Naik bus elektrik di Jakarta sungguh nyaman. Bunyi bising mesin tak terdengar. Emisi karbon dapat ditekan. Pelayanan yang diagihkan pun ramah. Demikianlah, kesan yang saya dapati dari Transjakarta.
Melihat kondisi zaman sekarang dan mempertimbangkan kebutuhan pewarisan kehidupan kepada anak cucu, tampaknya isu pembangunan berkelanjutan sangat penting untuk mendapat perhatian.
Jakarta sebagai ibu kota negara turut ambil bagian. Perihal contoh, Transjakarta -- di bawah naungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta -- telah menerapkan program Bersih, Berdaya, dan Bestari dalam pelayanannya.
Dalam statusnya sebagai moda transportasi yang langsung digunakan oleh masyarakat (berdasarkan data, Transjakarta telah melayani 1,1 juta pelanggan setiap hari), perubahan sedikit saja -- tentunya -- dengan sangat mudah juga dirasakan oleh masyarakat.
Misalnya seperti yang saya ceritakan pada pembuka artikel ini. Sungguh, bila kita memberi perhatian lebih kepada kondisi iklim yang kian memanas, opsi bus elektrik sangat bisa dipertimbangkan sebagai alat transportasi dalam berkegiatan sehari-hari.
Pengurangan emisi karbon mencapai 99,9% Â dengan operasional bus listrik, begitulah informasi dari Pak Bowo, Kepala Departemen CSR Transjakarta, Sabtu, 2 Maret 2024.Â
Berpindah saja dari kendaraan pribadi ke penggunaan bus Transjakarta berbahan bakar fosil, tercatat telah mengurangi emisi karbon sampai 94%. Semakin tinggi kontribusi pengurangan dalam utilisasi bus elektrik (pada saat ini, telah dioperasikan 100 unit).
Transjakarta berkomitmen dan berupaya untuk mendukung iklim bersih dengan mengurangi emisi karbon. Selain itu, dari sisi prasarana, program Bersih diterapkan melalui pemanfaatan panel surya di halte-halte.
Dalam Jakarta Green Tour yang diselenggarakan oleh Transjakarta bekerja sama dengan komunitas Sebumi dan Komunitas Kompasianer Jakarta, aksi nyata Transjakarta berupa program Berdaya dapat saya lihat langsung melalui berdirinya outlet-outlet UMKM berskala mikro, kecil, dan menengah di halte Transjakarta (dalam hal ini halte Bundaran HI Astra).
Saya menyaksikan bahwa pada lantai atas halte, banyak tersedia stan (yang dibangun sedemikian rapi) bagi para penjual untuk mempromosikan dagangannya. Perihal Berdaya ini, juga dilengkapi bukti konkretnya dengan pelibatan ekonomi lokal (koperasi) sebagai operator layanan Mikrotrans.
Sungguh, wawasan saya tentang pembangunan berkelanjutan terbuka lebar melalui informasi-informasi yang saya peroleh dari penjelasan (yang disampaikan begitu ramah) oleh Pak Bowo.
Bersama komunitas Sebumi yang juga menggalakkan prinsip berkelanjutan, kami, 10 anggota Kopaja71, boleh mendapat kesempatan untuk berkunjung ke Taman Literasi Christina Martha Tiahahu menggunakan bus elektrik Transjakarta.
Di sini, konsep lingkungan lestari dijaga betul dengan tampaknya keasrian pepohonan, wahana bermain anak-anak yang bersih, dan fasilitas penyandang disabilitas yang lengkap (contoh: penggunaan toilet serta selasar khusus).
Ngomong-ngomong soal fasilitas untuk penyandang disabilitas, Transjakarta pun menyediakan. Program berkelanjutan ketiga (Bestari) diejawantahkan berupa penyediaan ruang inklusif untuk seluruh lapisan masyarakat bermobilisasi melalui Transjakarta Cares.Â
Ini gratis, tidak berbayar bagi para penyandang disabilitas. Selain itu, bebas biaya juga diberikan kepada pengguna Transjakarta dari 15 kategori, antara lain lansia, marbot, hingga jumatik (juru pemantau jentik).
Selepas kami menikmati pemandangan di Taman Literasi juga keasyikan bermain bersama komunitas Sebumi, kami menuju ke M Bloc Space. Kami tinggal berjalan kaki karena lokasinya tidak jauh.
Dalam perbincangan di tengah perjalanan, kami melihat bukti nyata kepedulian terhadap kebersihan lingkungan melalui pembangunan bank sampah. Di sini, masyarakat disilakan menyetorkan sampahnya untuk kemudian dipilih, dipilah, dan sebagiannya didaur ulang.
Saya pribadi sesampainya di M Bloc Space, baru tahu bahwa lokasi ini adalah bekas bangunan Peruri, perusahaan yang mencetak uang negara itu. Komunitas anak muda telah menyulapnya menjadi bangunan ikonik yang modern dan apik untuk mengabadikan momen.
Masih perihal bagaimana kita mendukung kehidupan yang minim emisi karbon, komunitas Sebumi mengajak kami mempraktikkan teknik pounding dalam pembuatan tas yang ramah lingkungan.
Berbahan dasar alam seperti daun, bunga, dan tangkai, kami disilakan untuk memukulkan bahan-bahan itu (menggunakan palu) pada permukaan tas yang dalamnya telah dilapisi plastik (agar tidak tembus).
Bahan pewarna alami dari remukan alam itu langsung terserap dan menimbulkan warna hijau, merah, dan kuning pada tas, sehingga bila disusun menyerupai pohon, tampak cantik menghiasi tas.
Kami benar-benar belajar bagaimana hidup yang membuat lingkungan tetap lestari dengan penggunaan bahan-bahan alam. Pada hakikatnya, kontribusi manusia sendirilah yang ambil andil dalam pelestarian lingkungan dan pembangunan berkelanjutan untuk anak cucu.
Gagasan, ide, beserta pelaksanaannya dalam program berkelanjutan Transjakarta (Bersih, Berdaya, dan Bestari) turut menjadi bukti nyata. Terima kasih banyak, Transjakarta dan Sebumi.(*)
Jakarta,
3 Maret 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H