"Pak sopir, pelan-pelan, Pak Sopir!"
Seorang bayi tiba-tiba menangis. Susu dalam botol di tangan ibunya tumpah.
"Jangan ngebut, Pak Sopir. Saya belum kawinnnnnn," remaja belasan tahun berseru.
Yang lain memegang dada, berusaha mengamankan detak jantung.
Tak ada yang tahu mengapa sopir Kopaja itu tiba-tiba ngebut.
Ya, benar-benar tak ada, sampai sopir Kopaja itu membuat pengakuan. Agaknya, lantaran tidak ingin dituduh macam-macam, semua harus diklarifikasi. Jelas, sebab musababnya.
Wajarlah penumpang kaget. Dalam perjalanan, keselamatan nomor satu. Kendati ada tempat yang ingin dituju dengan desakan waktu terbatas, tetap saja, mengemudi harus hati-hati.
Sopir itu sedikit gentar. Ia takut dilapor polisi. Sekarang kan tampaknya buat laporan mudah. Apa-apa sedikit, melapor. Sopir itu tak mau nama baiknya dijelekkan ke pihak berwenang.
Sayangnya, sang sopir tak bisa jika tidak mengebut. Ada sesuatu yang harus dikejarnya. Kecepatan maksimal digas. Kaki awas pada pedal rem. Mata cermat melihat ke depan.Â
Meskipun sebenarnya detak jantung sang sopir juga kencang, itu diabaikannya demi esok hari. Ya, perkenalkan sopir Kopaja itu. Saya sendiri. Y. Edward Horas S.
Sebagai sopir (pendiri) Kopaja71 (KOmunitas komPAsianer JAkarta), saya harus buat pengakuan. Maafkan saya jika harus ngebut nyetirnya.Â
Soalnya, besok sudah ulang tahun Jakarta. Ke-496.
Lomba Opini dan Harapan untuk Jakarta tinggal sehari lagi. Kamis, 22 Juni 2023, pukul 23.59 WIB adalah waktu terakhir mengunggah karya di Kompasiana.Â
Mari para penumpang, Kompasianer yang saya hormati, silakan berkarya (bagi yang berminat ikut).Â
Masuk ke Temu Komunitas, gabung Kopaja71, dan unggah opini Anda. Ada hadiah menarik:Â
125k untuk Juara 1,Â
100k kepada Juara 2, danÂ
75k bagi Juara 3.
Kita harus ngebut, menyambut ulang tahun Jakarta. Buruan!
...
Jakarta,
21 Juni 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H