Aksi yang dilakukan Beliau sangat bagus untuk mendiversifikasi portofolio asetnya. Ia menjual saham BCA di harga Rp 8.725 per saham pada September 2022 dan Januari 2023 harga saham BCA turun ke Rp 8.000 per saham.

Kemampuan mengelola uang dan aset sampai ke tahap bahwa uang dan aset tersebut harus bekerja juga untuk menghasilkan uang lagi. Konsep pengelolaan uang pada tingkat lanjut seperti ini yang masih kurang dipahami oleh mayoritas suku lainnya di Indonesia. Saat investasi saham baru merebak saat terjadi pandemi 2020, mayoritas Chindo sukses sudah memahami konsep ini terlebih dahulu yang bisa dilihat pada Lo Kheng Hong sebagai Warren Buffet Indonesia. 

Menjaga Kekeluargaan dan Kepercayaan

kawasan pecinan glodok sc: kompas.com/M Zaenuddin
kawasan pecinan glodok sc: kompas.com/M Zaenuddin

Kemanapun kamu pergi keliling Indonesia, pasti kamu akan menemukan Chinatown/Pecinan. Chindo memiliki dan menjaga rasa kekelurgaan sesama chindo dengan sangat baik kemanapun mereka pergi. Sebagai contoh kecil, kamu pasti menemukan kelompok Chindo di setiap universitas negeri. Rasa berkumpul meskipun tidak memiliki ikatan darah ini sangat kuat yang hanya beberapa suku saja memilikinya, seperti Banjar dan Suku Papua. 

Tingkat kekeluargaan ini bahkan menjamur di tingkat perusahaan. Ada HR perusahaan yang bahkan bertanya, "apa kamu chindo/keturunan?". Jika dipahami dari sejarah, pertanyaan tersebut tidak sepenuhnya salah. Dari banyak penjelasan di atas, saat mereka menerima Chindo, mereka sudah memahami bagaimana ketekunan, mental, hingga prinsip hidup yang tertanam. Kemampuan manajerial jauh lebih mudah dilakukan jika sudah mengetahui mindset dan kepribadian terlebih dahulu. 

Selain itu, mayoritas Chindo berasal dari keluarga pedagang. Relasi yang sudah mereka miliki dan pengetahuan berbisnis memudahkan perusahaan untuk tidak mengeluarkan uang lebih di training pegawai. Terlepas apakah mereka hanya ingin membantu sesama atau alasan lainnya, itu urusan internal perusahaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun