Mengutip dari lactashare.id, Bank ASI sudah ada di 35 negara dan Indonesia tidak termasuk di dalamnya. Urgensi bank ASI selalu diangkat karena masih rendahnya pemberian ASI eksklusif.
Pada tahun 2017, pemberian ASI eksklusif masih hanya mencapai 38,23% di Jawa Barat. Persentase ini mengkhawatirkan karena ASI sendiri bertujuan untuk mengurangi resiko stunting, obesitas, penyakit kronis dan tumbuh kembang untuk bayi.
Manfaatnya juga terasa untuk Ibu menyusui. Pemberian ASI memengaruhi kesehatan ibu seperti mengurangi resiko kanker rahim, kanker payudara. Jika sangat penting, mengapa belum ada bank ASI di Indonesia?
Sekilas Bank ASI
Bank ASI didirikan untuk menyediakan ASI yang aman untuk bayi dalam situasi darurat, seperti mereka yang terkena bencana, sakit kritis atau lahir prematur. Bank ASI pertama kali didirikan pada tahun 1943 di Brasil dan sistemnya menjadi acuan seluruh dunia.
Sama seperti Palang Merah Indonesia, bank ASI bertujuan untuk mengumpulkan, menganalisis, melakukan pasteurisasi, dan membekukan ASI sehingga bisa diantar ke rumah sakit yang membutuhkan. Tentu saja setibanya di rumah sakit, ASI dikenakan harga.
Di Amerika Serikat, Susu donor dari bank ASI berharga $3 hingga $5 per ons (30 ml), sehingga mungkin memerlukan biaya $60 hingga $100 (AS) / Rp900 ribu per hari untuk bayi 3,6 kg yang mengonsumsi 20 ons (600 ml) per hari.
Model Bisnis Bank ASI
ASI sebenarnya tidak diperjual belikan di Indonesia. Hal ini sesuai dengan PP No 33 tahun 2012. Meskipun begitu, proses transaksi ini dapat dilakukan jika berbentuk perusahaan sosial (Qastharin, 2016).
Bentuk usaha berupa instansi sosial membuat segmentasi terbagi dua yaitu co-creator (pendonor) dan beneficiary (penerima). Model bisnis ini sama dengan Palang Merah Indonesia (PMI). Susu dikumpulkan, dianalisis, dipasteurisasi, dibekukan, lalu diedarkan.
Pemberian harga ASI yang dijual tidak boleh terlalu mahal karena sesuai dengan tujuan utamanya untuk membantu. Kembali lagi ke perusahaan sosial, harga ASI disetting untuk menutupi biaya operasional sehari-hari. Biaya yang dikenakan sebagai Biaya Penggantian Pengelolaan ASI (BPPA).
Hambatan Realisasi Bank ASI
Menurut pandangan penulis, setidaknya ada 2 hambatan yang membuat realisasi bank ASI terkendala di Indonesia. Hambatan tersebut berupa infrastruktur dan modal.
Ketersediaan infrastruktur selalu menjadi faktor keberhasilan tujuan/target. Infrastruktur donasi ASI yang ada di Indonesia sekarang masih terbatas di rumah sakit. Pembentukan bank ASI perlu memerhatikan sarana dan prasana dari proses pengambilan hingga distribusi yang efektif dan efisien.
Modal untuk membangun infrastruktur juga beragam. Salah satu yang berusaha membuat bank ASI dan membutuhkan modal adalah Lactashare.id. Lactashare berusaha membuat bank ASI pertama di Indonesia sesuai roadmap mereka yang dimulai 2019-2024. Mereka mencari donatur dan melakukan pengumpulan dana hingga Rp13 miliar.
Modal paling umum saat membangun bank ASI setidaknya adalah fasilitas fisik berupa bangunan seluas 75 m2. Peralatan berupa pasteurizer, deep freezer, refrigerators, hot air oven, breastmilk pumps, containers, generator, dan milk analyzer. Setelah itu infrastructure IT.
Penulis melihat permasalahan infrastruktur ini cukup rumit dan bertanya mengapa bank ASI tidak menjadi sub-unit dari Palang Merah Indonesia. PMI sudah memiliki infrastruktur yang lebih dari memadai dan tersebar di Indonesia.
Jika donor darah dan ASI berada di instansi yang sama maka cost structure lebih dapat ditekan. Tentu saja ini dapat berpengaruh ke harga akhir sekantong darah dan ASI. Instansi sosial yang tidak boleh mencari profit setidaknya menghasilkan lebih dengan cara ini.
Meskipun begitu, penulis tidak dapat memprediksi bagaimana dan kapan pembetukan bank ASI pertama di Indonesia kelak. Bisa saja Lactashare mendirikan bank ASI pertama, bisa saja rumah sakit tertentu mendirikan bank ASI selanjutnya. Meskipun tidak menghasilkan uang yang melimpah, membantu sesama menghasilkan amal berlimpah.
Semoga bermanfaat,
7 Oktober 2022
Geraldo Horios
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H