Chindo (China Indonesia) merupakan sebutan bagi masyarakat Indonesia yang berdarah Tionghoa. Keluarga saya sendiri lebih sering menyebutnya sebagai Orang Tenang. Selintas sepupu saya bertanya, "kenapa ya chindo kaya-kaya?". Â
Jika ditelusuri memang benar bahwa urutan 3 orang terkaya di Indonesia merupakan Chindo. Â Mereka adalah Low Tuck Kwong pemilik Bayan Resources, diikuti Robert dan Michael Hartono merupakan pemilik BCA dan Djarum.Â
Tidak perlu jauh-jauh, mayoritas Chindo yang di lingkungan saja termasuk mapan jika dibandingkan dengan masyarakat suku lainnya. Kategori Chindo di artikel ini dibagi menjadi kaya "memiliki banyak uang" dan mapan "kehidupan yang stabil". Orang yang kaya raya sudah pasti mapan, sedangkan orang mapan belum tentu bisa dikategorikan kaya karena kaya itu relatif.
Mayoritas Chindo yang kaya raya merupakan pemilik perusahaan besar ataupun menengah, sedangkan mayoritas chindo yang mapan merupakan pedagang atau pekerja yang sukses. Beberapa tempat yang pernah saya kunjungi, Chindo menjadi pedagang beras/grosir sukses di wilayah tersebut.Â
Level karyawan untuk chindo juga termasuk mapan untuk kehidupan sehari-hari. Lalu mengapa mayoritas Cbisa begitu kaya dan mapan? Jika diulik harus dilihat dari awal sebelum ke Indonesia.
Datang Sudah Mapan/Berbakat Dagang
Indonesia merupakan surga pedagang saat pemerintahan Hindia-Belanda. Saat terjadi perang Candu di China (1839-1842), banyak orang China yang meninggalkan kampung halamannya dan bermigrasi. Tentu saja Indonesia menjadi salah satu tempat migrasi yang disukai.Â
Perlu digaris bawahi, para imigran ini terdiri dari pebisnis, orang berpendidikan atau mapan lainnya, dan hanya segelintir yang beruntung bisa naik ke kapal. Mengingat untuk naik ke kapal kala itu memerlukan uang yang lumayan mengingat jarak dari China ke Indonesia.
Saat para imigran Tionghoa sudah menetap dan memulai usaha sendiri (mengingat latar belakang mereka pebisnis di China), Pemerintah Hindia Belanda mendirikan kamar dagang untuk mempermudah pedagang Tionghoa.Â
Pedagang Tionghoa bahkan diizinkan memonopoli garam, membuka usaha pegadaian, dan lainnya. Dengan kata lain, beberapa warga Tionghoa (Chindo) yang ada sekarang merupakan garis keturunan pedagang yang sukses kala itu.Â