Fenomena Pewarnaan Bulu Hewan untuk Memikat Pembeli, Salahkah?
Di luar itu, masih ada. Sila Anda cari sendiri di profil saya. Barangkali saya sudah layak disematkan gelar "pengamat hewan". Hahaha.... Saya bisa bercerita banyak tentang hewan peliharaan dari pengalaman-pengalaman saya.
Soal ayam jantan
Waktu kecil, saya pernah memelihara seekor ayam jantan dari pecah telur sampai besar. Saya rutin memberinya makan. Saya lepaskan waktu siang. Saat menjelang malam, ia kembali pulang ke kandang.
Ketika saya sodorkan tangan berisi butir-butir beras, ia akan datang dan mematuknya. Saya menikmati kulit-kulit telapak tangan terpatuk olehnya. Sakit sih! Tetapi, karena senang melihatnya lahap makan, sakit itu hilang.
Suatu kali ada tamu datang ke rumah. Orangtua memutuskan menyembelih si ayam untuk disajikan sebagai menu menyambut tamu. Dimasaklah ayam dalam kuah gulai. Makanan kesukaan saya. Gulai ayam kampung. Rata-rata ada pada sajian makanan Batak.
Tahu, tidak, Anda? Selera makan saya hilang. Gulai itu sama sekali tidak saya sentuh. Meskipun kuahnya enak. Meskipun rempahnya kental. Tetapi, pikiran saya masih terngiang dengan pekikan suara si ayam waktu menjemput maut, disembelih di ruangan belakang.
Berkali-kali ditawarkan untuk makan, saya tetap bergeming. Ingin rasanya menghentikan proses penyembelihan itu, tetapi, apa daya, saya masih kecil. Tidak bisa banyak bicara.
Perkara anjing
Ini lebih banyak yang bisa saya ceritakan. Satu saja ya, agar saya tidak terlalu sedih menuliskan. Dulu, saya pelihara anjing di rumah. Namanya anjing, ia binatang setia.
Ia selalu berambisi dan antusias ketika menyambut saya pulang sekolah. Saya kerap menggendongnya di pundak. Saya elus-elus bulunya. Kalau ada orang asing datang, ia menggonggong. Orang rumah lekas keluar.