"Pak sopir, pelan-pelan, Pak Sopir!"
Seorang bayi tiba-tiba menangis. Susu dalam botol di tangan ibunya tumpah.
"Jangan ngebut, Pak Sopir. Saya belum kawinnnnnn," remaja belasan tahun berseru.
Yang lain memegang dada, berusaha mengamankan detak jantung.
Tak ada yang tahu mengapa sopir Kopaja itu tiba-tiba ngebut.
Ya, benar-benar tak ada, sampai sopir Kopaja itu membuat pengakuan. Agaknya, lantaran tidak ingin dituduh macam-macam, semua harus diklarifikasi. Jelas, sebab musababnya.
Wajarlah penumpang kaget. Dalam perjalanan, keselamatan nomor satu. Kendati ada tempat yang ingin dituju dengan desakan waktu terbatas, tetap saja, mengemudi harus hati-hati.
Sopir itu sedikit gentar. Ia takut dilapor polisi. Sekarang kan tampaknya buat laporan mudah. Apa-apa sedikit, melapor. Sopir itu tak mau nama baiknya dijelekkan ke pihak berwenang.
Sayangnya, sang sopir tak bisa jika tidak mengebut. Ada sesuatu yang harus dikejarnya. Kecepatan maksimal digas. Kaki awas pada pedal rem. Mata cermat melihat ke depan.Â
Meskipun sebenarnya detak jantung sang sopir juga kencang, itu diabaikannya demi esok hari. Ya, perkenalkan sopir Kopaja itu. Saya sendiri. Y. Edward Horas S.